Minggu Prapaska V (C)
PERGILAH, JANGAN BERDOSA LAGI!
Yes 43:16-21; Flp 3:8-14; Yoh 8:1-11
Konon semakin ketat kita diet makanan, semakin besar godaan untuk melanggarnya. "Sekali-sekali" menjadi berkali-kali. Atau, sekalinya melanggar langsung menggagalkan jerih payah kita berbulan-bulan. Kita
merasa bisa "mengatur" kadar pelanggaran kita, tapi kenyataannya tidak pernah berhasil. Lalu karena malu atas kegagalan sendiri, kita mulai
mencari kambing hitam: "Habis, di sini kokinya pinter masak." Dan percayalah, selalu ada kambing hitam. Atau, kita bisa membalik
pelanggaran kita menjadi sebuah kebijaksanaan: "Jangan suka membuang
makanan! (Apalagi yang enak-enak!)"
Mungkin sudah menjadi kebiasaan buruk di masyarakat kita bahwa sebuah
kesalahan ditutupi dengan kesalahan (orang) lain lagi. Seseorang yang
menabrak pejalan kaki tiba-tiba berhenti dan membentak-bentak pedagang kaki lima yang berjualan memenuhi trotoir. Mereka yang menyeberang
jalan di zebra cross malah diklakson oleh pengendara motor dan
mobil.
Korbannya siapa? Yang salah siapa? Semua jadi terbalik. Ini
bukan sekedar mencari kambing hitam lagi. Ini memperparah sebuah
kekeliruan, menyangatkan kejahatan, melanjutkan dosa. Pengakuan dosa pun tidak terlalu menakutkan lagi sekarang, sebab orang masih akan
berdosa lagi, dan bahkan melakukan terus menerus dosa yang sama. Di
saat menerima pengampunan, orang sudah merencanakan kejahatan yang lain. Sebuah sandiwara penyesalan.
Kisah yang sangat indah kita dengar hari ini dari Injil Yohanes. Meskipun sekian lama diperdebatkan apakah kisah ini sungguh-sungguh
dari Yohanes ataukah Lukas, keaslian teks ini diakui oleh para ahli Kitab Suci. Kata-kata Yesus itu sungguh luar biasa, karena tanpa
mengadili siapapun, Ia mengampuni siapapun, tapi tetap dengan
penyadaran. Perempuan yang tertangkap berzinah itu dipakai sebagai umpan. Bukan kematiannya yang menjadi tujuan para ahli Taurat dan
orang Farisi, melainkan kematian Yesus sendiri. Pada tahun 30
pemerintah Roma menghapuskan hukuman mati oleh orang-orang Yahudi. Mereka tidak berhak menghukum mati seseorang, maka mereka mencobai
Yesus.
Yesus tahu betapa korup para ahli Taurat dan orang Farisi itu, dan
mereka pun tahu bahwa Yesus tahu. Namun yang mengagumkan, Yesus tidak
mau mempermalukan mereka. Ia menulis di tanah (dan entah sudah berapa
buku penafsiran tentang apa yang sesungguhnya dituliskan Yesus).
Bahkan, Ia dua kali menulis di tanah. Setelah yang pertama, Ia
mengucapkan teguran emas itu, "Barangsiapa di antara kamu tidak
berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan
itu."
Lalu, Ia menulis lagi di tanah. Dengan begitu, Ia tidak mau
mempermalukan para penuduh perempuan itu, dan memberi kesempatan
kepada mereka untuk pergi seorang demi seorang. Yesus memberi
kesempatan berubah pada mereka yang melakukan kejahatan ganda di balik
tuduhan terhadap seseorang.
Kejahatan jadi mengganda tatkala kita menelanjangi orang yang
sebetulnya adalah korban. Kelicikan kita menjadi berlipat-lipat ketika
berhasil membalik kesalahan kita menjadi kebijaksanaan. Di zaman kita ini, wajah yang ramah, suara yang lemah lembut, dan penampilan yang
berwibawa bukan jaminan untuk suatu perubahan. Semuanya bisa "diatur".
Kita bisa mempengaruhi apa saja kepada siapa saja. Kita bisa membolak-balik fakta serumit apapun sehingga pendapat publik akhirnya
memihak pada kita! Satu hal yang mungkin tidak kita sadari: setiap
maksud buruk kita sekecil apapun akan berlipat-lipat besarnya kemudian. Kejahatan berlanjut. Dosa dilakukan lagi, lebih buruk lagi.
Kalau dalam kitab Yesaya (bacaan I) kita mendengar tentang bagaimana
Tuhan membuat hal-hal yang "baru", seharusnya kita sudah menangkap
kaitannya dengan Injil hari ini. Kalau Tuhan meminta supaya Israel
jangan lagi mengingat-ingat "hal-hal yang dahulu", itu dimaksudkan
agar Israel berhenti dari segala protes hati yang pernah terjadi
ketika keluar dari Mesir. Pembebasan dari Babilon pun adalah peristiwa yang tak kalah luar biasa dibanding "yang dahulu" itu. Mereka telah
membuat kesalahan "lagi", namun Tuhan kali ini bertindak dan
menyelamatkan mereka dengan cara yang lain sama sekali. Mereka tidak perlu jatuh ke dalam kesalahan yang sama lagi karena sekarang Tuhan
melakukan hal-hal yang tak terbayangkan sebelumnya.
Apakah kita belajar dari kesalahan? Mungkin, ya. Tetapi, apakah kita
sungguh-sungguh mau berubah karena pengampunan Tuhan yang telah kita
terima? Ini yang tidak mudah. Sebab, jauh di lubuk hati, kita masih
ingin berdosa lagi, masih mau melanjutkan kesalahan kita, masih
mencoba-coba memutarbalikkan situasi dan bahkan mempengaruhi
orang-orang di sekitar kita agar menjatuhkan pengadilan terhadap korban kita! Betapa dahsyat kejahatan yang mengganda itu!
Akan tetapi, Yesus tidak akan menyerah dengan semua itu. Ia pun tidak
akan serta merta mempermalukan kita di depan orang lain. Ia hanya akan
"menulis di tanah." Sebab, Ia mau memberi kita kesempatan untuk pergi
diam-diam dan membatalkan rencana buruk di hati kita. Pada saat itu,
kita akan mendengar dari kejauhan kata-kata-Nya kepada perempuan itu,
yang sebetunya ditujukan-Nya kepada kita: "Akupun tidak menghukum
engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang."
Amin.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMudah2an homili Pst. Tejoworo,OSC ini langgeng,
BalasHapusterbit tiap minggunya...
Tuhan memberkati Pst. Tejo dan kita semua
Amin