Minggu, 17 Maret 2013

Pergilah! Jangan Berdosa Lagi!

Minggu Prapaska V (C)

PERGILAH, JANGAN BERDOSA LAGI!
Yes 43:16-21; Flp 3:8-14; Yoh 8:1-11

Konon semakin ketat kita diet makanan, semakin besar godaan untuk melanggarnya. "Sekali-sekali" menjadi berkali-kali. Atau, sekalinya melanggar langsung menggagalkan jerih payah kita berbulan-bulan. Kita merasa bisa "mengatur" kadar pelanggaran kita, tapi kenyataannya tidak pernah berhasil. Lalu karena malu atas kegagalan sendiri, kita mulai mencari kambing hitam: "Habis, di sini kokinya pinter masak." Dan percayalah, selalu ada kambing hitam. Atau, kita bisa membalik pelanggaran kita menjadi sebuah kebijaksanaan: "Jangan suka membuang makanan! (Apalagi yang enak-enak!)"

Mungkin sudah menjadi kebiasaan buruk di masyarakat kita bahwa sebuah kesalahan ditutupi dengan kesalahan (orang) lain lagi. Seseorang yang menabrak pejalan kaki tiba-tiba berhenti dan membentak-bentak pedagang kaki lima yang berjualan memenuhi trotoir. Mereka yang menyeberang jalan di zebra cross malah diklakson oleh pengendara motor dan mobil.

Korbannya siapa? Yang salah siapa? Semua jadi terbalik. Ini bukan sekedar mencari kambing hitam lagi. Ini memperparah sebuah kekeliruan, menyangatkan kejahatan, melanjutkan dosa. Pengakuan dosa pun tidak terlalu menakutkan lagi sekarang, sebab orang masih akan berdosa lagi, dan bahkan melakukan terus menerus dosa yang sama. Di saat menerima pengampunan, orang sudah merencanakan kejahatan yang lain. Sebuah sandiwara penyesalan.

Kisah yang sangat indah kita dengar hari ini dari Injil Yohanes. Meskipun sekian lama diperdebatkan apakah kisah ini sungguh-sungguh dari Yohanes ataukah Lukas, keaslian teks ini diakui oleh para ahli Kitab Suci. Kata-kata Yesus itu sungguh luar biasa, karena tanpa mengadili siapapun, Ia mengampuni siapapun, tapi tetap dengan penyadaran. Perempuan yang tertangkap berzinah itu dipakai sebagai umpan. Bukan kematiannya yang menjadi tujuan para ahli Taurat dan orang Farisi, melainkan kematian Yesus sendiri. Pada tahun 30 pemerintah Roma menghapuskan hukuman mati oleh orang-orang Yahudi. Mereka tidak berhak menghukum mati seseorang, maka mereka mencobai Yesus.

Yesus tahu betapa korup para ahli Taurat dan orang Farisi itu, dan mereka pun tahu bahwa Yesus tahu. Namun yang mengagumkan, Yesus tidak mau mempermalukan mereka. Ia menulis di tanah (dan entah sudah berapa buku penafsiran tentang apa yang sesungguhnya dituliskan Yesus). Bahkan, Ia dua kali menulis di tanah. Setelah yang pertama, Ia mengucapkan teguran emas itu, "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu."

Lalu, Ia menulis lagi di tanah. Dengan begitu, Ia tidak mau mempermalukan para penuduh perempuan itu, dan memberi kesempatan kepada mereka untuk pergi seorang demi seorang. Yesus memberi kesempatan berubah pada mereka yang melakukan kejahatan ganda di balik tuduhan terhadap seseorang.

Kejahatan jadi mengganda tatkala kita menelanjangi orang yang sebetulnya adalah korban. Kelicikan kita menjadi berlipat-lipat ketika berhasil membalik kesalahan kita menjadi kebijaksanaan. Di zaman kita ini, wajah yang ramah, suara yang lemah lembut, dan penampilan yang berwibawa bukan jaminan untuk suatu perubahan. Semuanya bisa "diatur". Kita bisa mempengaruhi apa saja kepada siapa saja. Kita bisa membolak-balik fakta serumit apapun sehingga pendapat publik akhirnya memihak pada kita! Satu hal yang mungkin tidak kita sadari: setiap maksud buruk kita sekecil apapun akan berlipat-lipat besarnya kemudian. Kejahatan berlanjut. Dosa dilakukan lagi, lebih buruk lagi.

Kalau dalam kitab Yesaya (bacaan I) kita mendengar tentang bagaimana Tuhan membuat hal-hal yang "baru", seharusnya kita sudah menangkap kaitannya dengan Injil hari ini. Kalau Tuhan meminta supaya Israel jangan lagi mengingat-ingat "hal-hal yang dahulu", itu dimaksudkan agar Israel berhenti dari segala protes hati yang pernah terjadi ketika keluar dari Mesir. Pembebasan dari Babilon pun adalah peristiwa yang tak kalah luar biasa dibanding "yang dahulu" itu. Mereka telah membuat kesalahan "lagi", namun Tuhan kali ini bertindak dan menyelamatkan mereka dengan cara yang lain sama sekali. Mereka tidak perlu jatuh ke dalam kesalahan yang sama lagi karena sekarang Tuhan melakukan hal-hal yang tak terbayangkan sebelumnya.

Apakah kita belajar dari kesalahan? Mungkin, ya. Tetapi, apakah kita sungguh-sungguh mau berubah karena pengampunan Tuhan yang telah kita terima? Ini yang tidak mudah. Sebab, jauh di lubuk hati, kita masih ingin berdosa lagi, masih mau melanjutkan kesalahan kita, masih mencoba-coba memutarbalikkan situasi dan bahkan mempengaruhi orang-orang di sekitar kita agar menjatuhkan pengadilan terhadap korban kita! Betapa dahsyat kejahatan yang mengganda itu!

Akan tetapi, Yesus tidak akan menyerah dengan semua itu. Ia pun tidak akan serta merta mempermalukan kita di depan orang lain. Ia hanya akan "menulis di tanah." Sebab, Ia mau memberi kita kesempatan untuk pergi diam-diam dan membatalkan rencana buruk di hati kita. Pada saat itu, kita akan mendengar dari kejauhan kata-kata-Nya kepada perempuan itu, yang sebetunya ditujukan-Nya kepada kita: "Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang."

Amin.

2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Mudah2an homili Pst. Tejoworo,OSC ini langgeng,
    terbit tiap minggunya...

    Tuhan memberkati Pst. Tejo dan kita semua
    Amin

    BalasHapus