Minggu, 05 Mei 2013

Damai-Ku, Kuberikan Kepadamu



Minggu Paskah VI (C)
Kis 15:1-2.22-29, Why 21:10-14.22-23, Yoh 14:23-29
Oleh Pst.H. Tedjoworo,OSC

Seseorang mendampingi bosnya berbelanja di pertokoan barang-barang bermerk dunia dan yang terkenal mahal. Sebagai asisten, tentu saja dia berusaha untuk tidak peduli barang apa saja yang dibeli oleh bosnya. Ia melihat-lihat di satu toko semua pelayan toko pun tidak mempedulikannya. Sudah banyak orang datang ke sana hanya untuk melihat-lihat, karena mahalnya barang-barang yang dipajang. Ia kembali ke bosnya karena dipanggil untuk membawakan tas-tas belanjaan. Ketika kembali ke toko tadi, ia terkejut bukan main karena tiba-tiba semua pelayan di situ menjadi ramah dan membungkuk dalam-dalam kepadanya. Ia baru menyadari bahwa mereka berubah sikap karena tas belanjaan yang dibawanya itu! Tas itu bermerk ‘Hermès’ yang harganya mencapai ratusan juta rupiah. Itulah damai yang ditawarkan dunia. Ada harga, ada damai.

Damai dari dunia memang diperjualbelikan. Harganya tidak harus uang. Bisa juga berupa kuasa, promosi dan marketing, kebanggaan diri, sampai ke  penilaian yang serba bagus, jaminan keberpihakan, hingga sikap tutup mulut atas kebejatan orang. Dunia kita adalah pasar, maka damai yang ditawarkannya harus dibeli dengan semua itu. Tidak ada damai duniawi yang diberikan begitu
saja, apalagi gratis. Kita sudah terbiasa untuk meminta-minta damai dari orang lain atau suasana sekitar kita. Kalau sudah hampir frustrasi, kita akan memaksa orang, mengintimidasinya, supaya ia akhirnya memberikan kelegaan pada batin kita. Kita rela berbuat jahat supaya hati kita bisa damai. Damai yang diberikan dunia ternyata bisa menakutkan.

Damai dalam bahasa Yunani adalah ‘eirene’, yang menerjemahkan bahasa Ibraninya ‘shalom’. Tetapi, ‘shalom’ itu lebih dari sekadar tidak ada konflik. Ia meliputi kesejahteraan terbesar bagi orang-orang dan masyarakat, diwarnai keseluruhan, kesembuhan, kelimpahan, harmoni, rekonsiliasi,
kerukunan sosial, serta kesehatan spiritual dan fisik. Damai yang hanya berasal dari Mesias inilah yang diberikan Yesus kepada para murid. Mereka harus menerima damai ini, harus kuat kalau nanti menghadapi penganiayaan setelah kepergian Yesus.

Di masa Yesus, hanya ada dua jenis damai. Yang satu adalah “damai lewat kemenangan”, yang adalah pendekatan orang-orang Romawi. Yang lain adalah “damai lewat keadilan,” yang adalah pendekatan Yesus. Yesus mengontraskan damai yang diberikan-Nya dan damai yang diberikan dunia. Damai-Nya bukan lewat kemenangan dan dominasi seperti dalam pandangan dunia. Damai-Nya itu
kolektif, demi iman para rasul dalam kebersamaan. “Jangan gelisah dan gentar hatimu.” ‘Hati’ (Yun. ‘kardia’) itu tunggal, tetapi ‘-mu’ (Yun. ‘humon’) itu jamak. Dengan itu, Yesus menyampaikan bahwa damai, seperti juga kasih, hanya bisa kita berikan, dan tidak bisa kita minta apalagi kita tuntut dan
paksakan dari orang lain.

Bukankah orang yang hatinya damai itu senang memberi dan murah hati? Sebaliknya, yang hatinya tidak damai, hanya mau memiliki dan mencoba merampas apa yang menjadi hak orang lain. Orang yang hatinya damai itu murah senyum, senang menyapa orang lain, entah dibalas kembali dengan senyum atau tidak. Ia terus menerus memberi dan membagikan, dan tak pernah merasa kekurangan. Tetapi, dunia kita mengajar bahwa damai itu harus dibeli dan dikejar. Itu sebabnya mereka yang tak punya damai dalam dirinya pun tidak pernah puas menuntut dan mengejar orang lain. Segala cara bisa dipakai demi kepuasan yang tak pernah didapat itu, baik dengan menyelidiki, menceritakan keburukan orang, meneror atau menyindir. Masih banyak kata dan sikap kita yang hanya mencerminkan hati yang gelisah dan gentar, yang tak pernah merasa puas, entah mengapa!

Kisah Para Rasul (Bacaan I) yang kita dengar hari ini menunjukkan betapa taat para rasul mendengarkan dan mengikuti keputusan Roh Kudus. Konflik yang dihadapi jemaat kristiani perdana menyangkut soal apakah orang Kristen bukan Yahudi harus disunat atau tidak. Menyadari bahwa persoalan ini sungguh-sungguh berat bagi orang-orang bukan Yahudi yang percaya kepada Yesus, para rasul mengikuti keputusan Roh Kudus, yakni “supaya kepada kamu jangan ditanggungkan lebih banyak beban daripada yang perlu.” Kedamaian tercipta manakala kita tidak menuntut dan membebani orang lain. Kehendak Roh Kudus selalu supaya iman kita bertumbuh dengan sehat dan tenang, bukan dalam aturan dan tuntutan yang hanya melelahkan jiwa.

Kini kita tahu, pesan Injil hari ini terutama ialah supaya kita pun belajar untuk terus menerus ‘memberikan’ damai yang sudah kita dapatkan dari Yesus. Jangan lagi mengejar-ngejar damai kita sendiri, yang berasal dari dunia ini dan tidak akan membuat kita bertumbuh tenang dalam iman. Kita tidak akan mampu ‘membeli’ damai dari sikap ramah dan sapaan orang lain. Kita juga tidak perlu mengejar damai kita sendiri dengan mempengaruhi dan memiliki hati orang, atau bahkan dengan sengaja membuat orang lain ‘tidak damai’.

Mulai sekarang, kita belajar ‘memberikan’ damai sejati, yang selalu gratis dan akan cukup untuk semua orang yang kita jumpai, entah mereka membalas kembali pemberian kita ataupun tidak.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar