Rabu, 08 Mei 2013

Tuhan Tak Bisa Ditahan Lagi



Hari Kenaikan Tuhan (C) 
Kamis, 9 Mei 2013
Kis 1:1-11, Ef 1:17-23, Luk 24:46-53
Oleh: Pst. H. Tedjoworo, OSC

Pengalaman kita saat pertama kali belajar naik sepeda tentu membekas dalam hati. Lamanya belajar tiap orang berbeda-beda. Ada yang cepat bisa, ada juga yang perlu waktu lama. Ada yang seperti langsung bisa menyeimbangkan diri, tapi ada juga yang harus berkali-kali terjatuh. Yang kita ingat ialah saat seseorang membantu memegangi sepeda, dan kita mulai mengayuhnya. Perasaan gembira dan bangga muncul segera, tapi kita mulai panik ketika pegangan dilepaskan dan kita harus sendirian. Kita takut tak mampu mengendalikan, takut akan terjatuh karena belum menguasai keadaan. Tapi adakah cara lain kecuali pegangan dilepaskan? Tidak ada. Bantuan menciptakan ketergantungan. Bantuan dalam arti tertentu ‘menghambat’ kita untuk maju dan ‘membatasi’ diri kita sendiri.

Mungkin yang terakhir ini adalah penyebab sulitnya kita bertumbuh dalam banyak hal. Bukan orang lain saja yang bisa menahan perkembangan kita, tetapi diri sendiri pun malah bisa menghalangi. Ada orang yang senang dibantu terus menerus, senang ditarik-tarik dan dipertahankan oleh teman-temannya, sehingga tak pernah sungguh-sungguh maju hidupnya. Ini kedengaran aneh, tapi nyata. Bagaimana kalau ‘kekhawatiran’ yang mereka katakan itu sebenarnya cara untuk mengikat kita pada sebuah tiang? Kita mungkin akan kehilangan sebuah masa depan yang jauh lebih cerah dari yang pernah kita bayangkan. Berbagai kesempatan yang hebat dalam hidup kita seringkali dimulai dengan mengucapkan selamat tinggal pada ikatan-ikatan itu.

Peristiwa kenaikan Yesus ke surga tidak dapat dilepaskan dari keseluruhan pengalaman kebangkitan. Bagi para penulis Injil, peristiwa kenaikan Yesus adalah penugasan sekaligus pelimpahan kuasa kepada para murid. Peristiwa ini bukan sebuah akhir, bukan pula tujuan kesetiaan mereka sebagai murid. Yesus menunjukkan bahwa Ia tidak dapat lagi dihalangi oleh apapun juga, dan begitu pula seharusnya dengan para murid! Yesus takkan menghalangi mereka lagi, sebab mulai sekarang Roh Kudus akan menggerakkan mereka untuk melakukan hal-hal besar yang tak terbayang sebelumnya.

Yesus sudah mengalami segala macam usaha yang ditujukan untuk mengikat, menjatuhkan, menyalibkan, mematikan, dan menguburkan-Nya. Ia tetap tidak bisa dikuburkan, karena dari kubur itu Ia bangkit dan bahkan membawa kehidupan ke tempat-tempat di mana maut masih menguasai. Yesus tidak bisa ditahan lagi! Dan dari kenyataan itulah Ia kini memberi kekuatan kepada murid-murid-Nya. “Kamu adalah saksi dari semuanya ini. Aku akan mengirim apa yang dijanjikan Bapa-Ku, dan kamu akan diperlengkapi kekuasaan dari tempat tinggi.” Yesus pergi, namun dengan janji bahwa pengikut-Nya pun takkan bisa dikalahkan oleh kekuatan jahat sebesar apapun di dunia ini.

Kapankah terakhir kita menyadari bahwa di balik semua hambatan dalam hidup kita itu, Tuhan selalu punya rencana yang luar biasa? Kita sudah berkali-kali diikat oleh kekecewaan, kemarahan, gengsi, luka batin, kebencian, dan kesedihan. Semuanya itu mau menahan hati kita, menghalangi mata kita untuk melihat bahwa hidup kita itu dimaksudkan jauh lebih indah, lebih membahagiakan dari yang kita sangka saat ini.  Sayangnya, kita sering mau bertahan dalam relasi, situasi, dan kebiasaan tertentu yang membuat kita tidak berkembang. Kita takut kehilangan relasi, takut mengucapkan selamat tinggal, takut berhenti dari kelekatan kita. Dan hidup kita pun begini-begini saja.

Dalam Kisah Para Rasul (bacaan I), para rasul tenggelam dalam keterpukauan mereka setelah  menyaksikan Yesus terangkat dan awan menutupi-Nya. Dunia seperti berhenti. Mereka terpaku dan masih belum percaya bahwa sekarang mereka sendirian. Memang Yesus meminta mereka jadi saksi-Nya, tetapi bagaimanapun masih berat kaki mereka untuk beranjak saat itu. Kata-kata malaikat membangunkan mereka, supaya sadar dan melepaskan diri dari rasa berat apapun yang menahan mereka untuk bersaksi. Hidup itu terlalu berharga untuk dihabiskan dengan mengeluh dan meratapi setiap kehilangan. Semua kenangan indah memang mengharu biru perasaan, tapi tidak membantu sama sekali untuk bertumbuh dalam iman dan kesaksian.

Apa yang sekarang ini terus memenjara diri kita dalam nostalgia? Apa yang membuat kita setiap kali tidak bisa maju, membuat kita merasa tak mampu lebih dari keadaan kita sekarang? Pesan Yesus supaya kita menjadi saksi bagi-Nya berarti bahwa kita harus berani melepaskan kelekatan kita pada kenangan-kenangan yang tak berguna. Memang tidak segampang diucapkan. Kenyataannya, kita sering merasa sayang untuk melepaskan sebuah keterikatan. Kita senang berandai-andai dan berharap bahwa masa lalu masih bisa terulang kembali. Bukankah dengan begitu kita takkan bisa mengayuh sepeda sendiri?

Kalau mau menjadi saksi Kristus, kita harus berani melangkah maju meski kadangkala kita harus melangkah sendiri. Dengan berani memulai sesuatu yang baru, berinisiatif dari diri sendiri, melihat dan menerima apa yang Tuhan rencanakan atas hidup kita, kita akan menginspirasi orang-orang di sekitar kita, dan ternyata kita tidak sendirian lagi. Seperti Tuhan telah naik dan tak dapat ditahan lagi, kita pun jangan mau ditahan oleh pikiran dan kelekatan dunia ini.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar