Date: Sat, 17 May 2014 12:45:24
Minggu Paskah V (A)
Kis 6:1-7, 1Ptr 2:4-9, Yoh 14:1-12
Oleh : Pst. H. Tedjoworo, OSC
Tidak semua orang bisa jadi guru. Tidak semua guru
bisa mengajar. Hanya beberapa guru
dalam hidup kita yang mengesan seumur hidup. Dari beberapa orang ini, kita sungguh-sungguh belajar
tentang kehidupan. Mereka tidak hanya
mengajarkan ilmu untuk kita hapalkan. Mereka, lebih lagi, menunjukkan 'bagaimana' kita bisa hidup kendati
harus menghadapi saat-saat paling sulit sekalipun.
Yang unik ialah bahwa seorang guru sejati tidak akan membuat muridnya 'tergantung' terus menerus
kepadanya. Ia mengajar, tapi melepaskan. Ia
menuntun, tapi mendewasakan. Ia mengasihi, tapi juga menumbuhkan cinta.
Kalau hidup kita ini sebuah ruang kelas, kita bisa
melihat siapa saja guru yang baik
itu. Namun, karena tak semua orang bisa jadi guru, ada kalanya mereka 'tidak sabar' terhadap kita atau
bahkan frustrasi terhadap persoalan yang
kita alami. Manakala ini terjadi, kita berpikir, guru pun manusia. Selalu ada kelemahan dan godaan yang
mempengaruhi. Hanya selangkah saja, mereka
bisa saja menyerah dan membiarkan orang lain kebingungan dengan masalahnya sendiri. Menjadi guru adalah
tantangan, tapi lebih menantang lagi dalam
kehidupan iman, ialah untuk tetap maju dan belajar meskipun nampaknya tidak banyak orang bisa menjadi 'guru'
kita.
Pertanyaan Tomas dan Filipus kepada Yesus dalam
Injil hari ini bisa disampaikan
oleh siapa saja. Tomas bertanya, "Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; bagaimana kami tahu jalan
ke situ?" Filipus meminta, "Tuhan, tunjukkanlah Bapa kepada kami, itu sudah cukup bagi kami."
Yesus menanggapi pertanyaan yang
mereka sampaikan pada perjamuan terakhir, dalam kegelisahan para murid bahwa Yesus akan pergi dari antara
mereka. Jawaban Yesus singkat dan
mengesan: "Akulah Jalan." Ia adalah guru yang sangat efektif
'menjawab' setiap pertanyaan dan
kegelisahan. Ia mengembalikan semua pertanyaan itu pada relasi dan kedekatan mereka tiap hari selama ini
dengan-Nya.
Tomas bertanya soal 'jalan', padahal sebelumnya ia
secara fatal mengatakan, "Mari
kita pergi untuk mati bersama dengan Dia!" (11:16). Filipus tidak merasa 'cukup' dengan Yesus, dan
sebelumnya saat menghadapi banyak orang ia
mengatakan, "Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk
mereka ini" (6:7). Tanggapan
Yesus terhadap kegelisahan mereka ini diringkas dalam kata-kata 'ginosko' (Yun.) yang berarti 'tahu dan mengenal',
tapi semata-mata karena kedekatan
relasi yang sangat intensif setiap hari. "Kamu tahu jalan ke situ; kamu mengenal Aku!" Mereka ini tiap
hari hidup bersama dengan Yesus,
makan dan bekerja bersama dengan-Nya. Jadi, bagaimana mungkin mereka masih bertanya mengenai 'jalan'
yang harus ditempuh dan masih merasa tidak
'cukup' dengan Yesus?
Kita pasti punya harapan yang tinggi, kadang-kadang
terlalu tinggi, terhadap orang-orang
yang kita anggap sebagai pembimbing kita. Kita berharap seperti murid-murid di sekolah terhadap
gurunya. Kalau bisa, kita mau terus menerus
dibimbing dan diperhatikan, karena itu jelas menyenangkan. Kita seperti orang-orang yang tidak mau jadi dewasa.
Ketika pembimbing mulai 'melepaskan' supaya
kita bersikap mandiri, kita malah menuntut mereka untuk tetap bertanggung jawab. Dan ketika
pembimbing menegur kita karena terlalu tergantung
padanya, kita mulai tidak suka dan menjelek-jelekkannya. Kecenderungan ini masih terjadi di dalam Gereja, dan dapat
mengaburkan pesan Paskah yang
meminta agar tiap orang bersaksi dengan setia.
Dalam Kisah Para Rasul (Bacaan I), kita mendengar
situasi pembagian kepada janda-janda
kelompok tertentu diabaikan dalam pelayanan. Para murid segera menanggapi hal itu dan mengangkat
sekelompok orang untuk tugas khusus itu. Meskipun
tanggapan ini sangat baik dalam hidup bersama jemaat, namun 'sungut-sungut' yang timbul bukanlah
suatu sikap yang baik. Protes yang muncul
dari dalam ini sebetulnya tidak perlu terjadi, seandainya jemaat tidak menggantungkan segala hal pada
penyelesaian para rasul. Bukankah jemaat
sendiri bisa berinisiatif dan bertindak? Kalau jemaat menamai dirinya Kristen, pengikut Kristus, mereka mesti
belajar untuk bertanggung jawab juga dengan
cara dan kemampuan mereka masing-masing.
Berkali-kali pesan Paskah disampaikan Yesus setelah
kebangkitan agar kita pergi kepada
saudara-saudara kita yang lain dan 'bersaksi'. Pesan Yesus ini tidak ditujukan kepada murid-murid-Nya
yang masih di 'sekolah dasar'. Pesan ini
ditujukan kepada kita yang "telah sekian lama bersama-sama dengan
Dia" dan karenanya
"sudah tahu jalan-Nya". Kita bukan anak kecil lagi. Kita sendiri mesti bertanggung jawab atas
situasi sekitar yang menuntut tanggapan iman
kita segera. Para murid Yesus, setelah kebangkitan, harus berani mengambil sikap dan kalau perlu
bertindak dengan inisiatif sendiri. Mereka
tidak bisa terus menerus bersembunyi di belakang Yesus.
Daripada mengritik guru dan pembimbing kita
masing-masing, jauh lebih sesuai kehendak
Yesus kita mulai bersaksi dalam pekerjaan kita. Kita sudah 'cukup' tahu dan mengenal Yesus. Kita sudah
tahu jalan-Nya. Tidak ada alasan lagi untuk
merasa gelisah dan ragu, sebab di manapun Yesus berada, di situ pula kita akan berada. Lakukan segala
sesuatu dengan percaya, sebab Ia sudah ada
di sana.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar