Sabtu, 12 Agustus 2017

Rasa Sayang dan Hormat

Date: August 12, 2017 at 1:31:46 PM GMT+8

Hari Raya SP Maria Diangkat ke Surga


Why 11:19a; 12:1.3-6a.10ab, 1Kor 15:20-26, Luk 1:39-56

Oleh : Pst. H Tedjoworo, OSC


Apakah surga itu segala-galanya? ‘Surga’ menjadi sesuatu yang diperebutkan setiap orang, bahkan menjadi sumber pertikaian dan pembenaran kekerasan antaragama. Karena surga – hal yang tak pernah kita ketahui – kita bisa bertengkar dan saling menyerang, berdebat dan saling mencemooh pendapat yang lain. Hanya sedikit yang menyadari, bahwa surga, selama itu pendapat manusia, ialah sebuah harapan. Ia adalah milik dan dalam kuasa Allah saja. Apapun yang kita katakan tentangnya semata-mata adalah permohonan, yang selalu berujung pada bisikan “tidak tahu”. Kita hanya tahu apa yang kita alami ketika masih hidup. Kita hanya tahu ‘surga’ yang kita temukan di dunia ini, di antara mereka yang kita kasihi. Kita percaya, bahwa ada orang-orang yang pernah “memberikan surga” kepada kita.


Iman kita pun memuat banyak harapan, tapi harapan itu menjadi salah ketika kita menjadikannya tuntutan. Kehidupan mudah sekali rusak karena tuntutan. Kejadian akhir-akhir ini ketika beberapa artis dan figur publik mengakhiri hidupnya sendiri menunjukkan iman yang keliru itu. Keputusan itu tidak menghargai kehidupan dan tidak menunjukkan rasa sayang kepada keluarga yang ditinggalkan. Mungkin kita pun menyesalkannya, tapi apakah pandangan iman kita dikoreksi?


Keempat Injil mendukung peran penting kaum perempuan, namun Lukas adalah yang paling jelas memperlihatkannya. Segera setelah didatangi Malaikat Gabriel, Maria segera ‘bangkit’ dan bergegas ke rumah Zakharia. Ia bukan hendak mengunjungi Zakharia, melainkan Elisabet. Elisabet pada waktu itu sedang mengandung Yohanes Pembaptis. Zakharia, meski telah didatangi seorang malaikat “tidak percaya” (1:20), dan karenanya menjadi bisu. Elisabet, sebaliknya, percaya, dan ketika mendengar salam Maria, ia pun “penuh dengan Roh Kudus”. Ia bahkan bernubuat tentang Maria dan Yesus yang dikandungnya, “Berbahagialah ia yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan,akan terlaksana”. Betapa kuatnya kehidupan di sana!


Sesudahnya, kita mendengar Maria bernyanyi memuji Allah. Di dalam nyanyiannya itu, Maria mengungkapkan kebahagiaan karena kehidupan yang begitu berharga diberikan Allah. Ia mengucapkan kata yang sama seperti diucapkan Elisabet, bahwa segala keturunan akan menyebutnya ‘berbahagia’ (Yun. ‘makarios’, terberkati). Kata yang sama ini pula kelak digunakan oleh Yesus ketika menyebut para murid-Nya orang-orang yang pantas disebut berbahagia, kendati mereka di mata dunia ini miskin, lapar, menangis, dibenci, dan dikucilkan (6:20-23). Yesus melihat bahwa surga adalah keadaan kita diberkati Allah.


Perhatikanlah sekitar kita. Demikian banyak orang yang kecewa. Karena harapan yang telah menjadi tuntutan dan tak terpenuhi, orang mudah sekali sakit hati. Dari kekecewaan yang kecil dan tersembunyi, muncullah berbagai reaksi serta kata-kata yang menyerang orang lain. Kadang-kadang bahkan sebelum ada kata-kata apapun, orang sudah tersinggung dan marah. Kita sendiri menciptakan keadaan yang seperti ini – keadaan yang jauh dari berkat Tuhan. Dan sebagian besar penyebabnya ialah: tuntutan. Kita menolong orang, tapi menunggu kata-kata “terima kasih”. Kita terlibat dalam pelayanan gereja, tapi sangat berharap nama kita dicantumkan sebagai ketua. Kita sepertinya tulus menyumbangkan kemampuan dan kekayaan, tapi juga sedih ketika orang tidak tahu dan tidak kenal siapa kita. Dari berbagai kekecewaan yang terpendam seperti itu, kita menjadi tidak bahagia, dan merasa makin jauh dari berkat Tuhan. Padahal sementara itu, jawaban Tuhan selalu diberikan-Nya, ketika kita masih hidup di dunia ini.


Paulus pernah mengaitkan keadaan berbahagia di surga dengan iman akan kebangkitan. Dalam suratnya kepada Jemaat di Korintus (Bacaan II), ia menyiratkan bahwa harapan akan surga (keselamatan abadi) ada dalam iman kita akan kebangkitan. “Kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia”, yakni Yesus Kristus. Setelah kebangkitan Yesus, kemudian menyusul juga kebangkitan mereka “yang menjadi milik-Nya”. Artinya, kalau kita adalah milik Kristus, kita pun akan mengalami surga, yakni kebangkitan seluruh diri kita di hadapan Allah. Tak ada yang lebih membahagiakan dari rahmat bahwa karena iman, kita disayangi dan dijadikan milik Kristus sendiri.


Hari ini kita merayakan Maria diangkat ke surga, sebuah penghormatan yang lahir dari iman akan rasa sayang Kristus terhadap bunda-Nya sendiri yang, seperti kita semua juga, adalah milik-Nya! Kita tidak tahu tentang surga, namun kita mengerti seperti apa bahagia itu, dan seperti apa keadaan terberkati itu dalam kehidupan ini. Kita mengalami rasa syukur ketika harapan kita dijawab Tuhan, namun juga ketika menjaganya agar tidak menjadi suatu tuntutan atau kekecewaan. Maria tak pernah meminta surga. Ia hanya percaya bahwa Tuhan memberkati dia. Kita pun sebenarnya diingatkan untuk mempercayakan diri kita dan siapapun di sekitar kita hanya dalam kasih Kristus.


Semoga kita tetap menghargai hidup dan menunjukkan rasa sayang serta hormat kita dengan memberkati orang lain. Semoga Yesus pun memandang kita sebagai milik-Nya dan menyebut kita berbahagia.


Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar