Hari Raya SP Maria
Diangkat ke Surga
Why 11:19a; 12:1.3-6a.10ab, 1Kor 15:20-26, Luk 1:39-56
Oleh : Pst. H Tedjoworo,
OSC
Apakah surga itu segala-galanya?
‘Surga’ menjadi sesuatu yang diperebutkan setiap orang, bahkan menjadi sumber
pertikaian dan pembenaran kekerasan antaragama. Karena surga – hal yang tak
pernah kita ketahui – kita bisa bertengkar dan saling menyerang, berdebat dan saling
mencemooh pendapat yang lain. Hanya sedikit yang menyadari, bahwa surga, selama
itu pendapat manusia, ialah sebuah harapan. Ia adalah milik dan dalam kuasa
Allah saja. Apapun yang kita katakan tentangnya semata-mata adalah permohonan,
yang selalu berujung pada bisikan “tidak tahu”. Kita hanya tahu apa yang kita
alami ketika masih hidup. Kita hanya tahu ‘surga’ yang kita temukan di dunia
ini, di antara mereka yang kita kasihi. Kita percaya, bahwa ada orang-orang yang
pernah “memberikan surga” kepada kita.
Iman kita pun memuat banyak
harapan, tapi harapan itu menjadi salah ketika kita menjadikannya tuntutan.
Kehidupan mudah sekali rusak karena tuntutan. Kejadian akhir-akhir ini ketika
beberapa artis dan figur publik mengakhiri hidupnya sendiri menunjukkan iman
yang keliru itu. Keputusan itu tidak menghargai kehidupan dan tidak menunjukkan
rasa sayang kepada keluarga yang ditinggalkan. Mungkin kita pun menyesalkannya,
tapi apakah pandangan iman kita dikoreksi?
Keempat Injil mendukung peran
penting kaum perempuan, namun Lukas adalah yang paling jelas memperlihatkannya.
Segera setelah didatangi Malaikat Gabriel, Maria segera ‘bangkit’ dan bergegas
ke rumah Zakharia. Ia bukan hendak mengunjungi Zakharia, melainkan Elisabet. Elisabet
pada waktu itu sedang mengandung Yohanes Pembaptis. Zakharia, meski telah
didatangi seorang malaikat “tidak percaya” (1:20), dan karenanya menjadi bisu.
Elisabet, sebaliknya, percaya, dan ketika mendengar salam Maria, ia pun “penuh
dengan Roh Kudus”. Ia bahkan bernubuat tentang Maria dan Yesus yang
dikandungnya, “Berbahagialah ia yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan
kepadanya dari Tuhan,akan terlaksana”. Betapa kuatnya
kehidupan di sana!
Sesudahnya, kita mendengar Maria
bernyanyi memuji Allah. Di dalam nyanyiannya itu, Maria mengungkapkan
kebahagiaan karena kehidupan yang begitu berharga diberikan Allah. Ia
mengucapkan kata yang sama seperti diucapkan Elisabet, bahwa segala keturunan
akan menyebutnya ‘berbahagia’ (Yun. ‘makarios’, terberkati). Kata yang sama ini
pula kelak digunakan oleh Yesus ketika menyebut para murid-Nya orang-orang yang
pantas disebut berbahagia, kendati mereka di mata dunia ini miskin, lapar,
menangis, dibenci, dan dikucilkan (6:20-23). Yesus melihat bahwa surga adalah
keadaan kita diberkati Allah.
Perhatikanlah sekitar kita.
Demikian banyak orang yang kecewa. Karena harapan yang telah menjadi tuntutan
dan tak terpenuhi, orang mudah sekali sakit hati. Dari kekecewaan yang kecil
dan tersembunyi, muncullah berbagai reaksi serta kata-kata yang menyerang orang
lain. Kadang-kadang bahkan sebelum ada kata-kata apapun, orang sudah tersinggung
dan marah. Kita sendiri menciptakan keadaan yang seperti ini – keadaan yang
jauh dari berkat Tuhan. Dan sebagian besar penyebabnya ialah: tuntutan. Kita
menolong orang, tapi menunggu kata-kata “terima kasih”. Kita terlibat dalam
pelayanan gereja, tapi sangat berharap nama kita dicantumkan sebagai ketua.
Kita sepertinya tulus menyumbangkan kemampuan dan kekayaan, tapi juga sedih
ketika orang tidak tahu dan tidak kenal siapa kita. Dari berbagai kekecewaan yang
terpendam seperti itu, kita menjadi tidak bahagia, dan merasa makin jauh dari
berkat Tuhan. Padahal sementara itu, jawaban Tuhan selalu diberikan-Nya, ketika
kita masih hidup di dunia ini.
Paulus pernah mengaitkan keadaan berbahagia
di surga dengan iman akan kebangkitan. Dalam suratnya kepada Jemaat di Korintus
(Bacaan II), ia menyiratkan bahwa harapan akan surga (keselamatan abadi) ada
dalam iman kita akan kebangkitan. “Kebangkitan orang mati datang karena satu orang
manusia”, yakni Yesus Kristus. Setelah kebangkitan Yesus, kemudian menyusul
juga kebangkitan mereka “yang menjadi milik-Nya”. Artinya, kalau kita adalah
milik Kristus, kita pun akan mengalami surga, yakni kebangkitan seluruh diri
kita di hadapan Allah. Tak ada yang lebih membahagiakan dari rahmat bahwa
karena iman, kita disayangi dan dijadikan milik Kristus sendiri.
Hari ini kita merayakan Maria
diangkat ke surga, sebuah penghormatan yang lahir dari iman akan rasa sayang
Kristus terhadap bunda-Nya sendiri yang, seperti kita semua juga, adalah
milik-Nya! Kita tidak tahu tentang surga, namun kita mengerti seperti apa
bahagia itu, dan seperti apa keadaan terberkati itu dalam kehidupan ini. Kita
mengalami rasa syukur ketika harapan kita dijawab Tuhan, namun juga ketika menjaganya
agar tidak menjadi suatu tuntutan atau kekecewaan. Maria tak pernah meminta
surga. Ia hanya percaya bahwa Tuhan memberkati dia. Kita pun sebenarnya
diingatkan untuk mempercayakan diri kita dan siapapun di sekitar kita hanya
dalam kasih Kristus.
Semoga kita tetap menghargai
hidup dan menunjukkan rasa sayang serta hormat kita dengan memberkati orang
lain. Semoga Yesus pun memandang kita sebagai milik-Nya dan menyebut kita
berbahagia.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar