Sabtu, 19 Mei 2018

Penolong Di Saat Sulit


19-05-2018 Hari Raya Pentakosta (B)

“PENOLONG DI SAAT SULIT”
Kis 2:1-11, Gal 5:16-25, Yoh 15:26-27; 16:12-15
oleh : Pst. H. Tedjoworo, OSC
 
Ada situasi yang membuat kita merasa familier, terulang kembali. Kalau itu adalah situasi yang tidak menyenangkan, dalam hati kita seperti muncul ‘alarm’, sebuah nada peringatan. Kita diperingatkan untuk bersiap, sebab peristiwa yang akan terjadi membutuhkan kekuatan serta keyakinan lebih besar. Meskipun begitu, ketika mengalaminya sendiri, kita sering kali masih tidak siap. Dan pada saat itu, kita akan memandang semua orang di sekitar kita, berharap ada yang mengulurkan tangan dan mendukung kita. Ketika ada satu wajah saja tersenyum dan memberi bantuan, saat itu juga kita akan bersyukur dan memuji Tuhan tanpa henti.

Tak ada kejadian yang begitu ilahi selain datangnya pertolongan pada saat yang genting. Karena itu, kita dapat lekas membedakan antara iman dalam pengajaran dan iman dalam pengalaman. Yang terakhir ini tidak dapat dijelaskan, tidak mungkin dipahami pikiran kita. Apakah kita lebih banyak berpikir atau lebih banyak percaya dalam kehidupan sehari-hari kita? Pengalaman iman bukanlah sebuah pengulangan.

Bagian Injil Yohanes yang kita dengar hari ini, lebih dari sekadar pengajaran Yesus mengenai Roh Kudus, adalah kenyataan yang dialami para murid karena iman mereka. Telah sekian lama mereka bersama-sama dengan Yesus, dan di antara mereka tumbuh kesadaran bahwa Allah selalu menunjukkan jalan dalam situasi apapun! Selama ini Roh Allah hadir dalam diri Yesus, namun Yesus mengingatkan bahwa sekarang merekalah yang harus bersaksi, “karena kamu dari semula bersama-sama dengan Aku”.

Berkali-kali Yesus menegaskan bahwa Roh Kudus itu akan memimpin para murid ke dalam seluruh kebenaran, menyampaikan sabda-Nya, dan memberitakan kepada mereka hal-hal yang akan datang. Para murid hampir tidak perlu melakukan apa-apa, selain percaya pada bimbingan Roh itu! Perkataan Yesus di sini sungguh-sungguh menghadirkan ketiga pribadi Allah Tritunggal ‘sebagai’ pengalaman iman yang konkret bagi para murid. Dan semuanya itu dikatakan-Nya persis menjelang peristiwa salib, pada perjamuan malam terakhir. Keadaan yang sulit akan segera terjadi, dan para murid Yesus tetap didampingi serta ditolong oleh Roh Allah sendiri. Percaya, itu berarti mengizinkan Allah berjalan bersama kita.

Di masa kini, masih adakah tindakan menolong yang tidak dibatasi oleh perbedaan? Mungkin kita pernah ingin menolong seseorang, tetapi karena melihat bahwa ia dari suku, agama, atau ras lain, kita mengurungkan niat kita. Meskipun dalam hati kita berharap ada orang lain yang akan menolongnya, ternyata keputusan kita masih dibatasi oleh soal perbedaan. Di televisi pernah ditayangkan seorang politikus yang dihakimi secara tidak adil, dipeluk oleh keluarga angkatnya yang beragama lain. Pemandangan itu mengharukan, sekaligus mempertanyakan diri kita asing-masing. Tindakan iman bukanlah perkara agama atau gereja kita sendiri. Iman adalah bagian dari kemanusiaan kita yang utuh. Jika mau mulai dari relasi dengan mereka yang tinggal di lingkungan sekitar, kita bisa meneliti diri kembali, siapakah yang kita tolong akhir-akhir ini? Atau, di dalam lingkup pelayanan kristiani, kelompok apa saja yang kita bantu dan kita dukung sepenuh hati? Kalau kita hanya menolong orang atau kelompok yang kita sukai saja, hal itu pun dilakukan oleh banyak orang yang bukan pengikut Kristus.

Peristiwa turunnya Roh Kudus yang dicatat dalam Kisah Para Rasul (Bacaan I) mengubah para rasul untuk selamanya. Sejak itu mereka tidak lagi berdebat dengan siapapun, tapi membiarkan diri digerakkan Roh Allah, untuk menyatukan berbagai bangsa. Semua orang yang berkumpul di Yerusalem terheran-heran karena para rasul berbicara dengan ‘bahasa’ yang dimengerti oleh berbagai bangsa. Apapun bahasa mereka, banyak orang itu dapat mengerti perkataan mereka, tentang “perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan oleh Allah”. Kalau Roh Kudus menggerakkan, Ia akan selalu mendorong manusia untuk tidak membeda-bedakan dan hanya mengusahakan kesatuan.

Di Hari Raya Pentakosta ini kita masing-masing ditantang oleh Roh Allah, untuk bersaksi di saat-saat sulit, serta belajar menolong siapapun melampaui berbagai perbedaan. Setiap perjumpaan yang akan kita alami selalu unik, dan tindakan iman kita pada saat itu pun bukan suatu pengulangan. Allah kita hadir dan bertindak secara nyata dalam diri Roh Kudus. Kendati Ia tidak tampak, pengaruh dan kehadiran-Nya kita rasakan terutama di masa-masa krisis. Kita mungkin masih akan merasa tidak siap menghadapi kejadian tertentu, namun kepercayaan kita pada kuasa Roh Allah itu, akan mengundang tanggapan yang terbaik.

Semoga hati kita selalu terbuka untuk dibimbing oleh Roh Kudus, dan kita sendiri pun mau menjadi penolong bagi siapapun, tanpa melihat perbedaan. Allah selalu hadir pada waktu-Nya.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar