"KETIKA HARI MASIH GELAP"
Kis 10:34.37-43, Kol 3:1-4, Yoh 20:1-9
Oleh Pst. Hadrianus
Tedjoworo, OSC
Jean-Paul Sartre, seorang filsuf ateis terkenal dari beberapa puluh
tahun yang lalu, pernah menulis
sebuah drama. Drama yang berjudul "Huis Clos" (Prc. "Tak Ada Jalan Keluar") memberi gambaran paling
tragis apa artinya hidup di dunia
tanpa harapan dan tanpa sukacita. Tiga tokoh dalam dramanya, yang dikutuk masuk neraka, diantar oleh
pelayan ke sebuah ruang tamu yang hangat
dan menyenangkan. Mereka terkejut karena di neraka tidak ada api dan belerang, dan saling berkomentar betapa
menyenangkan sekarang neraka itu.
Tapi lambat laun, mereka mulai menyadari ada yang salah dengan semua
itu. Mereka memutuskan untuk tidak
bicara lagi satu dengan yang lain, dan di
situlah mereka merasa terjebak. Tidak ada jalan keluar dari sana!
Akhirnya mereka menyadari, neraka
yang sesungguhnya ialah diri mereka masing-masing. Siksaan yang paling ngeri ialah tidak adanya jalan keluar,
sebuah kegelapan tanpa kemungkinan
dan harapan.
Beberapa kisah hidup kita mungkin bisa menjadi sebuah drama yang
tragis juga, setidak-tidaknya
kalau kita mau jujur. Mungkin itu sebabnya sinetron selalu punya cerita yang akan tetap ditonton orang karena
tragis, disukai karena membuat
kita menangis. Beberapa situasi yang pernah atau bahkan masih kita alami, bagaikan ruang tamu yang
menjebak kita karena sekali masuk tidak menyediakan
pintu keluar. Benarkah tidak ada jalan keluar? Atau jangan-jangan kita sendiri yang tidak melihat, atau tidak
menerima, gajah di pelupuk mata
kita? Alangkah sulitnya menemukan sebuah alternatif yang paling redup sekalipun manakala hati kita,
mata kita, gelap gulita.
Injil Yohanes yang kita dengar pada hari ini tidak menampilkan Yesus.
Yang ada adalah sebuah 'setting',
sebuah suasana, sebuah peristiwa, dan itu
seakan-akan hanyalah sebuah peristiwa 'kecurian'. "Pada hari
pertama minggu itu, pagi-pagi
benar ketika hari masih gelap..." Ketika hari masih gelap, semua orang masih tertidur, karena
letih dan pupusnya harapan setelah Yesus wafat
di salib. Tapi Maria Magdalena, sudah terbangun dan pergi ke kubur Yesus, dituntun oleh rasa cinta yang
pernah diungkapkannya begitu indah ketika
dulu mengurapi kaki Yesus dengan minyak wangi. Maria berjalan dalam kegelapan subuh. Banyak orang bisa
berjalan di siang hari, tapi hanya orang yang beriman mampu berjalan dalam kegelapan.
Di sepanjang jalan, dalam pikiran Maria, berputar kebingungan soal
bagaimana menggulingkan batu
penutup kubur itu. Tetapi, ketika sampai di kubur dan melihat batu telah terguling, ia segera mengira bahwa jenazah
Tuhan telah diambil orang dan
entah di mana Ia diletakkan. Ketika Petrus dan murid yang lain pun sampai ke kubur, mereka
melihat kejanggalan yang lain, yakni bahwa
kain kapan terletak di tanah, dan kain peluh sudah tergulung rapih agak
di samping. Mana ada pencuri
jenazah yang sempat-sempatnya melakukan semuanya itu? Ini bukan pekerjaan manusia. Dan dalam kegelapan pagi itu,
Tuhan sudah bekerja, membuka
jalan: Ia hadir, saat hari masih gelap.
Entah berapa kali kita merasa seperti terjebak dalam sebuah ruangan
atau kegelapan yang tidak
menyisakan jalan keluar. Bagi beberapa orang, Paskah tidak selalu membawa kegembiraan dan kelegaan. Bagi beberapa
orang, Paskah, seperti hari-hari
yang lalu, adalah kesedihan, kemarahan, kebencian, kepalsuan, kekejaman yang sungguh-sungguh menekan hati. Tidak
ada yang menawarkan jalan keluar
bagi mereka. Tidak ada yang membela di depan orang-orang yang menindas mereka. Soalnya ialah harus ada yang
membantu mereka tapi semua orang
sedang sibuk merayakan Paskah mereka sendiri. Mestinya ada kepedulian penuh risiko yang kita ambil, tapi
kenyataannya kita hanya pemain
drama yang mau mengambil peran yang menyenangkan saja.
Petrus, dalam Kisah Para Rasul (bacaan I), mengatakan dengan yakin
bahwa "kami adalah saksi dari
segala sesuatu yang diperbuat Yesus." Paulus, dalam suratnya kepada umat di Kolose (bacaan II), mengajak kita
memikirkan "perkara yang di
atas", bukan yang di bumi saja, dan bahwa "kita telah mati" dan hidup kita kini tersembunyi bersama
dengan Kristus di dalam Allah. Keduanya
mengingatkan kita betapa sulitnya seseorang yang sudah mengalami Yesus yang bangkit untuk diam saja di
hadapan kegelapan dunia yang menimpa sesamanya.
Paskah selalu adalah 'kesaksian', tapi bukan untuk diri sendiri, melainkan untuk membawa terang, memberi
jalan keluar, bagi mereka yang masih terjebak
dan tertindas di bumi. Bagaimana kita sendiri membukakan jalan bagi orang lain yang tidak mampu melihat
alternatif apapun?
"Ketika hari masih gelap," Maria Magdalena sudah berjalan
dengan imannya. Ia dan kedua murid
yang lain kemudian justru menyadari bahwa Allah sudah bekerja di saat pikiran mereka buntu karena peristiwa salib.
Allah Bapa membangkitkan Yesus
ketika kita masih terlelap dalam letih dan bingung. Ia memang selalu bekerja di saat-saat kritis hidup kita. Ia
memberikan alternatif-alternatif
yang hanya bisa dilihat dan dialami kalau kita mau bertahan lebih lama dengan iman. Tetapi, kalau kita sudah mampu
bersaksi, jangan lupa bekerja,
untuk membukakan jalan bagi mereka yang masih terjebak kegelapan. Berjalanlah, meskipun hari masih gelap.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar