Sabtu, 30 Maret 2013

Kebangkitan Tuhan (C)


"KETIKA HARI MASIH GELAP"
Kis 10:34.37-43, Kol 3:1-4, Yoh 20:1-9
Oleh Pst. Hadrianus Tedjoworo, OSC

Jean-Paul Sartre, seorang filsuf ateis terkenal dari beberapa puluh tahun yang lalu, pernah menulis sebuah drama. Drama yang berjudul "Huis Clos" (Prc. "Tak Ada Jalan Keluar") memberi gambaran paling tragis apa artinya hidup di dunia tanpa harapan dan tanpa sukacita. Tiga tokoh dalam dramanya, yang dikutuk masuk neraka, diantar oleh pelayan ke sebuah ruang tamu yang hangat dan menyenangkan. Mereka terkejut karena di neraka tidak ada api dan belerang, dan saling berkomentar betapa menyenangkan sekarang neraka itu.

Tapi lambat laun, mereka mulai menyadari ada yang salah dengan semua itu. Mereka memutuskan untuk tidak bicara lagi satu dengan yang lain, dan di situlah mereka merasa terjebak. Tidak ada jalan keluar dari sana! Akhirnya mereka menyadari, neraka yang sesungguhnya ialah diri mereka masing-masing. Siksaan yang paling ngeri ialah tidak adanya jalan keluar, sebuah kegelapan tanpa kemungkinan dan harapan.

Beberapa kisah hidup kita mungkin bisa menjadi sebuah drama yang tragis juga, setidak-tidaknya kalau kita mau jujur. Mungkin itu sebabnya sinetron selalu punya cerita yang akan tetap ditonton orang karena tragis, disukai karena membuat kita menangis. Beberapa situasi yang pernah atau bahkan masih kita alami, bagaikan ruang tamu yang menjebak kita karena sekali masuk tidak menyediakan pintu keluar. Benarkah tidak ada jalan keluar? Atau jangan-jangan kita sendiri yang tidak melihat, atau tidak menerima, gajah di pelupuk mata kita? Alangkah sulitnya menemukan sebuah alternatif yang paling redup sekalipun manakala hati kita, mata kita, gelap gulita.

Injil Yohanes yang kita dengar pada hari ini tidak menampilkan Yesus. Yang ada adalah sebuah 'setting', sebuah suasana, sebuah peristiwa, dan itu seakan-akan hanyalah sebuah peristiwa 'kecurian'. "Pada hari pertama minggu itu, pagi-pagi benar ketika hari masih gelap..." Ketika hari masih gelap, semua orang masih tertidur, karena letih dan pupusnya harapan setelah Yesus wafat di salib. Tapi Maria Magdalena, sudah terbangun dan pergi ke kubur Yesus, dituntun oleh rasa cinta yang pernah diungkapkannya begitu indah ketika dulu mengurapi kaki Yesus dengan minyak wangi. Maria berjalan dalam kegelapan subuh. Banyak orang bisa berjalan di siang hari, tapi hanya orang yang beriman mampu berjalan dalam kegelapan.

Di sepanjang jalan, dalam pikiran Maria, berputar kebingungan soal bagaimana menggulingkan batu penutup kubur itu. Tetapi, ketika sampai di kubur dan melihat batu telah terguling, ia segera mengira bahwa jenazah Tuhan telah diambil orang dan entah di mana Ia diletakkan. Ketika Petrus dan murid yang lain pun sampai ke kubur, mereka melihat kejanggalan yang lain, yakni bahwa kain kapan terletak di tanah, dan kain peluh sudah tergulung rapih agak di samping. Mana ada pencuri jenazah yang sempat-sempatnya melakukan semuanya itu? Ini bukan pekerjaan manusia. Dan dalam kegelapan pagi itu, Tuhan sudah bekerja, membuka jalan: Ia hadir, saat hari masih gelap.

Entah berapa kali kita merasa seperti terjebak dalam sebuah ruangan atau kegelapan yang tidak menyisakan jalan keluar. Bagi beberapa orang, Paskah tidak selalu membawa kegembiraan dan kelegaan. Bagi beberapa orang, Paskah, seperti hari-hari yang lalu, adalah kesedihan, kemarahan, kebencian, kepalsuan, kekejaman yang sungguh-sungguh menekan hati. Tidak ada yang menawarkan jalan keluar bagi mereka. Tidak ada yang membela di depan orang-orang yang menindas mereka. Soalnya ialah harus ada yang membantu mereka tapi semua orang sedang sibuk merayakan Paskah mereka sendiri. Mestinya ada kepedulian penuh risiko yang kita ambil, tapi kenyataannya kita hanya pemain drama yang mau mengambil peran yang menyenangkan saja.

Petrus, dalam Kisah Para Rasul (bacaan I), mengatakan dengan yakin bahwa "kami adalah saksi dari segala sesuatu yang diperbuat Yesus." Paulus, dalam suratnya kepada umat di Kolose (bacaan II), mengajak kita memikirkan "perkara yang di atas", bukan yang di bumi saja, dan bahwa "kita telah mati" dan hidup kita kini tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah. Keduanya mengingatkan kita betapa sulitnya seseorang yang sudah mengalami Yesus yang bangkit untuk diam saja di hadapan kegelapan dunia yang menimpa sesamanya. Paskah selalu adalah 'kesaksian', tapi bukan untuk diri sendiri, melainkan untuk membawa terang, memberi jalan keluar, bagi mereka yang masih terjebak dan tertindas di bumi. Bagaimana kita sendiri membukakan jalan bagi orang lain yang tidak mampu melihat alternatif apapun?

"Ketika hari masih gelap," Maria Magdalena sudah berjalan dengan imannya. Ia dan kedua murid yang lain kemudian justru menyadari bahwa Allah sudah bekerja di saat pikiran mereka buntu karena peristiwa salib. Allah Bapa membangkitkan Yesus ketika kita masih terlelap dalam letih dan bingung. Ia memang selalu bekerja di saat-saat kritis hidup kita. Ia memberikan alternatif-alternatif yang hanya bisa dilihat dan dialami kalau kita mau bertahan lebih lama dengan iman. Tetapi, kalau kita sudah mampu bersaksi, jangan lupa bekerja, untuk membukakan jalan bagi mereka yang masih terjebak kegelapan. Berjalanlah, meskipun hari masih gelap.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar