Minggu Paska II (C)
Kis 5:12-16, Why 1:9-11a.12-13.17-19, Yoh 20:19-31
oleh P. H. Tedjoworo OSC
Apapun bisa menjadi sumber ketakutan kita. Ada yang takut air, takut terbang, takut menjadi tua, takut mati, takut jatuh sakit, sampai takut pada hal-hal yang aneh-aneh. Alasannya selalu datang belakangan, meskipun penyebabnya bisa diselidiki secara medis dan psikologis. Bagaimana kalau ternyata penyebab dari segala macam ketakutan itu sesuatu dalam hal iman? Orang mulai tertawa. Tidak mungkin sesederhana itu, kata mereka. Begitulah akhirnya kita mencari penyebab yang spesifik, dan mencoba menyembuhkannya pula dengan obat atau latihan tertentu. Yang jelas, ketakutan adalah sesuatu yang sangat riil dalam hidup kita, dan tak pernah sembuh sama sekali, kecuali, mungkin, oleh sesuatu yang akan kita renungkan hari ini.
Ketakutan dan perasaan terancam, mungkin tak banyak
beda. Sebuah gambaran dari
literatur sastra melukiskan seseorang yang dikejar-kejar seekor harimau sampai di pinggir jurang. Di sana ia
bergelantungan pada sebuah akar pohon yang
menjuntai dan melihat bahwa di dasar sana sudah menunggu seekor singa yang hendak memangsanya. Tidak ada
pilihan. Tidak ada yang menolong. Tidak ada
keyakinan apapun untuk melawan penyerang-penyerangnya itu. Masalahnya, ketakutan dan perasaan terancam itu
sungguh riil dan 'masuk akal' bagi yang mengalaminya.
Hampir selalu itu menggiring pada pemikiran "tidak ada yang mengerti persoalan saya dan membantu
saya lepas dari masalah ini." Apa yang
kira-kira Tuhan akan lakukan terhadapnya?
Para murid Yesus, setelah Paskah, sering
digambarkan tidak lekas percaya pada
berita-berita kehadiran Yesus yang bangkit. Tentu saja banyak catatan 'negatif' tentang ketidakpercayaan
mereka. Tapi benarkah hal itu semata-mata
negatif? Nanti dulu. Rasa takut terhadap para penguasa Yahudi dan Romawi bukan sekedar sebuah kondisi psikis.
Rasa takut itu demikian nyata di mata mereka
sebab orang-orang itulah yang telah berkuasa menyalibkan Yesus, Guru dan Tuhan mereka! Kalau Guru dan Tuhan
mereka pun dapat dikalahkan, apalagi mereka
yang hanya pengikut-pengikut-Nya!
Thomas pun seorang murid yang ketakutan seperti
yang lainnya. Mudah bagi kita
menyalahkan ketidakpercayaannya, tetapi ia mengalami juga perasaan terancam akan mengalami nasib yang sama
dengan gurunya. Ia harus berjumpa sendiri
dengan Yesus yang bangkit supaya ia 'melihat' (Yun. 'eido'), yang bagi Yohanes penginjil selalu berarti
'mengerti' dan 'percaya'. Tetapi sebelum
sampai ke situ, ia dan para murid yang lain harus diberi sesuatu oleh Yesus yang bangkit. Sesuatu itu
ialah: damai dan hembusan Roh Kudus! Damai
(Yun. 'eirene') sebenarnya adalah kekuatan dan jaminan di tengah situasi yang menakutkan. Yesus
'menghembusi' (Yun. 'emphusao') mereka dengan Roh Kudus, dan kata ini satu-satunya yang terdapat di seluruh
kitab Perjanjian Baru, yang
berasal dari kitab Kejadian (2:7). Yesus memberi mereka kehidupan, entah dalam situasi menakutkan apapun yang
dihadapi!
Kekuatan, hanya datang dari Allah, bukan dari
manusia. Itu sebabnya begitu banyak
persoalan yang kita hadapi seringkali tidak pernah selesai, karena kita juga tak pernah meminta kekuatan
itu dari Allah. Kita mudah terpancing untuk
berdoa meminta penyelesaian, dan bukannya meminta kekuatan untuk melalui sebuah kesulitan. Ancaman dan
serangan dari manapun akan selalu ada. Intimidasi
dan tekanan akan terus kita alami, di manapun. Kejahatan dari dirinya sendiri tak pernah puas
memojokkan dan menyerang kita. Mungkin kita
tergoda untuk mempertanyakan, apa gunanya merayakan Paskah kalau
lingkungan dan hal-hal di sekitar
kita tetap menakutkan dan mengecilkan hati?
Para rasul, dalam Kisah Para Rasul (bacaan I),
melakukan banyak tanda dan mukjizat.
Mereka dan semua orang percaya "selalu berkumpul di Serambi Salomo dalam persekutuan erat."
Persekutuan dengan semua orang yang percaya (pada Yesus yang bangkit) itulah yang menghadirkan Yesus kembali,
mendatangkan kekuatan dan
keberanian lagi dan lagi, untuk tetap bersaksi, menyembuhkan orang sakit dan yang diganggu roh
jahat. Apa yang mereka lakukan itu persis
sama dengan yang pernah dilakukan Yesus dahulu! Betapa adil Tuhan
menyertai mereka yang dulu pernah
hidup dalam ketakutan ini. Mereka yang menerima keberanian iman, 'melihat' keadilan Tuhan!
Perjumpaan kita dengan Yesus yang bangkit hanya
terjadi dalam persekutuan dengan
semua saudara kita yang percaya. Jagalah persekutuan dengan mereka itu, di tengah situasi apapun yang
nampaknya tidak ada harapan dan terlalu menakutkan.
Di sana juga Yesus akan selalu hadir dan menawarkan, "Damai sejahtera bagimu!"
Mari kita ingat baik-baik, damai yang diberikan
Yesus bukanlah rasa damai yang
menggampangkan persoalan. Ia sesunggunya memberikan keberanian dan jaminan, "Terimalah kekuatan dan
keadilan-Ku!" Menarik bahwa Injil Yohanes mencatat bukan hanya pengampunan, tetapi juga keadaan ketika
"dosa seseorang tetap
ada." Artinya, dalam situasi bahwa pengampunan kita pun tidak mampu mengusir kejahatan, maka Tuhan, dan
hanya Tuhan, akan melakukan keadilan-Nya.
Kita, yang belum melihat namun berani untuk percaya, akan 'melihat' keadilan Tuhan.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar