Sabtu, 06 April 2013

Terimalah Kekuatan dan Keadilan-Ku



Minggu Paska II (C)
Kis 5:12-16, Why 1:9-11a.12-13.17-19, Yoh 20:19-31
oleh P. H. Tedjoworo OSC

Apapun bisa menjadi sumber ketakutan kita. Ada yang takut air, takut terbang, takut menjadi tua, takut mati, takut jatuh sakit, sampai takut pada hal-hal yang aneh-aneh. Alasannya selalu datang belakangan, meskipun penyebabnya bisa diselidiki secara medis dan psikologis. Bagaimana kalau ternyata penyebab dari segala macam ketakutan itu sesuatu dalam hal iman? Orang mulai tertawa. Tidak mungkin sesederhana itu, kata mereka. Begitulah akhirnya kita mencari penyebab yang spesifik, dan mencoba menyembuhkannya pula dengan obat atau latihan tertentu. Yang jelas, ketakutan adalah sesuatu yang sangat riil dalam hidup kita, dan tak pernah sembuh sama sekali, kecuali, mungkin, oleh sesuatu yang akan kita renungkan hari ini.

Ketakutan dan perasaan terancam, mungkin tak banyak beda. Sebuah gambaran dari literatur sastra melukiskan seseorang yang dikejar-kejar seekor harimau sampai di pinggir jurang. Di sana ia bergelantungan pada sebuah akar pohon yang menjuntai dan melihat bahwa di dasar sana sudah menunggu seekor singa yang hendak memangsanya. Tidak ada pilihan. Tidak ada yang menolong. Tidak ada keyakinan apapun untuk melawan penyerang-penyerangnya itu. Masalahnya, ketakutan dan perasaan terancam itu sungguh riil dan 'masuk akal' bagi yang mengalaminya. Hampir selalu itu menggiring pada pemikiran "tidak ada yang mengerti persoalan saya dan membantu saya lepas dari masalah ini." Apa yang kira-kira Tuhan akan lakukan terhadapnya?

Para murid Yesus, setelah Paskah, sering digambarkan tidak lekas percaya pada berita-berita kehadiran Yesus yang bangkit. Tentu saja banyak catatan 'negatif' tentang ketidakpercayaan mereka. Tapi benarkah hal itu semata-mata negatif? Nanti dulu. Rasa takut terhadap para penguasa Yahudi dan Romawi bukan sekedar sebuah kondisi psikis. Rasa takut itu demikian nyata di mata mereka sebab orang-orang itulah yang telah berkuasa menyalibkan Yesus, Guru dan Tuhan mereka! Kalau Guru dan Tuhan mereka pun dapat dikalahkan, apalagi mereka yang hanya pengikut-pengikut-Nya!

Thomas pun seorang murid yang ketakutan seperti yang lainnya. Mudah bagi kita menyalahkan ketidakpercayaannya, tetapi ia mengalami juga perasaan terancam akan mengalami nasib yang sama dengan gurunya. Ia harus berjumpa sendiri dengan Yesus yang bangkit supaya ia 'melihat' (Yun. 'eido'), yang bagi Yohanes penginjil selalu berarti 'mengerti' dan 'percaya'. Tetapi sebelum sampai ke situ, ia dan para murid yang lain harus diberi sesuatu oleh Yesus yang bangkit. Sesuatu itu ialah: damai dan hembusan Roh Kudus! Damai (Yun. 'eirene') sebenarnya adalah kekuatan dan jaminan di tengah situasi yang menakutkan. Yesus 'menghembusi' (Yun. 'emphusao') mereka dengan Roh Kudus, dan kata ini satu-satunya yang terdapat di seluruh kitab Perjanjian Baru, yang berasal dari kitab Kejadian (2:7). Yesus memberi mereka kehidupan, entah dalam situasi menakutkan apapun yang dihadapi!

Kekuatan, hanya datang dari Allah, bukan dari manusia. Itu sebabnya begitu banyak persoalan yang kita hadapi seringkali tidak pernah selesai, karena kita juga tak pernah meminta kekuatan itu dari Allah. Kita mudah terpancing untuk berdoa meminta penyelesaian, dan bukannya meminta kekuatan untuk melalui sebuah kesulitan. Ancaman dan serangan dari manapun akan selalu ada. Intimidasi dan tekanan akan terus kita alami, di manapun. Kejahatan dari dirinya sendiri tak pernah puas memojokkan dan menyerang kita. Mungkin kita tergoda untuk mempertanyakan, apa gunanya merayakan Paskah kalau lingkungan dan hal-hal di sekitar kita tetap menakutkan dan mengecilkan hati?

Para rasul, dalam Kisah Para Rasul (bacaan I), melakukan banyak tanda dan mukjizat. Mereka dan semua orang percaya "selalu berkumpul di Serambi Salomo dalam persekutuan erat." Persekutuan dengan semua orang yang percaya (pada Yesus yang bangkit) itulah yang menghadirkan Yesus kembali, mendatangkan kekuatan dan keberanian lagi dan lagi, untuk tetap bersaksi, menyembuhkan orang sakit dan yang diganggu roh jahat. Apa yang mereka lakukan itu persis sama dengan yang pernah dilakukan Yesus dahulu! Betapa adil Tuhan menyertai mereka yang dulu pernah hidup dalam ketakutan ini. Mereka yang menerima keberanian iman, 'melihat' keadilan Tuhan!

Perjumpaan kita dengan Yesus yang bangkit hanya terjadi dalam persekutuan dengan semua saudara kita yang percaya. Jagalah persekutuan dengan mereka itu, di tengah situasi apapun yang nampaknya tidak ada harapan dan terlalu menakutkan. Di sana juga Yesus akan selalu hadir dan menawarkan, "Damai sejahtera bagimu!"

Mari kita ingat baik-baik, damai yang diberikan Yesus bukanlah rasa damai yang menggampangkan persoalan. Ia sesunggunya memberikan keberanian dan jaminan, "Terimalah kekuatan dan keadilan-Ku!" Menarik bahwa Injil Yohanes mencatat bukan hanya pengampunan, tetapi juga keadaan ketika "dosa seseorang tetap ada." Artinya, dalam situasi bahwa pengampunan kita pun tidak mampu mengusir kejahatan, maka Tuhan, dan hanya Tuhan, akan melakukan keadilan-Nya. Kita, yang belum melihat namun berani untuk percaya, akan 'melihat' keadilan Tuhan.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar