Minggu Paskah IV (C)
Kis 13:14.43-52, Why 7:9.14b-17, Yoh 10:27-30
Oleh Pst. H. Tedjoworo, OSC
Lazimnya istilah 'ajaib' itu diterakan pada
kejadian yang memukau, mengherankan.
Tapi kadang-kadang terjadi pergeseran diksi yang aneh sekaligus segar. Istilah 'ajaib' ternyata bisa dipakai untuk
menggambarkan perubahan kelakuan
atau raut muka seseorang, dalam arti yang kurang baik. Kita hanya mengambil aspek keterkejutan di dalamnya gara-gara
sikap seseorang yang tiba-tiba
berubah terhadap kita. Semula ia ramah dan banyak bercerita tentang segala hal, esok harinya ketika berpapasan di
jalan tiba-tiba melengos, seperti
tidak pernah kenal. "Ajaib," begitu komentar kita. Keterkejutan itu lebih disebabkan perasaan heran dalam
diri kita, sambil bertanya-tanya,
"Apa salah saya sehingga ia tiba-tiba berubah seperti itu?"
Memang tidak selalu itu salah kita. Yang lebih
sering terjadi ialah, orang terhasut
oleh berita atau pembicaraan lain. Karena lebih percaya pada isu dan bisik-bisik di belakang, orang
berubah sikap. Dari ramah jadi sebal, dari
memuja jadi sinis, dari akrab jadi menghindar. Mengapa orang mudah terhasut? Hampir pasti karena tidak
mampu membedakan, mana suara yang bisa dipercaya
dan mana yang tidak. Apa yang didengar tidak dicari sumbernya, tidak kritis lagi. Apalagi kalau yang
menceritakan pintar mempengaruhi orang,
akan semakin banyak lagi yang terhasut untuk percaya dan berubah sikap. Sayangnya, itulah dunia kita
ini, penuh dengan perubahan-perubahan 'ajaib'.
Injil pendek yang kita dengar hari ini tidak
sependek makna yang disampaikan Yohanes
di sepanjang Injilnya. Kata-kata Yesus tentang diri-Nya sebagai gembala dan domba-domba yang mengenal
suara-Nya sudah didahului tekanan terus
menerus dari orang-orang Yahudi tentang apakah Yesus itu Mesias atau bukan. Ini bukan sekadar pertanyaan
mengenai identitas Yesus, tetapi provokasi
agar Yesus terpancing untuk menghujat Allah. Mereka meminta definisi, Yesus menunjukkan bukti:
pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan-Nya adalah
pekerjaan-pekerjaan Bapa. Seharusnya itu tak bisa disangkal lagi.
Kesatuan Yesus dengan Bapa-Nya adalah jaminan yang
melebihi perkataan manapun. Ia
menyebut bahwa pekerjaan-Nya dan Bapa itu adalah 'kesaksian' (Yun. 'marturei', lih. 'martir') tentang
diri-Nya sendiri! Jadi, mereka yang percaya
kepada-Nya cukup mengandalkan pekerjaan-pekerjaan Yesus itu dan mereka ini akan dijaga dan dilindungi
habis-habisan oleh Sang Gembala. Domba-domba-Nya
mengenali suara Sang Gembala dengan cara 'bersaksi': melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sama. Hanya dengan cara
itulah mereka tetap bisa melangkah
di jalur yang benar, tak perlu bingung lagi dipengaruhi suara yang datang dari sana sini. Dalam bahasa Yesus, "Tak
seorangpun dapat merebut mereka
dari tangan-Ku, dari tangan Bapa!"
Dalam hidup sehari-hari, suara siapa yang kita
dengar? Atau, pekerjaan siapa yang
kita lakukan? Ada sementara orang yang suka melahap isu mentah-mentah. Apa saja yang didengar, apalagi
cerita-cerita dan kasak-kusuk tentang orang-orang
tertentu, dipercaya begitu saja, dan disebarkan lagi sebagai 'bahan' pembicaraan yang menyenangkan.
Kita juga barangkali semakin kurang kritis
dengan apa yang kita dengar, dan karena sibuk 'mengurusi' orang lain, kita malah tidak melakukan pekerjaan
yang seharusnya kita lakukan! Bersaksi cara
Yesus itu bukan dengan membicarakan siapapun, melainkan dengan melakukan secara riil pekerjaan yang
dilakukan Yesus. Bersaksi itu bekerja!
Kisah Para Rasul (Bacaan I) melukiskan godaan dan
tekanan yang serupa di tengah umat
gereja perdana. Perjuangan yang berani Paulus dan Barnabas di Antiokhia ditanggapi sementara orang
dengan iri hati, hujatan, bantahan, dan hasutan.
Betapa tidak gampang memberitakan firman Allah, dan sebagian besar reaksi yang menentang justru berasal
dari orang-orang sebangsa sendiri. Mereka
yang selama ini hidup bersama berdampingan tiba-tiba berubah sikap dan menentang para rasul itu. Bahkan
para pembesar kota pun terhasut dan ikut
menganiaya para rasul. Ketidakadilan ada di mana-mana, bahkan didukung dan dilestarikan oleh para pemimpinnya
sendiri. Dalam semuanya itu,
perhatikanlah, "murid-murid di Antiokhia penuh
dengan sukacita dan dengan Roh
Kudus." Tak seorangpun dapat merebut mereka dari tangan Bapa!
Kesaksian iman kita dalam pekerjaan-pekerjaan
nyata, karenanya, tidak tergantung
pada isu dan kasak kusuk. Jangan tiba-tiba berubah hanya karena cerita yang kita dengar entah dari
siapa. Kita semua mengenal suara Sang Gembala.
Kita tidak punya waktu lagi untuk mengurusi cerita-cerita buruk apapun yang seringkali
mengombang-ambingkan batin kita hingga tak mampu melakukan apa yang sebetulnya baik dan selama ini sudah kita
lakukan.
Kesetiaan untuk bekerja, bersaksi dengan iman, itu
terlalu berharga untuk luntur
hanya karena mendengar ucapan 'katanya'. Kita yang adalah kepunyaan Yesus, juga adalah kepunyaan Bapa. Dan
Bapa akan melakukan apa saja demi menjaga
dan melindungi kita. Ia sudah memberi kita hidup yang tak dapat binasa; percayalah, Ia juga takkan membiarkan
siapapun menyesatkan atau merampas
diri kita. Kita hanya perlu setia melakukan apa yang terbaik bagi-Nya, di jalan hidup kita
masing-masing.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar