Sabtu, 20 April 2013

Kepunyaan Yesus, Kepunyaan Bapa



Minggu Paskah IV (C)
Kis 13:14.43-52, Why 7:9.14b-17, Yoh 10:27-30
Oleh Pst. H. Tedjoworo, OSC

Lazimnya istilah 'ajaib' itu diterakan pada kejadian yang memukau, mengherankan. Tapi kadang-kadang terjadi pergeseran diksi yang aneh sekaligus segar. Istilah 'ajaib' ternyata bisa dipakai untuk menggambarkan perubahan kelakuan atau raut muka seseorang, dalam arti yang kurang baik. Kita hanya mengambil aspek keterkejutan di dalamnya gara-gara sikap seseorang yang tiba-tiba berubah terhadap kita. Semula ia ramah dan banyak bercerita tentang segala hal, esok harinya ketika berpapasan di jalan tiba-tiba melengos, seperti tidak pernah kenal. "Ajaib," begitu komentar kita. Keterkejutan itu lebih disebabkan perasaan heran dalam diri kita, sambil bertanya-tanya, "Apa salah saya sehingga ia tiba-tiba berubah seperti itu?"

Memang tidak selalu itu salah kita. Yang lebih sering terjadi ialah, orang terhasut oleh berita atau pembicaraan lain. Karena lebih percaya pada isu dan bisik-bisik di belakang, orang berubah sikap. Dari ramah jadi sebal, dari memuja jadi sinis, dari akrab jadi menghindar. Mengapa orang mudah terhasut? Hampir pasti karena tidak mampu membedakan, mana suara yang bisa dipercaya dan mana yang tidak. Apa yang didengar tidak dicari sumbernya, tidak kritis lagi. Apalagi kalau yang menceritakan pintar mempengaruhi orang, akan semakin banyak lagi yang terhasut untuk percaya dan berubah sikap. Sayangnya, itulah dunia kita ini, penuh dengan perubahan-perubahan 'ajaib'.

Injil pendek yang kita dengar hari ini tidak sependek makna yang disampaikan Yohanes di sepanjang Injilnya. Kata-kata Yesus tentang diri-Nya sebagai gembala dan domba-domba yang mengenal suara-Nya sudah didahului tekanan terus menerus dari orang-orang Yahudi tentang apakah Yesus itu Mesias atau bukan. Ini bukan sekadar pertanyaan mengenai identitas Yesus, tetapi provokasi agar Yesus terpancing untuk menghujat Allah. Mereka meminta definisi, Yesus menunjukkan bukti: pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan-Nya adalah pekerjaan-pekerjaan Bapa. Seharusnya itu tak bisa disangkal lagi.

Kesatuan Yesus dengan Bapa-Nya adalah jaminan yang melebihi perkataan manapun. Ia menyebut bahwa pekerjaan-Nya dan Bapa itu adalah 'kesaksian' (Yun. 'marturei', lih. 'martir') tentang diri-Nya sendiri! Jadi, mereka yang percaya kepada-Nya cukup mengandalkan pekerjaan-pekerjaan Yesus itu dan mereka ini akan dijaga dan dilindungi habis-habisan oleh Sang Gembala. Domba-domba-Nya mengenali suara Sang Gembala dengan cara 'bersaksi': melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sama. Hanya dengan cara itulah mereka tetap bisa melangkah di jalur yang benar, tak perlu bingung lagi dipengaruhi suara yang datang dari sana sini. Dalam bahasa Yesus, "Tak seorangpun dapat merebut mereka dari tangan-Ku, dari tangan Bapa!"

Dalam hidup sehari-hari, suara siapa yang kita dengar? Atau, pekerjaan siapa yang kita lakukan? Ada sementara orang yang suka melahap isu mentah-mentah. Apa saja yang didengar, apalagi cerita-cerita dan kasak-kusuk tentang orang-orang tertentu, dipercaya begitu saja, dan disebarkan lagi sebagai 'bahan' pembicaraan yang menyenangkan. Kita juga barangkali semakin kurang kritis dengan apa yang kita dengar, dan karena sibuk 'mengurusi' orang lain, kita malah tidak melakukan pekerjaan yang seharusnya kita lakukan! Bersaksi cara Yesus itu bukan dengan membicarakan siapapun, melainkan dengan melakukan secara riil pekerjaan yang dilakukan Yesus. Bersaksi itu bekerja!

Kisah Para Rasul (Bacaan I) melukiskan godaan dan tekanan yang serupa di tengah umat gereja perdana. Perjuangan yang berani Paulus dan Barnabas di Antiokhia ditanggapi sementara orang dengan iri hati, hujatan, bantahan, dan hasutan. Betapa tidak gampang memberitakan firman Allah, dan sebagian besar reaksi yang menentang justru berasal dari orang-orang sebangsa sendiri. Mereka yang selama ini hidup bersama berdampingan tiba-tiba berubah sikap dan menentang para rasul itu. Bahkan para pembesar kota pun terhasut dan ikut menganiaya para rasul. Ketidakadilan ada di mana-mana, bahkan didukung dan dilestarikan oleh para pemimpinnya sendiri. Dalam semuanya itu,
perhatikanlah, "murid-murid di Antiokhia penuh dengan sukacita dan dengan Roh Kudus." Tak seorangpun dapat merebut mereka dari tangan Bapa!

Kesaksian iman kita dalam pekerjaan-pekerjaan nyata, karenanya, tidak tergantung pada isu dan kasak kusuk. Jangan tiba-tiba berubah hanya karena cerita yang kita dengar entah dari siapa. Kita semua mengenal suara Sang Gembala. Kita tidak punya waktu lagi untuk mengurusi cerita-cerita buruk apapun yang seringkali mengombang-ambingkan batin kita hingga tak mampu melakukan apa yang sebetulnya baik dan selama ini sudah kita lakukan.

Kesetiaan untuk bekerja, bersaksi dengan iman, itu terlalu berharga untuk luntur hanya karena mendengar ucapan 'katanya'. Kita yang adalah kepunyaan Yesus, juga adalah kepunyaan Bapa. Dan Bapa akan melakukan apa saja demi menjaga dan melindungi kita. Ia sudah memberi kita hidup yang tak dapat binasa; percayalah, Ia juga takkan membiarkan siapapun menyesatkan atau merampas diri kita. Kita hanya perlu setia melakukan apa yang terbaik bagi-Nya, di jalan hidup kita masing-masing.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar