Kis 2:1-11, 1Kor 12:3b-7.12-13, Yoh 14:15-16.23b-26
Oleh : Pst. H. Tedjoworo, OSC
Ada banyak 'Eyang' akhir-akhir ini. Itu sebutan untuk para guru spiritual yang digemari dan diikuti oleh para selebriti. Untuk apa jadi pengikut 'Eyang' tertentu? Untuk mendapatkan pencerahan mistik dan spiritual. Diam-diam, sebagian orang sebetulnya mencari kekuatan supranatural atau kemampuan yang 'terpendam' dalam dirinya dengan minta bantuan pada para guru spiritual ini. Sebagian lagi menjadi pengikut guru tertentu karena ingin mendapat jawaban batin atas masalah hidup yang selama ini mengganggu. Ketika tingkah para selebriti jadi sorotan publik, para guru spiritual juga makin merebak, penghasilan dan popularitas meningkat cepat.
Akan tetapi, ada imbas dari berita-berita sabun
macam itu. Masyarakat yang hanya
tergantung pada televisi dan tabloid mengira bahwa memang ada kekuatan spiritual tertentu yang bisa
dipelajari. Dan masih banyak lagi yang makin percaya bahwa di dunia ini ada juga kekuatan batin yang bukan
dari Tuhan. Dan itulah akar dari
idolatri: manusia bermain Tuhan ('playing God'). Ia mampu melakukan sesuatu yang sebetulnya adalah otoritas Tuhan.
Saat kehilangan kerendahan hati,
siapapun dia, entah guru atau pengikut, akan kehilangan iman. Ia akan kesulitan untuk berdoa, bahkan doa yang
paling sederhana sekalipun. Tuhan
tidak dibutuhkan lagi, tidak pula dipanggil-panggil,
karena orang lebih percaya pada manusia lain atau dirinya sendiri.
Kata 'parakletos' (Yun.), yang dalam Kitab Suci diterjemahkan
"Seorang Penolong yang
lain", dibentuk dari 'para' yang berarti "di samping" dan 'kletos' yang artinya
"dipanggil". Secara harafiah, 'parakletos' adalah "yang dipanggil berada di
samping". Kata yang dipakai oleh Yohanes untuk menyebut Roh Kudus ini mengacu pada seseorang yang menolong atau
mendampingi di pengadilan. Kata
ini mau menerjemahkan kata dalam bahasa Ibrani 'hacham' seperti dalam Mazmur 23, "gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah
yang menghibur aku." Jadi,
melalui Yohanes kita mencoba mengerti maksud Yesus, bahwa Roh Kudus menolong dan menghibur di samping
kita.
Perhatikan juga bahwa Roh Kudus disebut "yang
lain dipanggil (untuk) menolong
kita". Dalam Injil Yohanes, Yesus adalah yang pertama. "Yang
lain" itu adalah Roh Kebenaran.
Dunia tidak dapat menerima Roh Kudus ini (Yoh 14:17) karena mereka juga tidak menerima Yesus sendiri (Yoh
1:10-12). Kalau begitu, hanya
mereka yang menerima Yesus dapat melihat dan memanggil Roh Kudus! Dalam hal itu kita segera
mengerti, karena Yesus telah berjanji untuk
datang pada kita dan 'tinggal' bersama-sama dengan kita. Yesus
menyampaikan bahwa murid-murid-Nya
mampu menghadirkan Roh Kudus karena mereka telah percaya kepada-Nya. Dan Roh Kudus memang hadir dan mendampingi,
'karena' dipanggil, dalam iman
akan Yesus.
Dalam situasi sulit dan kalut, biasanya kita 'lupa'
untuk meminta Tuhan datang. Dalam
situasi bingung dan gelap, kita sudah sering panik, menabrak sana-sini, menyalahkan semua orang dan
keadaan sekitar. Bukankah penderitaan dan
rasa sakit itu mengesalkan? Sungguh aneh bahwa pada saat kita sakit, misalnya, kita malah tidak mau
ditolong, atau seringkali, tidak mau minta
tolong. Kalau toh masih ingat berdoa, kita minta kepada Tuhan supaya penyakit kita tiba-tiba sembuh, problem
yang menyiksa diri kita tiba-tiba hilang.
Lebih parah lagi, kita minta dengan setengah memaksa supaya semua kesulitan itu dihapuskan 'saat ini
juga'! Sungguh kebiasaan yang aneh. Bukankah
kita mestinya mohon supaya Tuhan datang dan berdiri di samping kita?
Perubahan dahsyat karena turunnya Roh Kudus ke
dalam diri para rasul, dalam Kisah
Para Rasul (bacaan I), tidak terjadi begitu saja. Sejak kenaikan Yesus ke surga, para murid dan Maria, ibu
Yesus, sudah biasa "bertekun dengan sehati
dalam doa bersama-sama" (Kis 1:14). Itulah perintah Yesus dahulu, yakni supaya mereka saling mengasihi
dalam kebersamaan. Namun, doa mereka dalam
kebersamaan, itulah yang menghadirkan Roh Kudus! Penolong itu hadir karena dipanggil dalam doa yang penuh
kasih itu. Ketakutan dan bersembunyi saja
tidak akan membawa perubahan. Perubahan, semangat, 'spirit', keberanian, kesaksian, hanya akan
merebak kalau kita mau 'meminta' supaya Tuhan
datang dan berdiri di samping kita, mendampingi kita. Dan sebaiknya kita hanya memohon pada Roh Kebenaran
itu!
Iman--kita sekarang mengerti--identik dengan
kerendahan hati. Kerendahan hati
itu berarti mau minta tolong, mau bertanya, mau belajar, dan yang sangat penting juga: mau ditolong.
Pentakosta adalah hari yang tepat untuk menyatakan
kembali bahwa kita membutuhkan bantuan Allah. Kita bukan Tuhan dalam segala-galanya. Kita tidak bisa
melalui dan melakukan semuanya sendiri.
Kita juga tidak bisa bermain sebagai Tuhan terhadap orang lain, merasa hebat sebagai 'guru'.
Di sisi lain, Pentakosta mengingatkan kita untuk
memanggil dan minta tolong pada
Allah yang benar. Jangan sembarangan minta tolong kepada manusia sehebat apapun, meski dengan dalih
bahwa itu dilakukan sebagai pandangan 'alternatif'.
Kalau memilih beriman melalui Yesus, kita sudah diberi doa dan kemampuan untuk menghadirkan Roh Kudus.
Ia memang ada supaya kita memanggil-Nya,
supaya Ia menghibur dan menguatkan kita.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar