Sabtu, 18 Mei 2013

Ia Dipanggil Untuk Menguatkan

HR Pentakosta (C)
Kis 2:1-11, 1Kor 12:3b-7.12-13, Yoh 14:15-16.23b-26
Oleh : Pst. H. Tedjoworo, OSC

Ada banyak 'Eyang' akhir-akhir ini. Itu sebutan untuk para guru spiritual yang digemari dan diikuti oleh para selebriti. Untuk apa jadi pengikut 'Eyang' tertentu? Untuk mendapatkan pencerahan mistik dan spiritual. Diam-diam, sebagian orang sebetulnya mencari kekuatan supranatural atau kemampuan yang 'terpendam' dalam dirinya dengan minta bantuan pada para guru spiritual ini. Sebagian lagi menjadi pengikut guru tertentu karena ingin mendapat jawaban batin atas masalah hidup yang selama ini mengganggu. Ketika tingkah para selebriti jadi sorotan publik, para guru spiritual juga makin merebak, penghasilan dan popularitas meningkat cepat.

Akan tetapi, ada imbas dari berita-berita sabun macam itu. Masyarakat yang hanya tergantung pada televisi dan tabloid mengira bahwa memang ada kekuatan spiritual tertentu yang bisa dipelajari. Dan masih banyak lagi yang makin percaya bahwa di dunia ini ada juga kekuatan batin yang bukan dari Tuhan. Dan itulah akar dari idolatri: manusia bermain Tuhan ('playing God'). Ia mampu melakukan sesuatu yang sebetulnya adalah otoritas Tuhan. Saat kehilangan kerendahan hati, siapapun dia, entah guru atau pengikut, akan kehilangan iman. Ia akan kesulitan untuk berdoa, bahkan doa yang paling sederhana sekalipun. Tuhan tidak dibutuhkan lagi, tidak pula dipanggil-panggil, karena orang lebih percaya pada manusia lain atau dirinya sendiri.

Kata 'parakletos' (Yun.), yang dalam Kitab Suci diterjemahkan "Seorang Penolong yang lain", dibentuk dari 'para' yang berarti "di samping" dan 'kletos' yang artinya "dipanggil". Secara harafiah, 'parakletos' adalah "yang dipanggil berada di samping". Kata yang dipakai oleh Yohanes untuk menyebut Roh Kudus ini mengacu pada seseorang yang menolong atau mendampingi di pengadilan. Kata ini mau menerjemahkan kata dalam bahasa Ibrani 'hacham' seperti dalam Mazmur 23, "gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku." Jadi, melalui Yohanes kita mencoba mengerti maksud Yesus, bahwa Roh Kudus menolong dan menghibur di samping kita.

Perhatikan juga bahwa Roh Kudus disebut "yang lain dipanggil (untuk) menolong kita". Dalam Injil Yohanes, Yesus adalah yang pertama. "Yang lain" itu adalah Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Roh Kudus ini (Yoh 14:17) karena mereka juga tidak menerima Yesus sendiri (Yoh 1:10-12). Kalau begitu, hanya mereka yang menerima Yesus dapat melihat dan memanggil Roh Kudus! Dalam hal itu kita segera mengerti, karena Yesus telah berjanji untuk datang pada kita dan 'tinggal' bersama-sama dengan kita. Yesus menyampaikan bahwa murid-murid-Nya mampu menghadirkan Roh Kudus karena mereka telah percaya kepada-Nya. Dan Roh Kudus memang hadir dan mendampingi, 'karena' dipanggil, dalam iman akan Yesus.

Dalam situasi sulit dan kalut, biasanya kita 'lupa' untuk meminta Tuhan datang. Dalam situasi bingung dan gelap, kita sudah sering panik, menabrak sana-sini, menyalahkan semua orang dan keadaan sekitar. Bukankah penderitaan dan rasa sakit itu mengesalkan? Sungguh aneh bahwa pada saat kita sakit, misalnya, kita malah tidak mau ditolong, atau seringkali, tidak mau minta tolong. Kalau toh masih ingat berdoa, kita minta kepada Tuhan supaya penyakit kita tiba-tiba sembuh, problem yang menyiksa diri kita tiba-tiba hilang. Lebih parah lagi, kita minta dengan setengah memaksa supaya semua kesulitan itu dihapuskan 'saat ini juga'! Sungguh kebiasaan yang aneh. Bukankah kita mestinya mohon supaya Tuhan datang dan berdiri di samping kita?

Perubahan dahsyat karena turunnya Roh Kudus ke dalam diri para rasul, dalam Kisah Para Rasul (bacaan I), tidak terjadi begitu saja. Sejak kenaikan Yesus ke surga, para murid dan Maria, ibu Yesus, sudah biasa "bertekun dengan sehati dalam doa bersama-sama" (Kis 1:14). Itulah perintah Yesus dahulu, yakni supaya mereka saling mengasihi dalam kebersamaan. Namun, doa mereka dalam kebersamaan, itulah yang menghadirkan Roh Kudus! Penolong itu hadir karena dipanggil dalam doa yang penuh kasih itu. Ketakutan dan bersembunyi saja tidak akan membawa perubahan. Perubahan, semangat, 'spirit', keberanian, kesaksian, hanya akan merebak kalau kita mau 'meminta' supaya Tuhan datang dan berdiri di samping kita, mendampingi kita. Dan sebaiknya kita hanya memohon pada Roh Kebenaran itu!

Iman--kita sekarang mengerti--identik dengan kerendahan hati. Kerendahan hati itu berarti mau minta tolong, mau bertanya, mau belajar, dan yang sangat penting juga: mau ditolong. Pentakosta adalah hari yang tepat untuk menyatakan kembali bahwa kita membutuhkan bantuan Allah. Kita bukan Tuhan dalam segala-galanya. Kita tidak bisa melalui dan melakukan semuanya sendiri. Kita juga tidak bisa bermain sebagai Tuhan terhadap orang lain, merasa hebat sebagai 'guru'.

Di sisi lain, Pentakosta mengingatkan kita untuk memanggil dan minta tolong pada Allah yang benar. Jangan sembarangan minta tolong kepada manusia sehebat apapun, meski dengan dalih bahwa itu dilakukan sebagai pandangan 'alternatif'. Kalau memilih beriman melalui Yesus, kita sudah diberi doa dan kemampuan untuk menghadirkan Roh Kudus. Ia memang ada supaya kita memanggil-Nya, supaya Ia menghibur dan menguatkan kita.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar