Minggu, 28 Juli 2013

Berdoa Secara Dewasa

Minggu Biasa XVII (C)
Kej 18:20-33, Kol 2:12-14, Luk 11:1-13
Oleh : Pst. Tedjoworo, OSC

Manja itu pasti ada maksudnya. Dan sikap manja tidak hanya kelihatan dalam penampilan kekanak-kanakan, tetapi lebih-lebih dalam keinginan yang begitu nampak pada perilaku. Kalau seseorang tiba-tiba bersikap baik dan manis pada kita, atau di luar kebiasaan memijat-mijat pundak kita dan mengucapkan kata-kata serba 'sayang', sebentar kemudian kita akan tahu apa maksud dia sesungguhnya. Hal seperti ini tidak dilakukan begitu saja dengan orang yang tak dikenal, tetapi lebih sering dengan orang-orang terdekat. Jadi, rasa-rasanya mesti lebih peka dengan mereka yang terbiasa dekat dengan kita, untuk mengetahui apakah relasi kita memang sudah semakin dewasa.

Seseorang ingin mengajar anaknya untuk bersikap rendah hati dengan cara belajar minta kalau memang sungguh memerlukan sesuatu. Maksudnya adalah supaya anaknya itu sadar belum bisa mencari uang sehingga ingat bahwa hidupnya masih tergantung pada orangtua. Akan tetapi, di luar dugaan anaknya justru sedikit-sedikit minta kepadanya dan malah tidak sadar bahwa mencari uang itu tidak gampang. Ternyata mengajarkan sebuah sikap kepada anak itu tidak cukup hanya dengan kata-kata. Perlu waktu panjang untuk menularkan sebuah kedewasaan. Perlu banyak kejadian yang tidak menyenangkan untuk sampai pada relasi yang membawa kebaikan. Begitu juga iman kita, perlu proses lama belajar berdoa untuk sampai pada kedalamannya.

Para murid Yesus merasa seperti ada yang kurang dalam diri mereka ketika melihat kebiasaan murid-murid Yohanes Pembaptis. Bahkan pernah ada yang berkomentar bahwa mereka "makan dan minum", padahal murid-murid Yohanes dan orang Farisi "berpuasa dan sembahyang" (Luk 5:33). Maka, suatu saat mereka menanti Yesus berdoa, dan minta diajari berdoa. Apakah Yesus selama ini tidak pernah mengajar mereka berdoa? Mungkin tidak dalam kata-kata. Yesus mengalami doa sebagai relasi yang dekat dan menguatkan, dan mengajarkan itu dalam kata-kata pasti tidak semudah yang disangka.

Namun, Yesus mengajarkannya juga. Hanya saja, Ia menyisipkan sebuah pelajaran yang amat penting mengenai relasi. Ia menyebut Allah 'Bapa' dalam doa-Nya. James Barr, seorang ahli Kitab Suci, pernah menulis bahwa sebutan 'bapa' itu tidak sama dengan 'papa' ("Abba isn't Daddy"). Yesus mengajarkan doa yang sekarang kita kenal sebagai "Bapa Kami", namun tidak sama dengan kalau kita memanggil ayah kita 'Papa'. Tidak samanya terletak pada relasi dan 'maksud' kita. Kata-kata Yesus tentang Allah sebagai Bapa memang tidak tepat dipahami sebagai relasi intim yang sentimentil. Doa Yesus itu menunjukkan suatu cara untuk berelasi dengan hormat dan dewasa dengan Allah. Ia tidak mengajarkan doa yang kekanak-kanakan atau sekedar diwarnai permintaan yang serba gampang. Doa yang diajarkan-Nya menempatkan kita pada posisi orang yang sadar dan bertanggung jawab.

Tentu saja doa-doa kita selama ini menunjukkan seperti apa relasi kita dengan Allah. Ada yang tidak bisa berdoa karena merasa tidak butuh apa-apa, atau merasa tidak perlu bertobat. Ada juga yang sangat lancar berdoa dalam kata-kata, namun hatinya penuh dengan kepentingan pribadi yang tersembunyi. Yang lain lagi hanya mau berdoa di gereja saja dan tak pernah berusaha dan disiplin berdoa pribadi. Dan masih banyak lagi yang bingung kalau harus memimpin doa, karena merasa tidak punya kata-kata yang indah. Kita jarang berpikir tentang 'relasi' dalam doa-doa kita. Yang kita pikirkan seringkali hanya kata-kata yang bagus, sikap doa yang khusuk, atau permintaan-permintaan kita yang kedengarannya semakin tidak tahu diri.

Bagi sementara orang, Abraham, dalam bacaan I, sepertinya sekedar tawar menawar dengan Tuhan dalam doanya. Abraham seakan-akan berusaha mempengaruhi Tuhan supaya sedikit demi sedikit Tuhan berkenan mengampuni kota Sodom dan Gomora yang "sangat berat dosanya". Benarkah Tuhan berubah pikiran karena permintaan Abraham? Mungkin tidak. Sebab, sejak awal ketika hendak melenyapkan kota itu, Tuhan selalu punya pengampunan bagi manusia yang bertobat ("orang benar"). Jadi, sesungguhnya doa Abraham itu menjelaskan relasinya sendiri dengan Tuhan. Sekarang, Abraham lebih mengenal lagi betapa sayang dan berbelas kasih Tuhan itu sesungguhnya.

Apakah sekarang kita pun belajar soal relasi kita dengan Tuhan? Apakah doa kita sungguh-sungguh menjadi cara untuk memperbaiki relasi itu? Selama kita masih menjejali doa kita dengan permintaan yang kurang dewasa, hanya mau berdoa bersama dan tidak disiplin berdoa pribadi, atau terus menghindari doa dengan dalih tak punya kata-kata yang bagus, mungkin kita terlalu manja dalam hal iman dan relasi kita dengan Tuhan. Seharusnya relasi kita bertumbuh setiap hari. Seharusnya doa kita makin membawa kekuatan bagi diri sendiri dan kesembuhan serta jalan keluar bagi mereka yang kita doakan.

Yesus mengajak kita untuk selalu mohon kehendak Bapa terjadi, dan bukan sekedar keinginan kita sendiri. Artinya, kita tidak sekedar meminta, tidak juga sekedar tawar menawar. Kita diajak memohon Roh Kudus yang pasti akan diberikan Bapa kalau kita meminta-Nya. Roh itu akan membuat kita mengerti kehendak Bapa yang sudah tahu apa yang kita butuhkan setiap hari.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar