Minggu Biasa XXV (C)
Amos 8:4-7, 1Tim 2:1-8, Luk 16:1-13
Oleh:
Pst.H. Tedjoworo, OSC
'Zorro' (Sp. 'serigala') adalah tokoh fiksi yang
muncul sejak 1919, menggambarkan
karakter seorang bangsawan yang berjuang demi rakyat kecil. Bangsawan itu, Don Diego de la Vega,
berani melawan orang kaya dan pemerintah
di balik topeng dan jubah hitam, dan kalau perlu mengambil kekayaan mereka untuk dibagikan kepada
orang-orang miskin. Pemerintah sudah begitu
korup dan orang-orang kaya terlalu rakus sehingga tak mungkin lagi rakyat kecil mendapat keadilan. 'Zorro'
adalah karakter kriminal yang dipakai
untuk menyembunyikan identitasnya yang sejati, sebab dengan penampilan itu Diego bisa melawan
ketidakadilan dan penindasan di sekitarnya.
Meskipun sudah diadaptasi ke dalam lebih dari empat
puluh film, tokoh 'Zorro' tidak
selalu membuat para orangtua mengizinkan anak-anaknya menonton. Tidak sedikit orangtua yang khawatir bahwa anak-anak
akan mengidolakan seorang
'kriminal' yang tindakannya menentang hukum. Dan anak-anak masih akan bereaksi bahwa hukum itu sudah korup
sehingga harus dilawan dengan
berani. Sampai di sini makin sulit mengajarkan prinsip yang benar soal keadilan. Iman juga mesti
memperjuangkan keadilan, tapi makin hari
kita ditantang untuk memperjuangkannya dengan benar, apalagi ketika di sekitar kita orang cenderung
membenarkan segala cara. Keadilan bagi siapa dulu?
Harus diakui bahwa Injil yang hari ini kita dengar
memicu banyak pertanyaan. Apakah
Yesus memuji bendahara 'yang tidak benar' (Yun. 'adikia') itu? Benarkah kita boleh bersahabat dengan
Mamon 'yang tidak benar' dalam hal iman?
Apa maksud Yesus kita mesti setia dalam hal Mamon 'yang tidak benar'? Mari kita perhatikan bahwa bendahara ini
melakukan semua itu setelah ia "tidak
boleh lagi bekerja sebagai bendahara". Jadi, apa yang dilakukan itu sebenarnya tidak mendatangkan
keuntungan bagi dirinya sendiri. Ia tetap
dipecat. Kalau begitu, ia melakukan itu semua sebenarnya demi keuntungan
orang-orang yang berhutang kepada tuannya. Siapakah mereka itu?
Mereka adalah orang-orang miskin yang terpaksa
berhutang kepada seorang yang kaya,
mungkin seorang tuan tanah, supaya bisa hidup. Dengan dikurangi hutangnya, mereka pasti sangat
bersyukur karena bebannya menjadi lebih ringan.
Demikian sang tuan pun beruntung, sebab di mata banyak orang yang berhutang itu ia kini dikenal sebagai
orang yang murah hati. Akibatnya, tuan itu
mungkin tidak jadi memecat bendaharanya karena justru telah membuat namanya harum. Yesus menunjukkan bahwa
Mamon bukanlah segala-galanya dalam hidup.
Yesus tidak memuji ketidakjujuran, tetapi Ia memuji 'kepercayaan' bendahara itu pada kemurahan hati
tuannya, yang tidak akan keberatan hartanya
dipakai untuk kepentingan orang miskin.
Sudah sering 'kepercayaan' menjadi isu yang
sensitif di sekitar kita. Sebetulnya
kepercayaan sulit diberikan karena soal penggunaannya: untuk kepentingan siapa? Masalah kita ketika
tidak dipercaya orang ialah pada keinginan
untuk memperkaya diri sendiri, mencari keuntungan pribadi. Mungkin ada yang pernah minta tolong pada kita
untuk menyalurkan bantuan kepada orang
miskin, tapi 'di tengah jalan' sebagian bantuan itu masuk ke kantong kita sendiri, atau sudah kita pilah
supaya yang bagus kita pakai sendiri. Nah,
dalam hal itu ketidakjujuran kita memperkeruh ketidakadilan. Sebenarnya banyak orang berada yang mau
mengusahakan keadilan, tapi sayang kemurahan hatinya malah dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu.
Kitab Amos (Bacaan I) dengan tegas menegur
orang-orang yang tindakannya sudah
keterlaluan, sampai-sampai "menginjak-injak orang miskin dan membinasakan orang sengsara".
Tindakan ini sungguh jahat di mata Tuhan,
karena membinasakan orang yang sudah miskin dan susah. Kejahatan
terhadap orang miskin dalam
pandangan Tuhan tidak terampuni karena Tuhan sendiri berdiri di pihak mereka. Ia "tidak akan melupakan"
kejahatan terhadap orang miskin,
meskipun itu hanya menyangkut kecurangan atas gandum, sepasang kasut, dan terigu rosokan. Apa yang
nampaknya kecil di mata kita, menjadi masalah
besar bagi Tuhan karena maksud kita yang jahat.
Untuk apakah selama ini Mamon duniawi kita
pergunakan? Mungkin masih ada orang yang menggunakannya untuk
kesenangan pribadi, atau bahkan sekedar untuk
mendapatkan teman-teman yang bisa diajak berkomplot dalam kejahatan. Kalau mau jujur, kita sering
menghabiskan uang dan milik kita untuk hal-hal yang tidak berguna atau bahkan untuk mempengaruhi, mengikat, dan
menguasai beberapa orang. Kita
tahu bahwa selalu ada orang yang dirugikan karena maksud jahat kita, meskipun kita berdalih sebagus apapun. Kita
mungkin lupa bahwa harta kita
sebetulnya adalah milik Tuhan. Ia ingin murah hati, namun perlu kerja sama kita untuk
membagikannya.
Ketika menyadari bahwa kehebatan dan kekayaan dunia
sebenarnya milik Tuhan, kita
menjadi 'sama' di hadapan-Nya. Yang dibutuhkan tinggal kualitas diri kita: apakah kita pelayan yang bisa
dipercaya? Kalau ya, kita tak perlu topeng
dan jubah hitam untuk melayani, mulai dengan perkara-perkara kecil. Jangan memanfaatkan orang-orang kecil
(yang imannya kecil). Manfaatkanlah Mamon
untuk kepentingan mereka, sebab hanya satu yang kita abdi, yaitu Allah saja.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar