Minggu Biasa XXXIII (C)
Mal 4:1-2, 2Tes 3:7-12, Luk 21:5-19
Oleh : Pst. Tedjoworo, OSC
Di mana-mana, menjadi minoritas itu tidak enak.
Kita sangat paham hal itu, apalagi
di negara kita sendiri. Kelompok kristiani selalu merupakan minoritas. Ada beberapa daerah yang
cukup banyak orang Kristennya, tetapi keluar
dari daerah itu segera menjadi minoritas lagi. Hampir setiap kelompok minor keagamaan di negara kita
mengalami diusir, dilarang beribadat, didiskriminasi,
diserang secara psikis maupun fisik, dan dipaksa untuk 'bertobat' (pindah keyakinan). Yang paling ironis ialah masih
adanya tokoh atau pimpinan negara
yang mendapat penghargaan dari dunia internasional karena dianggap berhasil mewujudkan toleransi keagamaan. Dan
penghargaan itu diterima.
Sebenarnya yang mengalami tekanan seperti itu bukan
hanya kelompok keagamaan. Mereka
yang lemah secara sosial dan hidup bersama pun sering dipojokkan. Dalam hal ini termasuk mereka yang tidak pandai
bergaul, yang dipandang 'aneh',
tidak punya pengagum, dianggap biasa-biasa saja dan tak punya bakat menjadi pemimpin. Menyadari hal ini kita akan
terkejut, sebab jumlah orang yang
dianggap seperti itu banyak sekali. Artinya, mereka bukan minoritas lagi. Ambang stres banyak
orang makin rendah, seiring dengan kelakuan
segelintir orang yang mencari selamat untuk dirinya sendiri. Dalam situasi ini, masihkah berarti untuk
bertahan dan bersaksi?
Injil Lukas hari ini dimulai dengan kekaguman orang
tentang Bait Allah yang begitu
indah dibangun. Ketika Yesus mengatakan bahwa "semuanya akan diruntuhkan", kita mungkin mengira
bahwa Yesus sedang meramalkan kehancuran Yerusalem.
Mungkin, tidak. Bait Allah dihancurkan pada tahun 70. Lukas menulis sekitar tahun 85, mengenai
Yesus yang bersabda sekitar tahun 30. Jadi,
teks ini bukanlah ramalan, melainkan penafsiran sebuah kejadian. Lukas yang sudah 'mengetahui' kejadian itu
mengingat ketahanan dan kesetiaan orang-orang Kristen yang diburu dan
dianiaya Kaisar Romawi. Mereka tetap bertahan!
Jadi, perkataan Yesus dalam Injil hari ini
ditujukan pada mereka yang mengalami
kesusahan dan penderitaan nyata karena beriman kepada-Nya. Yesus 'melihat' semuanya itu dan meyakinkan
mereka untuk tetap bertahan di tengah penganiayaan
yang akan sangat mengejutkan, sebab "kamu akan diserahkan juga oleh orangtuamu, saudara-saudaramu, dan
sahabat-sahabatmu"! Penderitaan itu akan
sangat menyakitkan karena relasi keluarga dan persahabatan pun dikhianati, dan setiap orang akan
dicobai untuk melepaskan imannya supaya selamat.
Tetapi, itu semua bukanlah kesudahannya. Yesus bersabda bahwa itu semua harus terjadi dahulu, sebab
"hal itu akan menjadi kesempatan bagimu untuk bersaksi"!
'Kesaksian', di zaman ini, lebih sering dipakai
untuk menggalang dana demi kepentingan
pribadi. Tentu saja ini kesaksian yang telah dibelokkan dari makna yang sesungguhnya. Kalau kita
amati, tidak semua kesaksian muncul dari pengalaman
riil akan penderitaan. Ada yang memakainya hanya sebagai metode untuk memanfaatkan orang lain, memeras
simpati dan belas kasihan mereka, dan akhirnya
mendapatkan dukungan moral dan material persis seperti yang diharapkan. 'Kesaksian' seperti ini
mencoreng wajah Kristianitas dengan cara menutupi
nafsu dan keduniaan dengan topeng kekudusan. Entah berapa banyak umat beriman telah dimanfaatkan dan
disesatkan.
Kitab Maleakhi (Bacaan I) memperingatkan tentang
hari pengadilan Tuhan yang akan
menghanguskan orang-orang fasik bagaikan jerami, sampai tidak ditinggalkannya akar dan cabang mereka.
Paulus pun memperingatkan dalam suratnya
kepada jemaat Tesalonika (Bacaan II) mereka yang tidak tertib hidupnya dan tidak mau bekerja,
melainkan "sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna". Sejak zaman Maleakhi, zaman Paulus, hingga zaman
kita sekarang ini, selalu ada
orang-orang yang menggunakan kekudusan untuk mengejar keuntungan bagi dirinya sendiri. Yesus sudah mengingatkan bahwa
"banyak orang akan datang
dengan memakai nama-Ku dan berkata: Akulah Dia, dan Saatnya sudah dekat. Janganlah kamu mengikuti mereka."
Kita diajak bersaksi, bukan dari pengalaman orang
lain atau sekedar cerita bualan,
tetapi dari setiap penderitaan dan kesetiaan kita sendiri. Mungkin kita dipojokkan, digosipkan,
dijatuhkan, atau diserahkan oleh saudara-saudara
kita sendiri, tetapi keadaan itu justru harus menjadi alasan bagi kita untuk belajar setia tetap
bertahan dengan iman kita. Yesus bersabda
bahwa semua itu harus terjadi dahulu supaya kita bersaksi. Hanya kesaksian dari orang yang
sungguh-sungguh mengalami penderitaan akan berarti bagi banyak orang lain. Hanya ketahanan dan keteguhan iman
kelompok minoritas akan
mengesankan dunia.
Kita sendiri termasuk kelompok yang mana? Apakah
diperlakukan tidak adil, dijatuhkan,
dan dianiaya membuat kita semakin yakin bahwa Yesus ada di pihak kita? Kita bahkan tak usah memikirkan
pembelaan kita, karena Yesus sendiri, Roh
Tuhan, akan bersaksi dan menguatkan kita, bagai "surya kebenaran dengan kesembuhan pada sayapnya".
Artinya, Tuhan sendiri akan membela habis-habisan orang benar yang mau bersaksi dengan jujur dalam penderitaannya.
Kita tidak khawatir dibenci semua
orang, sebab kalau kita bertahan, kita akan
memperoleh hidup.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar