Sabtu, 16 November 2013

Minoritas Yang Hidup Dan Bersaksi


Minggu Biasa XXXIII (C)
Mal 4:1-2, 2Tes 3:7-12, Luk 21:5-19
Oleh : Pst. Tedjoworo, OSC

Di mana-mana, menjadi minoritas itu tidak enak. Kita sangat paham hal itu, apalagi di negara kita sendiri. Kelompok kristiani selalu merupakan minoritas. Ada beberapa daerah yang cukup banyak orang Kristennya, tetapi keluar dari daerah itu segera menjadi minoritas lagi. Hampir setiap kelompok minor keagamaan di negara kita mengalami diusir, dilarang beribadat, didiskriminasi, diserang secara psikis maupun fisik, dan dipaksa untuk 'bertobat' (pindah keyakinan). Yang paling ironis ialah masih adanya tokoh atau pimpinan negara yang mendapat penghargaan dari dunia internasional karena dianggap berhasil mewujudkan toleransi keagamaan. Dan penghargaan itu diterima.

Sebenarnya yang mengalami tekanan seperti itu bukan hanya kelompok keagamaan. Mereka yang lemah secara sosial dan hidup bersama pun sering dipojokkan. Dalam hal ini termasuk mereka yang tidak pandai bergaul, yang dipandang 'aneh', tidak punya pengagum, dianggap biasa-biasa saja dan tak punya bakat menjadi pemimpin. Menyadari hal ini kita akan terkejut, sebab jumlah orang yang dianggap seperti itu banyak sekali. Artinya, mereka bukan minoritas lagi. Ambang stres banyak orang makin rendah, seiring dengan kelakuan segelintir orang yang mencari selamat untuk dirinya sendiri. Dalam situasi ini, masihkah berarti untuk bertahan dan bersaksi?

Injil Lukas hari ini dimulai dengan kekaguman orang tentang Bait Allah yang begitu indah dibangun. Ketika Yesus mengatakan bahwa "semuanya akan diruntuhkan", kita mungkin mengira bahwa Yesus sedang meramalkan kehancuran Yerusalem. Mungkin, tidak. Bait Allah dihancurkan pada tahun 70. Lukas menulis sekitar tahun 85, mengenai Yesus yang bersabda sekitar tahun 30. Jadi, teks ini bukanlah ramalan, melainkan penafsiran sebuah kejadian. Lukas yang sudah 'mengetahui' kejadian itu mengingat ketahanan dan kesetiaan orang-orang Kristen yang diburu dan dianiaya Kaisar Romawi. Mereka tetap bertahan!

Jadi, perkataan Yesus dalam Injil hari ini ditujukan pada mereka yang mengalami kesusahan dan penderitaan nyata karena beriman kepada-Nya. Yesus 'melihat' semuanya itu dan meyakinkan mereka untuk tetap bertahan di tengah penganiayaan yang akan sangat mengejutkan, sebab "kamu akan diserahkan juga oleh orangtuamu, saudara-saudaramu, dan sahabat-sahabatmu"! Penderitaan itu akan sangat menyakitkan karena relasi keluarga dan persahabatan pun dikhianati, dan setiap orang akan dicobai untuk melepaskan imannya supaya selamat. Tetapi, itu semua bukanlah kesudahannya. Yesus bersabda bahwa itu semua harus terjadi dahulu, sebab "hal itu akan menjadi kesempatan bagimu untuk bersaksi"!

'Kesaksian', di zaman ini, lebih sering dipakai untuk menggalang dana demi kepentingan pribadi. Tentu saja ini kesaksian yang telah dibelokkan dari makna yang sesungguhnya. Kalau kita amati, tidak semua kesaksian muncul dari pengalaman riil akan penderitaan. Ada yang memakainya hanya sebagai metode untuk memanfaatkan orang lain, memeras simpati dan belas kasihan mereka, dan akhirnya mendapatkan dukungan moral dan material persis seperti yang diharapkan. 'Kesaksian' seperti ini mencoreng wajah Kristianitas dengan cara menutupi nafsu dan keduniaan dengan topeng kekudusan. Entah berapa banyak umat beriman telah dimanfaatkan dan disesatkan.

Kitab Maleakhi (Bacaan I) memperingatkan tentang hari pengadilan Tuhan yang akan menghanguskan orang-orang fasik bagaikan jerami, sampai tidak ditinggalkannya akar dan cabang mereka. Paulus pun memperingatkan dalam suratnya kepada jemaat Tesalonika (Bacaan II) mereka yang tidak tertib hidupnya dan tidak mau bekerja, melainkan "sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna". Sejak zaman Maleakhi, zaman Paulus, hingga zaman kita sekarang ini, selalu ada orang-orang yang menggunakan kekudusan untuk mengejar keuntungan bagi dirinya sendiri. Yesus sudah mengingatkan bahwa "banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan berkata: Akulah Dia, dan Saatnya sudah dekat. Janganlah kamu mengikuti mereka."

Kita diajak bersaksi, bukan dari pengalaman orang lain atau sekedar cerita bualan, tetapi dari setiap penderitaan dan kesetiaan kita sendiri. Mungkin kita dipojokkan, digosipkan, dijatuhkan, atau diserahkan oleh saudara-saudara kita sendiri, tetapi keadaan itu justru harus menjadi alasan bagi kita untuk belajar setia tetap bertahan dengan iman kita. Yesus bersabda bahwa semua itu harus terjadi dahulu supaya kita bersaksi. Hanya kesaksian dari orang yang sungguh-sungguh mengalami penderitaan akan berarti bagi banyak orang lain. Hanya ketahanan dan keteguhan iman kelompok minoritas akan mengesankan dunia.

Kita sendiri termasuk kelompok yang mana? Apakah diperlakukan tidak adil, dijatuhkan, dan dianiaya membuat kita semakin yakin bahwa Yesus ada di pihak kita? Kita bahkan tak usah memikirkan pembelaan kita, karena Yesus sendiri, Roh Tuhan, akan bersaksi dan menguatkan kita, bagai "surya kebenaran dengan kesembuhan pada sayapnya". Artinya, Tuhan sendiri akan membela habis-habisan orang benar yang mau bersaksi dengan jujur dalam penderitaannya. Kita tidak khawatir dibenci semua orang, sebab kalau kita bertahan, kita akan memperoleh hidup.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar