Yes 2:1-5, Rm 13:11-14a, Mat 24:37-44
Oleh : Pst. H.
Tedjoworo,OSC
Saat yang paling diharapkan para pasien rawat inap
di rumah sakit ialah kunjungan
dokter. Setiap jam dan sepanjang hari memang selalu ada perawat yang siap melayani, tetapi tak ada
sosok yang paling diinginkan selain dokternya
sendiri. Sebenarnya yang diharapkan ialah bahwa dokter akan mengatakan, "Anda sudah boleh
pulang." Kata-kata seperti itu sungguh
melegakan. Meskipun pasien paling mengerti kondisinya, namun yang paling tahu demi kebaikannya tetap adalah
dokternya. Setidak-tidaknya, kalau belum boleh
pulang, ia segera tahu bahwa ia masih harus bertahan dan berjuang untuk sembuh.
Di saat-saat yang berat hidup kita, selalu ada
keinginan dikunjungi seseorang
yang paling berarti bagi kita. Kita masing-masing punya pengalaman-pengalaman tertentu yang membuat kita tidak ingin
sendirian. Kita membutuhkan
kehadiran seseorang yang dapat menyelamatkan kita dari situasi itu, atau sekurang-kurangnya mengatakan
bahwa ia selalu hadir dan mendukung kita.
Bukankah itu gambaran iman dan harapan kita? Semua orang beriman mendambakan kehadiran nyata Tuhan di
saat-saat tertentu, namun sayang, tidak selalu
ada yang datang mewakili Tuhan, untuk menyelamatkannya.
Yesus berbicara tentang 'air bah' di masa Nuh, yang
sebenarnya bisa berarti segala
macam bencana alam yang melanda tiba-tiba. Pada masa Matius menulis Injil yang kita dengar ini, orang-orang
Kristen belum banyak di seluruh dunia.
Mereka adalah jemaat yang masih kecil dan sangat rapuh. Baik bagi orang Yahudi maupun Kristen, salah satu
bencana paling mengerikan waktu itu ialah
kehancuran dan kekacauan karena perang Romawi-Yahudi antara tahun 66-70. Jemaat Yahudi yang menjadi
Kristen dan berada di bawah bimbingan Matius
pun akhirnya tak dapat bertahan lagi setelah kematian Matius.
Oleh karenanya, perkataan Yesus tentang 'air bah'
dan gambaran yang terjadi pada
para pengikut-Nya menjadi sangat bermakna ketika dikaitkan dengan "kedatangan Anak Manusia".
Bukan berarti bahwa Yesus akan datang membawa bencana yang tak terduga itu, melainkan bahwa di tengah semua
kejadian itu Ia akan datang, hadir
di sana, dan selalu, untuk menyelamatkan. "Kalau ada dua orang di ladang, yang seorang akan
dibawa dan yang lain akan ditinggalkan."
Kata 'dibawa' (Yun. 'paralambano') bisa juga berarti dibawa ke tempat yang 'baik', sedangkan kata
'ditinggalkan' (Yun. 'aphiami') bisa pula
berarti 'diampuni' atau 'dilepaskan'. Jadi, Matius tak sekedar menakut-nakuti dengan dua gambaran itu,
melainkan menegaskan bahwa pada saat itu
seperti itu, Yesus datang! Dan apa yang paling diharapkan kalau Ia datang? Keselamatan, pengampunan,
kebaikan.
Kita masing-masing mengalami 'air bah' yang
berbeda-beda dalam hidup kita. Mungkin
yang kita alami sebagian besar adalah 'air bah' yang tenang namun menghanyutkan, bencana yang sunyi,
yakni berupa kekerasan dalam rumah tangga,
diberhentikan dari pekerjaan, penyakit-penyakit kronis, dan kecanduan. Bencana alam yang kita
saksikan di televisi sebenarnya sama dahsyatnya
dengan bencana yang diam-diam melanda hidup kita di dalam keluarga dan kehidupan iman pribadi
maupun bersama. Siapa yang merasa siap di
depan kejadian tak terduga itu? Tantangan sesungguhnya ialah, percayakah kita bahwa di saat seperti itu, kita
selalu boleh berharap bahwa Tuhan hadir?
Nubuat Yesaya tentang Yehuda dan Yerusalem (bacaan
I) sangat positif menggambarkan
"hari-hari yang terakhir". Pada waktu itu, segala bangsa akan berduyun-duyun ke gunung tempat rumah
Tuhan. Tuhan akan menjadi hakim bangsa-bangsa
dan wasit suku-suku bangsa. Bahkan pedang ditempa menjadi mata bajak, dan tombak menjadi pemangkas.
Hari penghakiman Tuhan tidak perlu menakutkan orang Israel, sebab Tuhan hanya menghendaki
keselamatan mereka. Mereka tidak
lagi belajar berperang, tetapi akan bekerja dan berjuang demi kebaikan bersama. Ciri-ciri umat yang
menggantungkan harapannya pada Tuhan ialah
optimisme, pertobatan, tetap setia bekerja, dan selalu mengharapkan sesuatu yang baik akan terjadi dalam
hidup mereka.
Apakah kita setiap kali masih mau kembali
'mengharapkan yang baik' dalam segala
peristiwa yang kita alami? Apakah masa penantian, Adven, ini kita berani memupuk optimisme akan
kedatangan Tuhan? Hanya mereka yang tidak mau bertobat, akan takut dan gelisah menantikan kedatangan Tuhan.
Sabda Yesus hari ini pun akan
terdengar bagaikan halilintar di siang bolong, seakan-akan tak ada harapan lagi. Tetapi, bagi kita
yang menyirami iman kita setiap hari,
kedatangan Tuhan akan menyenangkan, bahkan kita tunggu-tunggu dengan hati penuh gairah. Kita lantas
teringat, dalam Injil Yohanes Yesus berkata, "Aku datang bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk
menyelamatkannya" (Yoh
12:47).
Ketika badai dan air bah melanda hidup kita dengan
diam-diam, kita diingatkan, bahwa
kita selalu boleh mengharapkan sesuatu yang baik akan terjadi. Kita selalu boleh meminta kedatangan Yesus di tengah
situasi yang sangat sulit. Sekali
lagi, meminta-Nya, supaya datang pada saat itu. Dan kita akan dijawab, dikuatkan, dan ditunjukkan jalan, sebab Ia sendiri
tak pernah mendatangkan bencana.
Ia hanya ingin supaya kita selamat.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar