Sabtu, 30 November 2013

Selalu Harapkan Sesuatu Yang Baik

Minggu Adven I (A), 1 Desember 2013
Yes 2:1-5, Rm 13:11-14a, Mat 24:37-44
Oleh : Pst. H. Tedjoworo,OSC

Saat yang paling diharapkan para pasien rawat inap di rumah sakit ialah kunjungan dokter. Setiap jam dan sepanjang hari memang selalu ada perawat yang siap melayani, tetapi tak ada sosok yang paling diinginkan selain dokternya sendiri. Sebenarnya yang diharapkan ialah bahwa dokter akan mengatakan, "Anda sudah boleh pulang." Kata-kata seperti itu sungguh melegakan. Meskipun pasien paling mengerti kondisinya, namun yang paling tahu demi kebaikannya tetap adalah dokternya. Setidak-tidaknya, kalau belum boleh pulang, ia segera tahu bahwa ia masih harus bertahan dan berjuang untuk sembuh.

Di saat-saat yang berat hidup kita, selalu ada keinginan dikunjungi seseorang yang paling berarti bagi kita. Kita masing-masing punya pengalaman-pengalaman tertentu yang membuat kita tidak ingin sendirian. Kita membutuhkan kehadiran seseorang yang dapat menyelamatkan kita dari situasi itu, atau sekurang-kurangnya mengatakan bahwa ia selalu hadir dan mendukung kita. Bukankah itu gambaran iman dan harapan kita? Semua orang beriman mendambakan kehadiran nyata Tuhan di saat-saat tertentu, namun sayang, tidak selalu ada yang datang mewakili Tuhan, untuk menyelamatkannya.

Yesus berbicara tentang 'air bah' di masa Nuh, yang sebenarnya bisa berarti segala macam bencana alam yang melanda tiba-tiba. Pada masa Matius menulis Injil yang kita dengar ini, orang-orang Kristen belum banyak di seluruh dunia. Mereka adalah jemaat yang masih kecil dan sangat rapuh. Baik bagi orang Yahudi maupun Kristen, salah satu bencana paling mengerikan waktu itu ialah kehancuran dan kekacauan karena perang Romawi-Yahudi antara tahun 66-70. Jemaat Yahudi yang menjadi Kristen dan berada di bawah bimbingan Matius pun akhirnya tak dapat bertahan lagi setelah kematian Matius.

Oleh karenanya, perkataan Yesus tentang 'air bah' dan gambaran yang terjadi pada para pengikut-Nya menjadi sangat bermakna ketika dikaitkan dengan "kedatangan Anak Manusia". Bukan berarti bahwa Yesus akan datang membawa bencana yang tak terduga itu, melainkan bahwa di tengah semua kejadian itu Ia akan datang, hadir di sana, dan selalu, untuk menyelamatkan. "Kalau ada dua orang di ladang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan." Kata 'dibawa' (Yun. 'paralambano') bisa juga berarti dibawa ke tempat yang 'baik', sedangkan kata 'ditinggalkan' (Yun. 'aphiami') bisa pula berarti 'diampuni' atau 'dilepaskan'. Jadi, Matius tak sekedar menakut-nakuti dengan dua gambaran itu, melainkan menegaskan bahwa pada saat itu seperti itu, Yesus datang! Dan apa yang paling diharapkan kalau Ia datang? Keselamatan, pengampunan, kebaikan.

Kita masing-masing mengalami 'air bah' yang berbeda-beda dalam hidup kita. Mungkin yang kita alami sebagian besar adalah 'air bah' yang tenang namun menghanyutkan, bencana yang sunyi, yakni berupa kekerasan dalam rumah tangga, diberhentikan dari pekerjaan, penyakit-penyakit kronis, dan kecanduan. Bencana alam yang kita saksikan di televisi sebenarnya sama dahsyatnya dengan bencana yang diam-diam melanda hidup kita di dalam keluarga dan kehidupan iman pribadi maupun bersama. Siapa yang merasa siap di depan kejadian tak terduga itu? Tantangan sesungguhnya ialah, percayakah kita bahwa di saat seperti itu, kita selalu boleh berharap bahwa Tuhan hadir?

Nubuat Yesaya tentang Yehuda dan Yerusalem (bacaan I) sangat positif menggambarkan "hari-hari yang terakhir". Pada waktu itu, segala bangsa akan berduyun-duyun ke gunung tempat rumah Tuhan. Tuhan akan menjadi hakim bangsa-bangsa dan wasit suku-suku bangsa. Bahkan pedang ditempa menjadi mata bajak, dan tombak menjadi pemangkas. Hari penghakiman Tuhan tidak perlu menakutkan orang Israel, sebab Tuhan hanya menghendaki keselamatan mereka. Mereka tidak lagi belajar berperang, tetapi akan bekerja dan berjuang demi kebaikan bersama. Ciri-ciri umat yang menggantungkan harapannya pada Tuhan ialah optimisme, pertobatan, tetap setia bekerja, dan selalu mengharapkan sesuatu yang baik akan terjadi dalam hidup mereka.

Apakah kita setiap kali masih mau kembali 'mengharapkan yang baik' dalam segala peristiwa yang kita alami? Apakah masa penantian, Adven, ini kita berani memupuk optimisme akan kedatangan Tuhan? Hanya mereka yang tidak mau bertobat, akan takut dan gelisah menantikan kedatangan Tuhan. Sabda Yesus hari ini pun akan terdengar bagaikan halilintar di siang bolong, seakan-akan tak ada harapan lagi. Tetapi, bagi kita yang menyirami iman kita setiap hari, kedatangan Tuhan akan menyenangkan, bahkan kita tunggu-tunggu dengan hati penuh gairah. Kita lantas teringat, dalam Injil Yohanes Yesus berkata, "Aku datang bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya" (Yoh 12:47).

Ketika badai dan air bah melanda hidup kita dengan diam-diam, kita diingatkan, bahwa kita selalu boleh mengharapkan sesuatu yang baik akan terjadi. Kita selalu boleh meminta kedatangan Yesus di tengah situasi yang sangat sulit. Sekali lagi, meminta-Nya, supaya datang pada saat itu. Dan kita akan dijawab, dikuatkan, dan ditunjukkan jalan, sebab Ia sendiri tak pernah mendatangkan bencana. Ia hanya ingin supaya kita selamat.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar