Sabtu, 07 Desember 2013

Berubah, Karena Itu Baik

Minggu Adven II (A)
Yes 11:1-10, Rm 15:4-9, Mat 3:1-12
Oleh : Pst. H. Tedjoworo, OSC

Musim hujan tiba. Begitu juga, kepanikan. Pengendara motor seperti kesetanan kalau cuaca sudah gelap dan mendung. Semua orang tergesa-gesa, bukan karena mengejar sebuah acara, tapi karena takut kehujanan. Mengapa takut kehujanan? Tentu saja, karena tak membawa jas hujan, atau sekedar malas berhenti untuk mengenakannya. Dalam situasi seperti itu, orang lain yang berkendara dengan hati-hati justru diklakson dan dipelototi. Paranoia itu menular. Mereka yang berteduh di bawah jalan layang merasa tersinggung karena tersiram air genangan yang dilewati mobil, padahal mereka sendiri jelas mengganggu lalu lintas sebab berkerumun di tempat dilarang berhenti.

Ketakutan dan kepanikan tidak hanya terjadi di jalan-jalan. Sebagian besar orang sebenarnya hidup dalam ketakutan yang tidak selalu disadarinya. Orang berkali-kali bereaksi dan bahkan memutuskan sesuatu yang sangat penting dalam hidupnya karena dan di dalam ketakutan tertentu. Belum lagi kenyataan bahwa beberapa tindakan dan keputusan jadi sama sekali keliru karena sebuah kesalahan yang selama ini disembunyikan. Bertindak karena rasa takut hanya akan membuat orang semakin terpuruk dalam kepanikan. Bertobat karena takut pada hukuman hanya menunjukkan bahwa pertobatan itu tidak sungguh-sungguh tulus. Masih bisakah kita bertobat demi sebuah kebaikan?

Injil Matius yang kita dengar hari ini mendatangkan badai melalui perkataan Yohanes Pembaptis. Badai pertama ialah Yohanes sendiri yang tampil dengan jubah bulu unta, ikat pinggang kulit, serta makan belalang dan madu hutan. Badai kedua, kapak sudah tersedia di akar pohon. Badai ketiga, Yesus dengan alat penampi di tangan-Nya. Badai keempat, Yesus akan membakar debu jerami dalam api yang tidak terpadamkan. Mungkin semua badai itu ditujukan pada semua orang, tapi bagi Yohanes Pembaptis, tidak ada yang lebih cocok dilanda selain orang-orang Farisi dan Saduki. Mereka ikut berdatangan untuk dibaptis, namun betapa keras Yohanes bereaksi. Padahal, sepertinya mereka
datang ke situ sesuai kehendak Tuhan. Tetapi, Yohanes lebih tahu!

Mungkin mereka datang karena ingin dibaptis, tetapi dalam hati mereka tak pernah mau bertobat. Mereka hanya takut pada hukuman dan badai yang diserukan oleh Yohanes Pembaptis. Mereka dimotivasi lebih oleh ketakutan akan konsekuensi kelakuan dan hidup mereka selama ini, daripada keinginan hati untuk kembali kepada Allah dan mengasihi sesama. Mereka yang tidak menghasilkan buah sesuai dengan pertobatan tidak pantas untuk dibaptis, apalagi oleh Yesus yang akan membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api. "Buah" adalah gambaran penting dalam Matius, artinya, perubahan kelakuan yang nyata dalam hidup sehari-hari demi tujuan yang ditetapkan Allah saja.

Kita selalu bisa mengingat kembali kelakuan dan reaksi kita sehari-hari terhadap orang lain. Masih banyak reaksi yang muncul lebih karena kita merasa 'terancam' oleh situasi sekitar, dan juga oleh kata-kata dan sikap orang lain. Kita gelisah kalau diamat-amati oleh seseorang. Kita merasa bersalah kalau diberhentikan polisi di jalan. Kita merasa tidak enak hati atau merasa disindir manakala mendengarkan renungan dan khotbah. Kalau sesudahnya kita berubah karena berbagai ketakutan itu, mungkin hal ini tidak akan bertahan lama, sebab perubahan itu hanyalah reaksi. Mestinya perubahan muncul dari iman dan kesadaran bahwa Tuhanlah yang menghendakinya dalam hidup kita.

Pengadilan tidak sama dengan hukuman. Gambaran dunia penuh kedamaian dalam Kitab Yesaya (Bacaan I) sebenarnya melukiskan pengadilan Tuhan yang melegakan. Tuhan tidak akan menghakimi dengan sekilas pandang saja, atau menjatuhkan keputusan menurut kata orang. Ia menghakimi demi keadilan dan damai, dan bukan demi menjatuhkan hukuman semata. Tunas yang tumbuh dari tunggul Isai, Mesias yang dinantikan itu, akan mendatangkan keadilan dan kedamaian di atas dunia. Ia hanya akan membawa damai. Ia mengundang setiap manusia untuk bertobat bukan dengan menakut-nakuti, melainkan dengan menjanjikan perdamaian melalui diri-Nya sendiri.

Masa persiapan menyambut kedatangan Yesus ini bukanlah masa untuk tiba-tiba berubah karena takut pada hukuman atas dosa dan kelakuan buruk kita selama ini. Masa ini mesti dilihat sebagai kesempatan yang baik untuk melihat rencana apa yang Tuhan tentukan atas hidup kita masing-masing. Pasti banyak kejadian dalam hidup yang telah membentuk dan mengarahkan kita semua hingga saat ini. Dapatkah kita melihat semuanya itu sebagai bagian dari rencana Tuhan atas diri kita? Apakah kita menghasilkan buah-buah yang dinikmati oleh anggota keluarga kita, dirasakan oleh mereka yang tinggal di lingkungan kita, dialami oleh mereka yang bekerja bersama kita?

Apabila mereka yang disebut di atas lebih sering membicarakan kelemahan kita dan mengkritik kelakuan kita, berarti kita belum menghasilkan buah yang  sesuai dengan pertobatan. Kita mungkin mengira diri kita sudah berubah, padahal hanya bereaksi sesaat karena ketakutan kita sendiri. Hari ini kita diajak mengatasi ketakutan kita dan mengoreksi gambaran kita tentang sosok Yesus yang akan kita sambut kelahiran-Nya. Semoga kita berubah, karena itu baik.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar