Yes 11:1-10, Rm 15:4-9, Mat 3:1-12
Oleh : Pst. H. Tedjoworo, OSC
Musim hujan tiba. Begitu juga, kepanikan.
Pengendara motor seperti kesetanan kalau
cuaca sudah gelap dan mendung. Semua orang tergesa-gesa, bukan karena mengejar sebuah acara, tapi karena
takut kehujanan. Mengapa takut kehujanan?
Tentu saja, karena tak membawa jas hujan, atau sekedar malas berhenti
untuk mengenakannya. Dalam situasi
seperti itu, orang lain yang berkendara dengan hati-hati justru diklakson dan dipelototi. Paranoia itu menular.
Mereka yang berteduh di bawah
jalan layang merasa tersinggung karena tersiram air genangan yang dilewati mobil, padahal mereka sendiri jelas
mengganggu lalu lintas sebab
berkerumun di tempat dilarang berhenti.
Ketakutan dan kepanikan tidak hanya terjadi di
jalan-jalan. Sebagian besar orang
sebenarnya hidup dalam ketakutan yang tidak selalu disadarinya. Orang berkali-kali bereaksi dan bahkan
memutuskan sesuatu yang sangat penting dalam
hidupnya karena dan di dalam ketakutan tertentu. Belum lagi kenyataan bahwa beberapa tindakan dan keputusan
jadi sama sekali keliru karena sebuah kesalahan
yang selama ini disembunyikan. Bertindak karena rasa takut hanya akan membuat orang semakin terpuruk
dalam kepanikan. Bertobat karena takut pada
hukuman hanya menunjukkan bahwa pertobatan itu tidak sungguh-sungguh tulus. Masih bisakah kita bertobat demi
sebuah kebaikan?
Injil Matius yang kita dengar hari ini mendatangkan
badai melalui perkataan Yohanes
Pembaptis. Badai pertama ialah Yohanes sendiri yang tampil dengan jubah bulu unta, ikat pinggang kulit,
serta makan belalang dan madu hutan. Badai
kedua, kapak sudah tersedia di akar pohon. Badai ketiga, Yesus dengan alat penampi di tangan-Nya. Badai
keempat, Yesus akan membakar debu jerami dalam
api yang tidak terpadamkan. Mungkin semua badai itu ditujukan pada semua orang, tapi bagi Yohanes
Pembaptis, tidak ada yang lebih cocok dilanda selain orang-orang Farisi dan Saduki. Mereka ikut berdatangan
untuk dibaptis, namun betapa keras
Yohanes bereaksi. Padahal, sepertinya mereka
datang ke situ sesuai kehendak Tuhan. Tetapi,
Yohanes lebih tahu!
Mungkin mereka datang karena ingin dibaptis, tetapi
dalam hati mereka tak pernah mau
bertobat. Mereka hanya takut pada hukuman dan badai yang diserukan oleh Yohanes Pembaptis. Mereka dimotivasi lebih oleh
ketakutan akan konsekuensi
kelakuan dan hidup mereka selama ini, daripada keinginan hati untuk kembali kepada Allah dan mengasihi sesama. Mereka
yang tidak menghasilkan buah
sesuai dengan pertobatan tidak pantas untuk dibaptis, apalagi oleh Yesus yang akan membaptis dengan Roh Kudus dan
dengan api. "Buah"
adalah gambaran penting dalam Matius, artinya, perubahan kelakuan yang nyata dalam hidup sehari-hari demi
tujuan yang ditetapkan Allah saja.
Kita selalu bisa mengingat kembali kelakuan dan
reaksi kita sehari-hari terhadap
orang lain. Masih banyak reaksi yang muncul lebih karena kita merasa 'terancam' oleh situasi sekitar,
dan juga oleh kata-kata dan sikap orang
lain. Kita gelisah kalau diamat-amati oleh seseorang. Kita merasa bersalah kalau diberhentikan polisi di
jalan. Kita merasa tidak enak hati atau
merasa disindir manakala mendengarkan renungan dan khotbah. Kalau sesudahnya kita berubah karena berbagai
ketakutan itu, mungkin hal ini tidak akan
bertahan lama, sebab perubahan itu hanyalah reaksi. Mestinya perubahan muncul dari iman dan kesadaran bahwa
Tuhanlah yang menghendakinya dalam hidup
kita.
Pengadilan tidak sama dengan hukuman. Gambaran
dunia penuh kedamaian dalam Kitab
Yesaya (Bacaan I) sebenarnya melukiskan pengadilan Tuhan yang melegakan. Tuhan tidak akan menghakimi
dengan sekilas pandang saja, atau menjatuhkan
keputusan menurut kata orang. Ia menghakimi demi keadilan dan damai, dan bukan demi menjatuhkan
hukuman semata. Tunas yang tumbuh dari tunggul
Isai, Mesias yang dinantikan itu, akan mendatangkan keadilan dan kedamaian di atas dunia. Ia hanya akan
membawa damai. Ia mengundang setiap manusia
untuk bertobat bukan dengan menakut-nakuti, melainkan dengan menjanjikan perdamaian melalui diri-Nya
sendiri.
Masa persiapan menyambut kedatangan Yesus ini
bukanlah masa untuk tiba-tiba berubah
karena takut pada hukuman atas dosa dan kelakuan buruk kita selama ini. Masa ini mesti dilihat sebagai
kesempatan yang baik untuk melihat rencana
apa yang Tuhan tentukan atas hidup kita masing-masing. Pasti banyak kejadian dalam hidup yang telah
membentuk dan mengarahkan kita semua hingga
saat ini. Dapatkah kita melihat semuanya itu sebagai bagian dari rencana Tuhan atas diri kita? Apakah kita menghasilkan
buah-buah yang dinikmati oleh anggota
keluarga kita, dirasakan oleh mereka yang tinggal di lingkungan kita, dialami oleh mereka yang bekerja
bersama kita?
Apabila mereka yang disebut di atas lebih sering
membicarakan kelemahan kita dan
mengkritik kelakuan kita, berarti kita belum menghasilkan buah yang
sesuai dengan pertobatan. Kita mungkin mengira diri kita sudah
berubah, padahal hanya bereaksi
sesaat karena ketakutan kita sendiri. Hari ini kita diajak mengatasi ketakutan kita dan mengoreksi gambaran kita
tentang sosok Yesus yang akan kita
sambut kelahiran-Nya. Semoga kita berubah, karena itu baik.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar