Selasa, 24 Desember 2013

Lahir Untuk Mengasihi

Hari Raya Natal (A)
Yes 52:7-10, Ibr 1:1-6, Yoh 1:1-18
Oleh : Pst. H. Tedjoworo, OSC

Di pojok rumah makan itu dipasang 'boneka salju' Natal hampir seukuran manusia. Bagi orang-orang dewasa yang makan di situ, hiasan ini nampak biasa-biasa saja dan mereka tidak terlalu memedulikannya. Tetapi, bagi beberapa anak kecil, boneka ini memancing sikap ingin tahu. Mereka mendekati boneka ini, memeluknya penuh rasa sayang, menepuk-nepuk 'perut'nya yang buncit, dan minta dipotret oleh orangtua mereka. Mengharukan. Anak-anak kini mungkin merindukan orang-orang dewasa yang lucu, yang mau disayang dan punya waktu untuk bermain. Sebuah boneka hiasan saja bisa jadi figur untuk mengungkapkan rasa sayang dan keceriaan. Mungkinkah mereka tidak menemukan sifat-sifat itu dalam diri kita?

Sudah banyak cerita sendu di sekitar kita berkaitan dengan perayaan Natal. Banyak hal yang dapat kita kontraskan dengan kenyataan hidup sehari-hari, mulai dari promosi barang di mal-mal yang semakin memancing orang untuk berbelanja, restoran-restoran yang menawarkan diskon besar, hingga hiasan-hiasan yang makin gemerlapan dan mewah. Kita sering mendengar nasihat untuk menahan diri dari semua itu, dan berbuat 'sosial' kepada mereka yang tidak mampu membeli semua yang mahal itu. Tetapi, Natal bukan hanya soal menahan diri dan acara sosial. Bagaimana kalau kita ternyata diundang menemukan lagi Terang yang sebetulnya selalu ada di dalam diri kita?

Injil Yohanes sama sekali tidak melukiskan peristiwa romantis seputar kelahiran Yesus seperti yang kita dengar dari Injil Lukas. Yesus Kristus, dalam pandangan Yohanes, tidak dapat dibatasi oleh kisah dalam sejarah, yakni kelahiran dan kematian. Yesus Kristus selalu 'ada' bersama-sama dengan Allah dan Dia, Firman itu, adalah Allah. Dengan menyejajarkan kedatangan Yesus dan penciptaan dunia ("Pada mulanya..."), Yohanes mau menunjukkan bahwa Yesus sudah ada sejak kita dan dunia diciptakan. Ketika merenungkan 'kelahiran' Yesus bersama Yohanes, kita diingatkan lagi akan kehadiran-Nya selalu dalam hidup kita, sejak kita dicipta hingga kelak kembali menghadap Allah.

Kalau begitu, perayaan 'kelahiran' Yesus adalah kesadaran kita kembali akan kelahiran-Nya dalam hidup kita. Hidup kita menjadi berbeda karena Dia! Kemanusiaan kita adalah 'terang' bagi dunia. Bayangkan sebuah dunia tanpa ada manusia di dalamnya. Dunia itu pasti dingin, gelap, dan mati. Natal adalah saat yang sangat baik untuk bersyukur karena kita dicipta menjadi manusia, baik perempuan maupun laki-laki. Kita berterima kasih karena kita 'dilahirkan untuk hidup', sama seperti Yesus yang lahir sebagai manusia, dan membawa hidup. "Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia."

Sayangnya, kita tidak selalu sadar akan semua yang 'hidup' di sekeliling kita. Saat membeli hadiah, kita lebih banyak berpikir tentang harga barang, kegunaan, dan keindahannya, daripada pribadi yang hendak kita beri hadiah. Saat makan bersama di suatu tempat, kita lebih ingin memotret makanannya atau mengagumi suasananya, daripada bicara dengan mereka yang hadir bersama kita. Saat bepergian dengan seseorang, kita lebih sibuk dengan handphone dan alat-alat canggih kita, daripada berbagi cerita dengannya. Banyak orang di zaman ini lebih 'sayang' dengan benda-benda mati daripada pribadi-pribadi hidup yang dihadapi dan bahkan telah setia kepadanya sekian lama. Jangan-jangan kita tidak mengenali lagi 'Terang' itu dalam hidup kita, bahkan tidak menerima Dia yang sebetulnya memiliki hidup kita.

Yesaya, dalam bacaan I, mengungkapkan sukacita manakala 'melihat' orang-orang yang membawa kabar baik dari puncak bukit-bukit. Ia juga 'mendengar' mereka yang mengawal bersorak-sorai. Ada apa dengan semuanya itu? Tuhan kembali ke Sion! Dan semuanya itu dikatakan oleh Yesaya sebagai keindahan, sebab kalau Tuhan berkenan 'kembali' ke Sion, itu hanya dapat dikagumi dan disyukuri. Kapan terakhir kali orang bisa terharu mendengarkan kisah kita? Kapankah orang mengagumi kehadiran kita yang bersahaja tapi memberi mereka rasa aman dan percaya? Kalau Tuhan sungguh-sungguh kembali dalam hidup kita masing-masing, akan lebih banyak sukacita, senyum, dan tertawa yang kita bawa kepada orang lain. Kabar baik itu sungguh-sungguh lahir di dunia dan hidup di dalam diri kita!

Karena beban hidup dan penderitaan yang kita tanggung, kita mungkin menjadi pribadi yang murung dan menakutkan bagi orang lain. Pesimisme, iri hati, pikiran buruk, dan berbagai kekecewaan hidup bisa mempengaruhi kita sehingga menjadi bersikap sinis serta cenderung menyerang atau melukai orang lain. Dan lihatlah, orang lain tidak mau datang kepada kita lagi, anak-anak pun takut mendekati, dan keluarga kita sibuk dengan urusan masing-masing. Tapi itu semua hanya karena kita tidak sadar bahwa Yesus, Terang itu, selalu ada di hati kita. Kita bisa menyadarinya, dengan mulai bersyukur bahwa kita hidup.

Kelahiran Yesus Kristus tidak kita rayakan dengan hal-hal romantis di luar diri kita. Tanpa menuntut situasi atau siapapun, kita bisa menjadi 'boneka salju' yang dianggap lucu dan disayang oleh anak-anak itu. Artinya, kita dilahirkan untuk hidup, dan karena Yesus selalu ada di hati, kita pun dilahirkan untuk membahagiakan dan mengasihi. Semoga orang lain bahagia karena berjumpa dengan kita.

Selamat Natal!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar