Yes 52:7-10, Ibr 1:1-6, Yoh 1:1-18
Oleh : Pst. H. Tedjoworo, OSC
Di pojok rumah makan itu dipasang 'boneka salju'
Natal hampir seukuran manusia.
Bagi orang-orang dewasa yang makan di situ, hiasan ini nampak biasa-biasa saja dan mereka tidak
terlalu memedulikannya. Tetapi, bagi beberapa
anak kecil, boneka ini memancing sikap ingin tahu. Mereka mendekati boneka ini, memeluknya penuh rasa
sayang, menepuk-nepuk 'perut'nya yang buncit,
dan minta dipotret oleh orangtua mereka. Mengharukan. Anak-anak kini mungkin merindukan orang-orang dewasa
yang lucu, yang mau disayang dan punya waktu
untuk bermain. Sebuah boneka hiasan saja bisa jadi figur untuk mengungkapkan rasa sayang dan
keceriaan. Mungkinkah mereka tidak menemukan sifat-sifat itu dalam diri kita?
Sudah banyak cerita sendu di sekitar kita berkaitan
dengan perayaan Natal. Banyak hal
yang dapat kita kontraskan dengan kenyataan hidup sehari-hari, mulai dari promosi barang di mal-mal
yang semakin memancing orang untuk berbelanja,
restoran-restoran yang menawarkan diskon besar, hingga hiasan-hiasan yang makin gemerlapan dan mewah. Kita sering
mendengar nasihat untuk menahan
diri dari semua itu, dan berbuat 'sosial' kepada mereka yang tidak mampu membeli semua yang mahal
itu. Tetapi, Natal bukan hanya soal menahan
diri dan acara sosial. Bagaimana kalau kita ternyata diundang menemukan lagi Terang yang sebetulnya
selalu ada di dalam diri kita?
Injil Yohanes sama sekali tidak melukiskan
peristiwa romantis seputar kelahiran
Yesus seperti yang kita dengar dari Injil Lukas. Yesus Kristus, dalam pandangan Yohanes, tidak dapat
dibatasi oleh kisah dalam sejarah, yakni
kelahiran dan kematian. Yesus Kristus selalu 'ada' bersama-sama dengan Allah dan Dia, Firman itu, adalah Allah.
Dengan menyejajarkan kedatangan Yesus
dan penciptaan dunia ("Pada mulanya..."), Yohanes mau menunjukkan bahwa Yesus sudah ada sejak kita dan
dunia diciptakan. Ketika merenungkan 'kelahiran'
Yesus bersama Yohanes, kita diingatkan lagi akan kehadiran-Nya selalu dalam hidup kita, sejak kita
dicipta hingga kelak kembali menghadap Allah.
Kalau begitu, perayaan 'kelahiran' Yesus adalah
kesadaran kita kembali akan kelahiran-Nya
dalam hidup kita. Hidup kita menjadi berbeda karena Dia! Kemanusiaan kita adalah 'terang' bagi dunia. Bayangkan sebuah
dunia tanpa ada manusia di
dalamnya. Dunia itu pasti dingin, gelap, dan mati. Natal adalah saat yang sangat baik untuk bersyukur karena kita dicipta
menjadi manusia, baik perempuan
maupun laki-laki. Kita berterima kasih karena kita 'dilahirkan untuk hidup', sama seperti Yesus yang lahir sebagai
manusia, dan membawa hidup.
"Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia."
Sayangnya, kita tidak selalu sadar akan semua yang
'hidup' di sekeliling kita. Saat
membeli hadiah, kita lebih banyak berpikir tentang harga barang, kegunaan, dan keindahannya, daripada
pribadi yang hendak kita beri hadiah. Saat
makan bersama di suatu tempat, kita lebih ingin memotret makanannya atau mengagumi suasananya, daripada
bicara dengan mereka yang hadir bersama kita.
Saat bepergian dengan seseorang, kita lebih sibuk dengan handphone dan alat-alat canggih kita, daripada
berbagi cerita dengannya. Banyak orang di
zaman ini lebih 'sayang' dengan benda-benda mati daripada
pribadi-pribadi hidup yang
dihadapi dan bahkan telah setia kepadanya sekian lama. Jangan-jangan kita tidak mengenali lagi 'Terang' itu dalam hidup
kita, bahkan tidak menerima Dia
yang sebetulnya memiliki hidup kita.
Yesaya, dalam bacaan I, mengungkapkan sukacita
manakala 'melihat' orang-orang
yang membawa kabar baik dari puncak bukit-bukit. Ia juga 'mendengar' mereka yang mengawal bersorak-sorai. Ada apa dengan
semuanya itu? Tuhan kembali ke
Sion! Dan semuanya itu dikatakan oleh Yesaya sebagai keindahan, sebab kalau Tuhan berkenan 'kembali' ke Sion, itu
hanya dapat dikagumi dan
disyukuri. Kapan terakhir kali orang bisa terharu mendengarkan kisah kita? Kapankah orang mengagumi
kehadiran kita yang bersahaja tapi memberi
mereka rasa aman dan percaya? Kalau Tuhan sungguh-sungguh kembali dalam hidup kita masing-masing, akan
lebih banyak sukacita, senyum, dan tertawa
yang kita bawa kepada orang lain. Kabar baik itu sungguh-sungguh lahir di dunia dan hidup di dalam diri
kita!
Karena beban hidup dan penderitaan yang kita
tanggung, kita mungkin menjadi pribadi
yang murung dan menakutkan bagi orang lain. Pesimisme, iri hati, pikiran buruk, dan berbagai kekecewaan
hidup bisa mempengaruhi kita sehingga menjadi
bersikap sinis serta cenderung menyerang atau melukai orang lain. Dan lihatlah, orang lain tidak mau
datang kepada kita lagi, anak-anak pun takut
mendekati, dan keluarga kita sibuk dengan urusan masing-masing. Tapi itu semua hanya karena kita tidak sadar
bahwa Yesus, Terang itu, selalu ada di
hati kita. Kita bisa menyadarinya, dengan mulai bersyukur bahwa kita hidup.
Kelahiran Yesus Kristus tidak kita rayakan dengan
hal-hal romantis di luar diri
kita. Tanpa menuntut situasi atau siapapun, kita bisa menjadi 'boneka salju' yang dianggap lucu dan disayang
oleh anak-anak itu. Artinya, kita dilahirkan
untuk hidup, dan karena Yesus selalu ada di hati, kita pun dilahirkan untuk membahagiakan dan
mengasihi. Semoga orang lain bahagia karena
berjumpa dengan kita.
Selamat Natal!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar