Sabtu, 11 Januari 2014

Biarlah Hal Itu Terjadi



Pesta Pembabtisan Tuhan
Yes 42:1-4.6-7, Kis 10:34-38, Mat 3:13-17

Ada yang disebut rasa 'pekewuh' dalam bahasa Jawa. Luas penafsiran atas istilah ini, dan sebagian berhubungan dengan kata 'ewuh' (Jw.) yang berarti repot. 'Pekewuh' menggambarkan rasa tidak enak atau sungkan terhadap orang lain yang mungkin jadi repot karena sikap atau tindakan kita. Tentu saja istilah ini pun sering dikritik karena dianggap tidak mengembangkan kepercayaan diri dan daya juang seseorang. Tetapi, di sisi lain yang lebih positif, rasa 'pekewuh' sebetulnya melatih kepekaan kita dan mendorong sikap rendah hati. Justru karena rasa perasaan ini, kita bisa lebih tahu diri dan kembali pada posisi atau peran yang sebaiknya kita ambil.

Apa yang terjadi kalau rasa sungkan itu tidak ada? Akibatnya antara lain ialah orang jadi kehilangan kepekaan untuk melayani, ingin didahulukan dalam setiap kesempatan, terlalu gengsi untuk menyadari kekeliruannya dan minta maaf atas hal itu. Contoh yang sering dijumpai ialah pada antrian di depan kasir. Ketika ada yang tidak memperhatikan dengan baik dan masuk antrian dari arah yang salah, beberapa orang yang melihat merasa sungkan untuk menegur. Kalaupun orang itu ditegur, ada dua kemungkinan: ia minta maaf dan berpindah tempat, atau bermuka masam dan bergeming di tempatnya. Yang terakhir ini menunjukkan perlunya rasa tidak enak itu.

Bagi jemaat Kristen perdana, pembaptisan Yesus oleh Yohanes Pembaptis adalah persoalan tersendiri. Dalam keempat Injil peristiwa yang problematik ini dituliskan dengan tekanan yang berbeda-beda. Markus menekankan suara Allah dari surga dalam kalimat pasif. Lukas hanya menulis bahwa Yesus dibaptis, tapi tidak disebutkan bahwa Yohanes Pembaptis yang melakukannya. Yohanes Penginjil bahkan tidak menyebutkan apapun tentang pembaptisan Yesus selain bahwa Roh Kudus turun seperti merpati. Matius, yang kita dengar hari ini, menambahkan dialog Yesus dan Yohanes Pembaptis yang merasa sungkan dan berusaha "mencegah-Nya". Yohanes benar dalam hal baptisan hanya untuk pendosa, tapi mungkin ia kurang paham kehendak Allah.

Menanggapi rasa tidak nyaman Yohanes untuk membaptis-Nya, Yesus menjawab (dalam teks asli Matius), "Biarlah hal itu terjadi untuk saat ini, sebab patutlah bagi kita dengan cara ini memenuhi kebenaran [Allah]". Dengan kata lain, pembaptisan Yesus adalah pernyataan diri dan misi Allah yang
mengejutkan, yakni bahwa Yesus, yang adalah Allah, mau solider dengan para pendosa dan menyelamatkan mereka dengan cara melayani! Meski Yohanes merasa tidak enak untuk membaptis Yesus, ia harus belajar menerima bahwa Yesus datang "bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan memberikan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang" (Mat 20:28). Yesus mengoreksi pandangan orang tentang bagaimana Allah menyelamatkan dunia, bukan dengan tangan besi, tapi dengan menjadi pelayan dan hamba.

Melayani itu menyelamatkan. Keengganan kita untuk melayani justru sering berujung pada keadaan yang tidak lebih baik. Sikap gengsi kita untuk melakukan hal-hal yang biasanya dikerjakan oleh bawahan atau mereka yang profesinya tidak kita perhitungkan itu menghalangi kehendak Tuhan. Mungkin kita pernah melakukan hal-hal yang baik demi kepentingan umum, tetapi dengan menggerutu. Di saat lain kita tergoda untuk bersikeras dengan pendapat kita sendiri dan menolak untuk bekerja sama dengan siapapun. Beberapa kejadian yang kita alami sebetulnya mendesak kita untuk belajar membiarkannya terjadi supaya kita menyesuaikan diri dan tetap terlibat di dalamnya. Bukankah Tuhan selalu punya maksud di balik setiap peristiwa hidup?

Gambaran indah tentang cara Hamba Yahwe mengajar kita dengar dari Yesaya (Bacaan I). Hamba itu dilukiskan dalam naungan Roh Tuhan, dan ia "tidak akan berteriak atau menyaringkan suara di jalan. Buluh yang patah terkulai tidak diputuskan, dan sumbu yang pudar tidak dipadamkannya". Meskipun nampaknya rapuh dan lemah lembut, hamba itu tetap menyatakan hukum Tuhan, dan semua orang akan mengharapkan pengajarannya. Ia adalah hamba Tuhan yang tidak gengsi untuk merendahkan diri, sebab ia tahu Tuhan menghendaki 'cara' seperti itu untuk mengajar umat-Nya. Hamba yang seperti ini menyenangkan hati dan berkenan pada Tuhan!

Pembaptisan Yesus adalah sesuatu yang harus terjadi dari pihak Allah, sebab hal itu menyatakan 'bagaimana' Allah hadir dan menyelamatkan dunia. Akan tetapi, pembaptisan Yesus ini membawa pelajaran bagi mereka yang mau menjadi murid-murid-Nya. Pelajaran penting itu ialah kesediaan untuk bekerja sama dengan Tuhan, mengganti gengsi dengan rasa sungkan yang positif, yakni menjalankan dengan rendah hati apa yang sebaiknya kita lakukan. Kita lakukan dengan cara yang sudah ditunjukkan Yesus. Mungkin kita harus mengoreksi habis-habisan mentalitas kita yang tidak membawa kebaikan bagi orang lain.

Biarlah hal itu terjadi. Biarlah pembaptisan membuat hidup kita makin serupa dengan Kristus yang mengajar kita dengan bahasa dan tindakan yang mudah kita pahami. Begitulah sepatutnya kita memenuhi kehendak Allah, tetapi hanya seturut cara Yesus: dengan rela hati dan dengan senang hati. Biarlah Allah memberkati kita.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar