Pesta Pembabtisan Tuhan
Yes 42:1-4.6-7, Kis 10:34-38, Mat 3:13-17
Ada yang disebut rasa 'pekewuh' dalam bahasa Jawa.
Luas penafsiran atas istilah ini,
dan sebagian berhubungan dengan kata 'ewuh' (Jw.) yang berarti repot. 'Pekewuh' menggambarkan rasa
tidak enak atau sungkan terhadap orang lain
yang mungkin jadi repot karena sikap atau tindakan kita. Tentu saja istilah ini pun sering dikritik karena
dianggap tidak mengembangkan kepercayaan
diri dan daya juang seseorang. Tetapi, di sisi lain yang lebih positif, rasa 'pekewuh' sebetulnya
melatih kepekaan kita dan mendorong sikap
rendah hati. Justru karena rasa perasaan ini, kita bisa lebih tahu diri
dan kembali pada posisi atau peran
yang sebaiknya kita ambil.
Apa yang terjadi kalau rasa sungkan itu tidak ada?
Akibatnya antara lain ialah orang
jadi kehilangan kepekaan untuk melayani, ingin didahulukan dalam setiap kesempatan, terlalu gengsi untuk
menyadari kekeliruannya dan minta maaf
atas hal itu. Contoh yang sering dijumpai ialah pada antrian di depan kasir. Ketika ada yang tidak
memperhatikan dengan baik dan masuk antrian
dari arah yang salah, beberapa orang yang melihat merasa sungkan untuk menegur. Kalaupun orang itu ditegur,
ada dua kemungkinan: ia minta maaf dan berpindah
tempat, atau bermuka masam dan bergeming di tempatnya. Yang terakhir ini menunjukkan perlunya rasa
tidak enak itu.
Bagi jemaat Kristen perdana, pembaptisan Yesus oleh
Yohanes Pembaptis adalah persoalan
tersendiri. Dalam keempat Injil peristiwa yang problematik ini dituliskan dengan tekanan yang
berbeda-beda. Markus menekankan suara Allah
dari surga dalam kalimat pasif. Lukas hanya menulis bahwa Yesus
dibaptis, tapi tidak disebutkan
bahwa Yohanes Pembaptis yang melakukannya. Yohanes Penginjil bahkan tidak menyebutkan apapun tentang pembaptisan
Yesus selain bahwa Roh Kudus turun
seperti merpati. Matius, yang kita dengar hari ini, menambahkan dialog Yesus dan Yohanes Pembaptis yang merasa
sungkan dan berusaha
"mencegah-Nya". Yohanes benar dalam hal baptisan hanya untuk pendosa, tapi mungkin ia kurang paham
kehendak Allah.
Menanggapi rasa tidak nyaman Yohanes untuk
membaptis-Nya, Yesus menjawab (dalam
teks asli Matius), "Biarlah hal itu terjadi untuk saat ini, sebab patutlah bagi kita dengan cara ini
memenuhi kebenaran [Allah]". Dengan kata lain, pembaptisan Yesus adalah pernyataan diri dan misi Allah
yang
mengejutkan, yakni bahwa Yesus, yang adalah Allah,
mau solider dengan para pendosa
dan menyelamatkan mereka dengan cara melayani! Meski Yohanes merasa tidak enak untuk membaptis Yesus, ia
harus belajar menerima bahwa Yesus datang
"bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan memberikan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak
orang" (Mat 20:28). Yesus mengoreksi
pandangan orang tentang bagaimana Allah menyelamatkan dunia, bukan
dengan tangan besi, tapi dengan
menjadi pelayan dan hamba.
Melayani itu menyelamatkan. Keengganan kita untuk
melayani justru sering berujung
pada keadaan yang tidak lebih baik. Sikap gengsi kita untuk melakukan hal-hal yang biasanya
dikerjakan oleh bawahan atau mereka yang profesinya
tidak kita perhitungkan itu menghalangi kehendak Tuhan. Mungkin kita pernah melakukan hal-hal yang baik
demi kepentingan umum, tetapi dengan menggerutu.
Di saat lain kita tergoda untuk bersikeras dengan pendapat kita sendiri dan menolak untuk bekerja sama
dengan siapapun. Beberapa kejadian yang
kita alami sebetulnya mendesak kita untuk belajar membiarkannya terjadi supaya kita menyesuaikan diri dan tetap
terlibat di dalamnya. Bukankah Tuhan selalu
punya maksud di balik setiap peristiwa hidup?
Gambaran indah tentang cara Hamba Yahwe mengajar
kita dengar dari Yesaya (Bacaan
I). Hamba itu dilukiskan dalam naungan Roh Tuhan, dan ia "tidak akan berteriak atau menyaringkan suara di
jalan. Buluh yang patah terkulai tidak diputuskan,
dan sumbu yang pudar tidak dipadamkannya". Meskipun nampaknya rapuh dan lemah lembut, hamba itu tetap
menyatakan hukum Tuhan, dan semua orang
akan mengharapkan pengajarannya. Ia adalah hamba Tuhan yang tidak gengsi untuk merendahkan diri, sebab ia
tahu Tuhan menghendaki 'cara' seperti
itu untuk mengajar umat-Nya. Hamba yang seperti ini menyenangkan hati dan berkenan pada Tuhan!
Pembaptisan Yesus adalah sesuatu yang harus terjadi
dari pihak Allah, sebab hal itu
menyatakan 'bagaimana' Allah hadir dan menyelamatkan dunia. Akan tetapi, pembaptisan Yesus ini membawa
pelajaran bagi mereka yang mau menjadi murid-murid-Nya.
Pelajaran penting itu ialah kesediaan untuk bekerja sama dengan Tuhan, mengganti gengsi dengan rasa sungkan yang positif,
yakni menjalankan dengan rendah
hati apa yang sebaiknya kita lakukan. Kita lakukan dengan cara yang sudah ditunjukkan Yesus. Mungkin kita harus
mengoreksi habis-habisan
mentalitas kita yang tidak membawa kebaikan bagi orang lain.
Biarlah hal itu terjadi. Biarlah pembaptisan
membuat hidup kita makin serupa dengan
Kristus yang mengajar kita dengan bahasa dan tindakan yang mudah kita pahami. Begitulah sepatutnya kita
memenuhi kehendak Allah, tetapi hanya seturut
cara Yesus: dengan rela hati dan dengan senang hati. Biarlah Allah memberkati kita.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar