Yes 60:1-6, Ef 3:2-3a.5-6, Mat 2:1-12
Oleh : Pst. H. Tedjoworo, OSC
Tidak semua petunjuk jalan jelas. Beberapa
menimbulkan penafsiran berbeda-beda
dan malah membingungkan pengguna jalan. Karenanya, banyak persimpangan jalan di negara kita ini
membutuhkan prinsip "tahu sama tahu", artinya, bisa dilewati dengan aman berdasarkan kebiasaan saja.
Konon supaya tidak tersesat para
sopir kendaraan antarkota lebih mengandalkan 'perasaan' untuk berbelok di jalan-jalan tertentu daripada membaca petunjuk
jalan. Ketika memakai perasaan,
mereka justru bisa menemukan jalan pintas dan sampai ke tujuan sebelum waktunya. Percaya atau tidak, perasaan
itu juga yang seringkali
menyelamatkan mereka dari hambatan dan kecelakaan di jalan.
Pengalaman serupa ditemukan kalau kita bertanya
kepada seseorang di pinggir jalan
tentang arah ke tempat yang kita tuju. Meskipun orang pasti berusaha memberitahukan arah yang harus kita
ambil, namun kita tidak pernah tahu apakah
orang itu sungguh-sungguh mengerti jalan dan bermaksud baik. Masih dibutuhkan kepekaan kita sendiri,
ketika mulai berjalan, untuk menafsirkan apa
maksud petunjuk yang disampaikannya kepada kita. Ada kalanya kita harus mengakui bahwa petunjuk yang kita dengar
tidak selalu benar, bahwa di dunia ini
masih ada maksud buruk yang dapat menyesatkan dan mencelakakan kita.
Tiga orang majus dari Timur yang kita dengar dalam
Injil Matius adalah orang-orang
yang dalam tradisi dikatakan berasal dari Babilonia, Persia, dan Arab. Mereka mempelajari astrologi
dengan kemampuan khusus yang mereka miliki.
Kemampuan itu akhirnya membawa mereka pada petunjuk akan kedatangan seorang Mesias, "raja orang
Yahudi" yang baru dilahirkan. Namun, dengan ilmu dan kepandaian itu ternyata mereka masih bisa meleset 14
kilometer dari perhitungan. Mereka
sampai di Yerusalem dan bukannya Betlehem. Yang lebih berbahaya lagi, mereka justru bertanya kepada orang yang salah,
yaitu Herodes, yang merasa dirinya
adalah raja orang Yahudi.
Mereka mulai menyadari bahwa mereka bertemu dengan
orang yang salah. Tiga orang majus
itu pandai membaca bintang-bintang, tetapi bagaimana mereka akan mampu membaca tanda-tanda menyesatkan
dalam diri manusia lain? Hal seperti ini
tidak bisa diselidiki dengan ilmu, tetapi hanya dengan iman. Dan iman itu mereka temukan ketika bertolak dari
Yerusalem. Di Yerusalem mereka hanya mengalami
kepalsuan Herodes dan situasi yang mencekam karena maksud jahatnya. Namun, ketika keluar dari
sana dan "melihat bintang itu, sangat
bersukacitalah mereka." Bahasa yang dipakai Matius menyangatkan
sukacita yang sudah sangat luar
biasa. Kata 'chairo' berarti bersukacita dengan berlebihan. Iman hanya akan membawa sukacita. Kontras ini kita
lihat di antara perjalanan ke
Yerusalem bertemu dengan Herodes dan ke Betlehem berjumpa dengan bayi Yesus.
Di dunia kita, ketersesatan, salah jalan, salah
menafsirkan petunjuk, maksud buruk
dan bahkan maksud jahat orang lain, adalah kenyataan. Tidak semua yang kita cari akan didapat sesuai dengan
harapan. Selalu ada batu sandungan yang tidak
kita lihat atau kejadian yang di luar dugaan. Ketika itu dimunculkan atau dilakukan oleh orang-orang yang
kita kenal, kita merasa tidak siap menghadapinya.
Akibatnya, kita sering tenggelam dalam kemarahan dan pembalasan. Kalau ada yang mengkhianati kita, kita pun 'boleh'
mengkhianati dia. Kalau pernah
difitnah, kita pun merasa berhak untuk memfitnah. Maksud buruk dibalas dengan maksud buruk. Itukah sebabnya kita sering
tersesat?
Kitab Yesaya (Bacaan I) yang kita dengar hari ini
mengingatkan bahwa kita dipanggil
untuk bangkit dan menjadi terang. Meski "sesungguhnya kegelapan menutupi bumi, dan kekelaman menutupi
bangsa-bangsa; tetapi terang Tuhan terbit
atasmu, dan kemuliaan-Nya menjadi nyata atasmu." Yesaya mengajak supaya kita tidak mengikuti kegelapan
yang memang adalah kenyataan di bumi ini.
Kita harus mengangkat muka dan melihat sekeliling, bahwa di tengah kekelaman itu masih ada orang-orang
yang punya iman dan berjuang bersama kita.
Kita hanya akan melihat orang-orang itu kalau mengangkat muka kita dari hal-hal dan kejadian yang selama
ini menggelapkan batin.
Hari Raya Penampakan Tuhan kita Yesus Kristus
kepada bangsa-bangsa ini menempatkan
pentingnya setiap perjumpaan kita dalam iman. Terang Yesus membimbing tiga orang majus itu dengan
iman mereka, sehingga mereka tidak terperangkap
dalam kebencian dan maksud jahat Herodes. Mereka memang sempat salah memasuki kota, bahkan bertanya
pada orang yang salah. Dari situ mereka belajar
untuk tidak mengandalkan kepandaian belaka, melainkan iman di hati untuk sampai pada sukacita. Namun yang
terpenting, karena berjumpa Yesus, mereka
mengalami perubahan luar biasa dalam hidupnya dan sejak saat itu berani "melalui jalan lain".
Yesus berkali-kali menampakkan diri kepada kita di
tengah jalan, apalagi pada saat
kita salah jalan, salah menafsirkan petunjuk, atau tersesat karena pengaruh orang lain. Semoga kita berani
mengambil 'jalan yang lain' karena iman
kita. Hidup kita ini bukan sebuah 'kebiasaan lama' yang membuat kita tenggelam di lingkaran kekerasan.
Perjumpaan dengan Yesus mestinya membuat kita
berani mengikuti tuntunan iman yang hanya akan membawa sukacita.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar