Minggu Biasa V (A)
Yes 58:7-10, 1Kor 2:1-5, Mat 5:13-16
Oleh : Pst. Tedjoworo, OSC
Ada sementara orang yang sangat tergantung pada
jumlah dukungan yang didapatkannya.
Di halaman situs pertemanan dunia maya ada tombol 'Like' (Ing. 'suka') yang menampilkan jumlah pendukung yang setuju atau
suka pada komentar dan foto
tertentu. Tombol ini telah menjadi sebuah tren yang bisa menentukan perasaan dan keyakinan seseorang. Semakin banyak
pendukung yang menekan tombol
'suka', orang merasa semakin bangga dan dibenarkan. Tetapi sebaliknya, ketika sedikit atau tak ada
yang mendukung, orang merasa sendirian
dan tidak percaya diri. Akhirnya sering terjadi ia sendiri menekan tombol itu dan menjadi satu-satunya
yang menyukai komentarnya sendiri.
Mengapa kita sangat tergantung pada dukungan orang
lain? Mengapa hidup kita ditentukan
oleh sapaan, senyum, dan pujian orang? Pertanyaan-pertanyaan ini sangat pribadi namun sekaligus
menyentuh soal apakah kita menerima 'siapa'
diri kita. Mereka yang hidupnya terus menerus mencari-cari dukungan
orang lain akan lelah. Saat
listrik padam dan lingkungan gelap gulita, orang cenderung mencari apapun yang dapat menjadi alat penerang.
Jarang ada yang mencoba
menyesuaikan diri dengan kegelapan itu dan akhirnya mampu melihat dalam kondisi minim cahaya. Yang
terakhir ini memerlukan iman. Panggilan Tuhan
sebetulnya sudah jelas. Tak perlu mencari-cari dukungan.
Yesus menyampaikan sabda yang kita dengar hari ini
setelah meneguhkan para murid dan
banyak orang dengan Sabda Bahagia. Ia mulai dengan kata-kata yang menghanyutkan, yakni bahwa mereka
adalah "garam dunia". Sejak ribuan tahun sebelum Yesus garam sudah dipakai layaknya uang sebagai alat
tukar menukar. Dulu garam lebih
berharga daripada sekarang, dan muncul ungkapan apakah seseorang memang seharga 'garamnya'. Namun, yang terpenting di
sini ialah bahwa Yesus tidak
mengatakannya dalam tata bahasa untuk masa depan. Yang dikatakan-Nya adalah apa yang terjadi 'sekarang' ini!
"Kamu 'adalah' garam dunia. Kamu 'adalah'
terang dunia." Jadi, mereka itu sekarang
ini sudah merupakan garam dan terang. Perkataan dan perbuatan mereka sudah mempengaruhi dunia. Mereka
penting dari dalam diri mereka sendiri.
Seperti garam dan terang, para pengikut Yesus tidak perlu mencari-cari
perhatian atau dukungan apapun dari luar diri, sebab sesungguhnya mereka sendiri yang mempengaruhi keadaan di sekitar
mereka. Misi Yesus, yang adalah
Sang Terang Dunia, kini menjadi misi para
pengikut-Nya. Kata-kata dan perbuatan Yesus adalah kata-kata dan
perbuatan mereka. Sebuah pelita
pun dapat menerangi "semua orang di dalam rumah"! Dengan kata lain, kita bisa bersikeras
mengatakan bahwa kita hancur dalam kegelapan
atau mempengaruhi semua orang bahwa kita masih bisa hidup!
Dalam keseharian, kita sering menghadapi situasi
hambar dan gelap. Kita merasa
hidup dan doa kita hambar karena 'begitu-begitu saja'. Kita mengalami beberapa kejadian yang gelap karena
kegagalan dan kesalahan. Apa yang kita lakukan
dalam situasi seperti itu? Ketika yang datang ke pertemuan lingkungan hanya sedikit, kita malah
tak mau hadir lagi karena merasa 'tidak mendapat
apa-apa'. Ketika mendengar gosip tentang seseorang, kita justru menimpali dengan penilaian dan
kesimpulan yang negatif. Ada kalanya kita
juga terlalu mendesak bahkan menuntut untuk diperhatikan, dipahami, dan didukung orang lain. Semua ini tidak
membantu apa-apa, tidak juga menerangi sekitar
sedikitpun. Yang hambar tetap hambar. Yang gelap makin gelap.
Kalau kata-kata itu kurang enak didengar, sabda
Tuhan melalui Yesaya (Bacaan I)
akan lebih menusuk perasaan kita lagi. Tuhan mengoreksi pengertian orang Israel soal makna 'berpuasa'. Berpuasa
adalah menjadi 'terang' bagi orang lain,
yakni ketika orang "tidak menyembunyikan diri" terhadap kebutuhan orang lain dan "tidak lagi
mengenakan kuk kepada sesama serta tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari dan memfitnah". Itulah
artinya menjadi terang! Terang
kita terbit dalam gelap manakala kita belajar memotivasi orang lain entah apapun tanggapan orang terhadap kita,
melepaskan orang dari tuduhan yang
tidak adil, dan secara terbuka mendukung orang lain daripada sekedar mengharapkan dukungan dari
mereka.
Yesus memberi tahu 'siapa' kita. Ia menggambarkan
keadaan yang sudah terjadi sekarang
ini. Meskipun dunia ini gelap, kita adalah terang yang mampu menawarkan penglihatan. Kita mampu
karena Yesus sendiri ada di belakang kita
dan sesungguhnya Dialah terang yang sejati. Sekali beriman kepada-Nya,
kita sudah diberi kemampuan untuk
meyakinkan dan mempengaruhi orang lain untuk melihat jalan keluar dari setiap kesulitan yang dihadapi. Apakah
kita bisa melihat diri kita
berharga dari dalam diri kita sendiri? Apakah kita sadar bahwa iman kepada Yesus telah menjadikan kita garam yang selalu
asin?
Kalau ya, mulai sekarang kita tidak perlu tergantung
pada dukungan yang ditawarkan
dunia ini. Kita sudah tahu siapa kita dan bahwa karena iman, kita masing-masing berharga di mata Tuhan.
Tidak perlu khawatir akan apa kata orang.
Tidak perlu menghitung jumlah orang yang 'suka' pada keputusan hidup dan inisiatif sehari-hari kita. Sekecil
apapun inisiatif dan keputusan dalam iman
itu, kita sudah menggarami dan menerangi dunia.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar