Sabtu, 07 Juni 2014

Menghembuskan Damai



Date: Sat, 7 Jun 2014 12:30:54
Hari Raya Pentakosta (A)
Kis 2:1-11, 1Kor 12:3b-7.12-13, Yoh 20:19-23
Oleh : Pst. H. Tedjoworo, OSC

Pernahkah kita terkunci di luar? Ya, di luar, bukan di dalam. Kita tidak bisa masuk ke dalam rumah atau kamar kita sendiri. Kita tanpa sengaja meninggalkan kunci mobil di dalam dan mobil secara otomatis terkunci. Lebih parah lagi kalau saat itu sesuatu yang sangat kita perlukan pun tertinggal di dalam dan kita harus menyerah karena tidak mungkin pintu dibuka dalam waktu singkat. Kita tidak bisa apa-apa. Hal itu biasanya memaksa kita untuk cepat memikirkan cara B, supaya kita tetap bisa menjalankan rencana meskipun tidak sebagus persiapan sebelumnya.

'Terkunci di luar' bukan hanya berarti kejadian fisik karena kesalahan kita sendiri. Pengalaman ini pun dijumpai dalam relasi dengan mereka yang kita kasihi dan perhatikan. Kita melihat pasangan kita tenggelam dalam kebiasaan buruknya dan tawaran bantuan kita pun tidak digubrisnya. Kita melihat anak kita sendiri tidak semakin dewasa dan nasihat kita dianggap angin lalu. Kita menyaksikan masih banyak orang hidup di bawah standar kemiskinan dan para pejabat tetap saja mengorupsi uang masyarakat. Kita merasa tidak berdaya, tidak bisa apa-apa, di depan semuanya itu. Kita 'terkunci di luar'. Seakan-akan usaha apapun yang kita lakukan tidak akan membawa perubahan.
Benarkah dalam situasi seperti itu kita sungguh tidak bisa apa-apa?

Hal itu tidak berlaku bagi Yesus yang bangkit. Ketika pintu-pintu terkunci dan para murid berada di dalam ruangan karena takut pada orang Yahudi, Yesus datang di tengah-tengah mereka. Yesus yang bangkit memiliki 'tubuh' yang berbeda dan karena kuasa Allah, tidak ada halangan apapun yang bisa menahan-Nya untuk menjumpai para murid di ruang tertutup itu. Sosok Yesus yang masuk ke ruang terkunci itu sama dengan yang kemudian memberikan 'damai' serta menunjukkan tangan dan lambung-Nya. Damai Yesus berasal dari luka-luka-Nya. Karena para murid masih terkejut sekaligus bersukacita, Yesus sampai mengulang kembali kata-kata itu, "Damai bagimu!" Kita bisa membayangkan bahwa para murid mencoba mencerna bagaimana damai itu justru ditawarkan oleh Yesus dari luka-luka-Nya.

Dalam keheranan mereka itulah Yesus kemudian menghembusi mereka dengan Roh Kudus, yang segera dikaitkan dengan kuasa untuk mengampuni dosa orang lain. Kata 'emphusao' (Yun.) yang digunakan Yohanes berarti 'menghembuskan', dan itulah satu-satunya yang kita temukan dalam Perjanjian Baru. Yohanes mengacu kepada kata yang sama dalam Kitab Kejadian (2:7) ketika Allah menghembuskan 'nafas hidup' ke dalam diri manusia pertama. Yohanes menggambarkan bahwa nafas Yesus sama dengan nafas Allah, dan Roh Kudus adalah kehidupan Allah itu sendiri. Yesus tidak mungkin ditahan di luar lingkaran para murid-Nya, sebab Dialah yang membawa Sang Kehidupan.

Situasi sulit yang kita hadapi kadang-kadang justru berasal dari orang-orang yang terdekat. Kesulitannya terletak pada kenyataan bahwa orang tidak mau keluar dari masalahnya; ia sendiri mau tetap begitu. Kita lalu mengatakan bahwa orang-orang seperti ini keras kepala, tidak mau dikasih tahu, tidak mau dibantu, dan tidak mau bertobat. Ungkapan-ungkapan itu sebenarnya menunjukkan bahwa kita sudah frustrasi dengan mereka yang sebetulnya kita kasihi. Pada saat itu kita berharap bahwa satu-satunya jalan keluar adalah mereka menyesal dan bertobat. Tapi, itu terlalu sederhana, dan kita pun tidak berbuat apa-apa. Benarkah tidak ada yang bisa kita lakukan, selain berdoa dan memohon agar Tuhan melembutkan hati mereka?

Kekuatan dan kekuasaan Roh Kudus yang kita dengar dari bacaan I (Kis.) turun atas para rasul nampak pertama kali dalam: bahasa. Ketika para rasul berkumpul dalam ketakutan, Roh Kudus 'membakar' hati mereka dengan kemampuan untuk berbahasa, untuk berbicara dengan semua orang di luar kelompok mereka. Mereka pun mulai "berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya." Dan bahasa mereka itu bukan bahasa yang tak dimengerti. Sebaliknya, bahasa mereka itu dimengerti oleh berbagai bangsa! Roh Kudus menunjukkan kuasa-Nya justru dalam bahasa yang membuat banyak orang 'keluar' dari kelompoknya. Bahasa ini membuat mereka disapa, keluar, dan hidup kembali.

Di Hari Raya Pentakosta, kita menghormati kuasa Roh Kudus, Sang Kehidupan, yang digambarkan Yesus sebagai kedamaian yang berasal dari pengampunan. Damai Yesus berasal dari luka-luka-Nya. Hanya orang yang terluka dapat memberikan damai yang justru menyembuhkan dan menghidupkan orang lain. Kita tidak mungkin berada dalam situasi yang sama sekali tak berdaya. Karena iman Pentakosta, kita selalu bisa menghembuskan kehidupan, menghembuskan damai, kepada orang-orang yang kita anggap keras kepala dan tak mau berubah itu. Kalau kita percaya kepada Roh Kudus, semua bisa berubah!

Akan tetapi, sebaiknya kepercayaan kita itu tetap rendah hati, sebab hanya Roh Kudus yang membuka pintu dari dalam, bukan kita sendiri. Kita hanya diundang untuk membawa hidup melalui kehadiran kita. Meskipun nampaknya kita 'terkunci di luar', masih ada Dia yang selalu ada bersama kita ke manapun kita pergi. Bersama Dia, kita selalu bisa menawarkan pengampunan dan kebahagiaan.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar