Minggu Biasa XV (A)
Yes 55:10-11, Rom 8:18-23, Mat 13:1-23
Oleh : Pst. H. Tedjoworo, OSC
Siapa yang memakai benih atau biji sebagai lambang?
Tidak ada. Benih dan biji terlalu
kecil, tidak spesifik, tidak kelihatan. Kita senang dengan sesuatu yang bentuknya unik dan,
apalagi, yang besar dan megah. Kota-kota tertentu
mendirikan monumen yang tinggi-megah, yang mudah diingat orang, dan bukan sesuatu yang kecil dan terlalu
'biasa'. Lambang harus ekstravagan, mengagumkan,
membuat orang ternganga tak berkedip. Kalau salah memilih lambang, kita justru akan semakin
kurang dikenal orang, dan secara manusiawi
kita dianggap tidak sukses. Seorang calon pemimpin punya 'tim sukses'
yang berjuang agar ia menang dan
meraup sebanyak mungkin dukungan.
Situasi yang berkebalikan nampaknya terjadi dalam
hidup beriman. Kalau diukur dengan
kriterium kesuksesan dunia, hidup beriman kita tidak kelihatan hebat. Lambang yang kita pakai tidak
membuat orang lain kagum, bahkan membuat
kita justru semakin dibenci dan dipojokkan. Kesetiaan kita dalam iman sama sekali tidak disebut sebagai
sebuah 'kesuksesan'. Buah-buah kebaikan
dan keadilan yang kita perjuangkan segera dicurigai begitu diketahui bahwa kita adalah 'orang
Gereja'. Kenyataan ini begitu sehari-hari
kita hadapi, sampai-sampai bagi sementara orang beriman itu jadi
melelahkan. Benar, beriman memang
melelahkan, kalau hanya mengandalkan cara kita sendiri.
Dari sekian banyak perumpamaan yang disampaikan
Yesus dalam Injil, tak ada yang
lebih populer dan dihapal daripada perumpamaan tentang Sang Penabur yang kita dengar hari ini. Perumpamaan
ini, kendati terdengar membosankan, punya
peran kunci untuk memahami perumpamaan-perumpamaan lain. Jemaat Matius adalah kelompok yang memahami perkataan
Yesus, yang kepada mereka "diberi karunia
untuk mengetahui rahasia Kerajaan Sorga", sedangkan kepada yang lain tidak. Mereka sudah siap menghayati
kenyataan dunia yang sangat sulit sekalipun,
sebab bukan kekuatan mereka yang menjalankan Kerajaan Sorga itu, melainkan semata-mata kekuatan Allah.
Yesus bercerita tentang Sang Penabur, dan itu bukan
diri-Nya sendiri, melainkan Allah.
Allahlah Penabur, dan Yesus Kristus benihnya. Kata 'logos' (Yun. 'sabda') menunjuk pada Yesus
sendiri, dan disebutkan enam kali oleh Matius.
Itu sebabnya perumpamaan ini tidak menceritakan tentang murid-murid atau situasi dunia. Ini adalah
perumpamaan tentang Sang Penabur, bukan tentang
keempat jenis tanah. Ini adalah soal apa yang dilakukan Allah, dan bukan apa yang dilakukan manusia untuk
membuat benih itu bisa tumbuh dan berbuah.
'Rahasia' yang dikatakan Yesus adalah tindakan dan kuasa Allah yang memang tidak kelihatan, namun berdaya,
terjadi, tanpa sepengetahuan manusia. Sampai
di sini, gambaran benih itu menjadi sangat mengagumkan.
Mungkin kita perlu mengevaluasi pandangan kita
tentang kesuksesan dalam hal iman.
Tidak sedikit orang yang sudah lelah dengan semua tindakan yang dilakukan demi iman Kristianinya. Semua
'usaha' untuk berdoa, setia dalam penderitaan,
menjalani dan mengalami sakramen-sakramen Gereja, suatu saat menjadi sesuatu yang dianggap kurang
menjawab persoalan hidup. Sementara orang
mengatakan bahwa hidupnya terlalu pahit untuk dilegakan dengan segala 'usaha' rohani itu. Akan tetapi, di situlah
terletak kekeliruan kita, yakni bahwa
beriman dianggap sebagai sebuah usaha kita. Kita tidak selalu memahami bahwa dalam segala hal, hanya Allah
yang merencana dan mengarahkan hidup. Iman
kita terletak dalam keputusan tiap hari berdasarkan Sabda yang kita dengar. Sabda itu tumbuh di manapun!
Sabda Allah melalui Yesaya dalam Bacaan I
menegaskan penafsiran kita akan perumpamaan
Sang Penabur dalam Injil Matius. "Firman yang keluar dari mulut-Ku tidak akan kembali kepada-Ku
dengan sia-sia, tetapi akan melaksanakan
apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil." Firman Allah selalu berhasil, selalu tumbuh di manapun,
seburuk apapun keadaan tanah tempatnya ditaburkan.
Dalam hal ini ukuran keberhasilan kita menjadi tidak penting sama sekali. Kalau Allah berfirman,
maksud-Nya bukanlah maksud kita. Bagi kita,
keberhasilan Allah adalah misteri, sebab kita tak selalu atau segera mengerti maksud-Nya. Yang perlu kita
lakukan ialah 'mendengarkan'.
Itulah juga yang dikatakan Yesus, "Siapa
bertelinga, hendaklah ia mendengar!"
Dan mendengarkan, bagi Yesus, adalah keputusan untuk percaya dan mengikuti apa yang diajarkan-Nya.
Soalnya ialah tidak semua orang mau mendengarkan.
Sebagian lebih suka menilai dan berpendapat, atau hanya mendengarkan diri sendiri dan mengandalkan kemampuan manusiawi.
Kita punya kapasitas untuk
mendengar dan melakukan, dan itulah yang membuat kita mengerti maksud Allah. Itulah juga "tanah yang baik",
tepatnya "bumi yang indah"
(Yun. 'ten kalen gen'), yang akan menghasilkan buah berlipat ganda.
Perumpamaan yang kita dengar hari ini ialah tentang
Allah, Sang Penabur. Ia senantiasa
berhasil dalam Yesus Kristus, benih yang tanpa campur tangan manusia akan tumbuh di manapun. Kita
bukan 'tim sukses' Allah, sebab Ia tidak
memerlukannya. Kita adalah pengikut Yesus, benih yang ditaburkan Allah dengan murah hati. Dengarkan dan
lakukan apa yang dikatakan-Nya, maka bumi
yang indah ini akan menumbuhkan segala yang baik secara rahasia.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar