Sabtu, 02 Agustus 2014

Bawalah Kemari KepadaKu

Date: Sat, 2 Aug 2014 10:40:23
Yes 55:1-3, Rom 8:35.37-39, Mat 14:13-21
Oleh : Pst. H. Tedjoworo, OSC

Makan di warung bertenda dan pedagang kaki lima mensyaratkan kepercayaan. Pinggir jalan pasti bukan tempat yang bersih, belum lagi pikiran kita, ketika melihat penjual itu mempersiapkan makanan kita dengan tangannya sendiri, yang sesekali diusapkan pada sebuah kain lap. Makanan itu akan kita santap dan masuk ke dalam tubuh kita. Kita takkan berhasil menyantapnya kalau tidak punya rasa percaya. Sementara orang benar-benar tidak sampai hati untuk makan di warung-warung pinggir jalan, dengan alasan sejak kecil selalu makan sesuatu yang bersih atau menghindari kuman-kuman penyebab penyakit.

Bagaimana dengan mereka yang biasa makan seadanya, di lingkungan yang tidak bersih, dengan menu yang jauh dari sehat? Tuhan pasti melindungi mereka, memberi kekuatan dan stamina yang tidak dapat kita jelaskan secara masuk akal. Kenyataannya dalam kemiskinan dan ketiadaan makanan sehat itu orang masih dapat hidup dan bekerja dengan baik. Mungkinkah ini menjelaskan bahwa dalam keterbatasan manusia itu rahmat Tuhan justru berlimpah ruah? Kita masih akan menghadapi mentalitas orang zaman ini, yang cenderung menyindir Tuhan pada saat dirinya merasa tak berdaya di depan situasi sulit. Kalau tak bisa mengatasi keadaan, kita juga seringkali jadi sinis.

Kisah pergandaan lima roti dan dua ikan untuk memberi makan lebih dari lima ribu orang adalah kenangan yang sangat mengesan bagi Gereja Perdana, sehingga dicatat oleh keempat Injil. Kisah ini bahkan direkam dua kali oleh Matius dengan nuansa berbeda, sebab digambarkan peran yang lebih positif dari para murid di dalamnya. Berbeda dengan di Injil lain, para murid hanya memberi tahu Yesus bahwa "yang ada pada kami di sini hanya lima roti dan dua ikan". Mereka pun berhadapan dengan situasi yang terlalu 'tidak mungkin' untuk diatasi. Mereka tidak berdaya dan mengusulkan supaya Yesus menyuruh banyak orang itu pergi membeli makanan untuk mereka sendiri. Dan saat itulah mereka mendengar 'candaan ilahi' Yesus itu: "Kamu harus memberi mereka makan".

Pengakuan para murid akan keterbatasan, atau tepatnya 'ketidakmungkinan', persediaan mereka sendiri justru mendatangkan mujizat yang mengagumkan dari Allah. Yesus hanya meminta, "Bawalah ke mari [yang ada padamu itu] kepada-Ku!" Dan pada waktu itu, para murid melihat sesuatu yang kelak akan terjadi dalam Perjamuan Terakhir, ketika Yesus mengambil lima roti dan dua ikan itu, menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya. Bahasa ini adalah bahasa Ekaristi. Allah sendiri akan bertindak, di saat para murid berani percaya dan melakukan apa yang diperintahkan Yesus kepada mereka.

Berkali-kali situasi yang nampaknya 'tidak mungkin' (terselesaikan) pun terjadi di sekitar kita: kelaparan, kemiskinan, penindasan, ketidakadilan. Kadang-kadang semuanya itu 'terlalu besar' untuk kita tanggapi, apalagi kita  selesaikan. Reaksi orang bermacam-macam ketika menghadapinya. Ada yang menyerah dan berpikir untuk mengurus diri sendiri dan keluarganya saja. Ada juga yang berkomentar sarkastis untuk menutupi ketidakmampuannya sendiri. Sementara itu, hanya segelintir orang dalam diam mau berbagi apa saja yang mereka miliki untuk membantu meringankan keadaan. Yang terakhir ini adalah tindakan iman yang sangat tepat melukiskan tanggapan atas sabda Yesus itu: mempercayakan kepada-Nya apapun yang ada pada kita!

Lebih dari sekedar mengundang untuk makan minum tanpa bayar, sabda Tuhan melalui Yesaya (Bacaan I) sebetulnya mengajak orang untuk 'mendengarkan' Tuhan supaya 'hidup'. Persoalannya bukan bahwa mereka tidak punya uang, tapi bahwa mereka membelanjakan upah jerih payah mereka untuk sesuatu yang 'bukan roti' (bukan untuk hidup yang baik sebagaimana dikehendaki Tuhan). Seandainya mau datang kepada Tuhan dan mendengarkan Dia, orang akan mendapatkan  makanan yang terbaik. Kepercayaan pada Tuhan ditunjukkan pertama-tama dalam tindakan datang kepada-Nya dan mendengarkan (melakukan) apa yang disabdakan-Nya. Itulah tanggapan terbaik untuk dilakukan dalam keadaan yang penuh godaan.

Mungkin kita terbiasa berpikir dengan kata 'harus' daripada 'bisa'. Ketika menghadapi problem yang berat, kita merasa harus bisa menyelesaikannya, bahkan kadang-kadang harus saat itu pula. Pesan Injil hari ini menegaskan soal apa yang masih bisa kita lakukan ("yang ada pada kami") dan membawanya kepada Yesus. Meskipun problem yang kita hadapi nampaknya 'tidak mungkin' diatasi ("lima ribu orang" yang harus diberi makan), selalu ada sesuatu yang masih bisa kita lakukan.

Di sisi lain, kita mesti percaya bahwa Tuhan memakai siapa saja agar kita bisa makan dan hidup. Pada waktu itu, entah melalui berapa puluh tangan (yang kotor) roti yang diberkati Yesus itu sampai pada seseorang untuk dimakan. Mengakui keterbatasan kita sendiri dan menerima kelemahan orang lain adalah langkah awal untuk membawa apapun yang terjadi dalam hidup kita kepada Yesus. Kalau kita punya iman untuk melakukan hal ini, kita akan hidup, kita akan bertahan melalui situasi yang paling berat sekalipun.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar