Sabtu, 16 Agustus 2014

Memberi yang Tak Kelihatan

Date: Sat, 16 Aug 2014 10:24:41
Hari Raya Kemerdekaan RI (A)
Sir 10:1-8, 1Ptr 2:13-17, Mat 22:15-21
Oleh : Pst. H. Tedjoworo, OSC

Memberi itu harus kelihatan, tapi menerima cukup diam saja. Di mana-mana kalau ikut kegiatan menyumbang, orang ingin difoto dan diliput dalam berita. Bahwa dirinya kelihatan dermawan, kelihatan baik dan murah hati itu penting demi mempertahankan citra diri dan posisi. Kalau bisa, menyumbangnya sampai ke daerah pedalaman yang sangat miskin, sehingga makin besarlah nilai jual berita itu. Betapa tidak bebasnya orang yang demikian, sebab hidupnya sama sekali ditentukan oleh apa yang kelihatan bagi orang lain. Ia menjadi sangat tergantung pada pandangan yang baik dan kekaguman orang lain.

Menerima, sebaliknya, mau ditutup-tutupi. Semakin besar hadiah dan gratifikasi yang diperoleh, semakin mau disembunyikan. Ketika mendapat hadiah utama, orang malah minta supaya identitasnya disamarkan. Ini menjadi sumber mentalitas koruptif di masyarakat kita, yakni menolak diketahui kalau menyangkut pemberian yang diterima. Sikap demikian sama tidak bebasnya, sebab orang takut untuk berbagi dengan sesama, takut bertanggung jawab secara moral terhadap lingkungannya. Ketika dibawa ke kehidupan iman, kedua sikap tersebut berhadapan dengan Allah yang tak kelihatan dan dunia yang kelihatan ini. Jangan-jangan kita hanya kelihatan merdeka secara duniawi, tapi tidak bebas memberi tanggapan pada panggilan Allah?

Normalnya, orang-orang Farisi dan orang-orang Herodian bermusuhan. Yang satu pemimpin agama, yang lain mewakili penjajah. Mereka biasa bertengkar soal 'pajak perseorangan' yang dituntut penjajah atas orang-orang Yahudi. Namun, kali ini entah mengapa mereka tiba-tiba berteman untuk menjerat dan menjatuhkan Yesus di mata banyak orang. Ada kepentingan tersembunyi. Yang satu iri hati pada kepemimpinan spiritual Yesus, yang lain kalah pamor dalam hal menguasai hati rakyat. Kadang-kadang agama dan politik bisa tidur bersama. Akan tetapi, Yesus 'tahu' (Yun. 'ginosko') kejahatan mereka dan dengan datar menyebut mereka 'orang-orang munafik'.

Sebutan itu segera terbukti kemudian. Dengan minta ditunjukkan mata uang untuk pajak, Yesus memperlihatkan kepada semua orang bahwa Ia tidak menyimpan dan menggunakannya. Sebaliknya, ketika mereka membawa kepada-Nya suatu dinar, terbukti bahwa mereka, baik Herodian maupun Farisi, sama-sama memakai mata uang penjajah itu. Kata-kata Yesus sesudahnya menunjukkan bahwa orang menuhankan kuasa duniawi dan mengabaikan Allah. Tulisan yang tertera pada dinar ialah "Tiberius Kaisar Augustus, anak dari Augustus yang ilahi". Yesus mengekspos pemberhalaan yang justru didukung orang Farisi dan Herodian. Itu sebabnya Yesus berkata, "Berikanlah kepada Allah apa yang adalah milik Allah". Dan semua orang Yahudi tahu bahwa segala sesuatu di bumi adalah milik Allah (Mzm 24:1).

Melakukan apa yang kelihatan demi kepentingan pribadi itu mudah. Rasa kebangsaan kita mudah dibangkitkan dengan acara dan upacara bersama yang serba gegap gempita. Tetapi, semua itu adalah 'yang kelihatan'. Semua orang bertepuk tangan. Hati kita bangga. Berita paroki menampilkan foto dan nama kita. Semua itu adalah apa yang kita berikan kepada negara dan 'kaisar'. Sementara itu, apa yang kita berikan kepada Allah? Di lubuk hati kita tahu, bahwa pemberian diri kita kepada Allah masih sering dikorupsi atau dilakukan dengan setengah hati. Kaum muda kita semakin menjauhi kegiatan Gereja, bahkan merasa tidak harus hadir dalam perayaan Ekaristi dan meninggalkan doa pribadi maupun bersama dalam keluarga. Di masa ini orang lebih khawatir kalau sampai terlambat di sekolah atau di kantor, daripada kalau terlambat atau bahkan tidak hadir di gereja.

Kitab Putra Sirakh (Bacaan I) melukiskan bahwa sebuah kota hanya akan tertib dan teratur bila pemerintahnya arif dan bermartabat. Dengan kata lain, pemerintahnya mesti mengakui bahwa kekuasaan atas bumi hanya ada pada Tuhan. Seorang pemimpin diangkat sejauh bisa serasi dengan kekuasaan Tuhan itu. Sementara itu Surat Rasul Petrus (Bacaan II) mengingatkan bahwa kemerdekaan tidak boleh dipakai untuk menutupi kejahatan, tetapi untuk hidup sebagai hamba Allah. Kita adalah orang merdeka kalau mengakui kuasa Allah dan karenanya akan mampu menghormati semua orang. Pemberian diri kepada Allah adalah syarat iman agar hidup dan kesaksian kita akhirnya membawa semangat dan kehidupan di dalam diri orang lain.

Frase kedua kata-kata Yesus itu sangat penting pada hari ini. Kita mungkin sudah taat dan tekun untuk memberikan apa yang menjadi hak negara dan masyarakat, tetapi lebih daripada semua itu, apakah kita sungguh-sungguh memberikan seluruh hidup kita kepada Allah? Dalam hal yang terakhir ini, mungkin tidak banyak orang yang melihat, tidak pula dimuat dalam berita. Memberi kepada Allah yang tak kelihatan adalah tantangan sekaligus teguran bagi kita yang merasa diri sudah merdeka dari penjajahan.

Yesus masih menunggu semangat, disiplin, tindakan riil, dan kehadiran setia kita dalam kebersamaan sebagai Gereja di dalam dunia. Dunia ini adalah milik Allah. Semoga kita menjadi orang-orang Kristiani yang selalu bebas untuk memberikan diri kepada Allah, meskipun tak ada yang melihat dan bertepuk tangan.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar