Hari Raya Kemerdekaan RI (A)
Sir 10:1-8, 1Ptr 2:13-17, Mat 22:15-21
Oleh : Pst. H. Tedjoworo, OSC
Memberi itu harus kelihatan, tapi menerima cukup
diam saja. Di mana-mana kalau ikut
kegiatan menyumbang, orang ingin difoto dan diliput dalam berita. Bahwa dirinya kelihatan dermawan,
kelihatan baik dan murah hati itu penting
demi mempertahankan citra diri dan posisi. Kalau bisa, menyumbangnya
sampai ke daerah pedalaman yang
sangat miskin, sehingga makin besarlah nilai jual berita itu. Betapa tidak bebasnya orang yang demikian, sebab
hidupnya sama sekali ditentukan
oleh apa yang kelihatan bagi orang lain. Ia menjadi sangat tergantung pada pandangan yang baik dan
kekaguman orang lain.
Menerima, sebaliknya, mau ditutup-tutupi. Semakin
besar hadiah dan gratifikasi yang
diperoleh, semakin mau disembunyikan. Ketika mendapat hadiah utama, orang malah minta supaya identitasnya disamarkan.
Ini menjadi sumber mentalitas
koruptif di masyarakat kita, yakni menolak diketahui kalau menyangkut pemberian yang diterima.
Sikap demikian sama tidak bebasnya, sebab
orang takut untuk berbagi dengan sesama, takut bertanggung jawab secara moral terhadap lingkungannya.
Ketika dibawa ke kehidupan iman, kedua sikap
tersebut berhadapan dengan Allah yang tak kelihatan dan dunia yang kelihatan ini. Jangan-jangan kita hanya
kelihatan merdeka secara duniawi, tapi
tidak bebas memberi tanggapan pada panggilan Allah?
Normalnya, orang-orang Farisi dan orang-orang
Herodian bermusuhan. Yang satu pemimpin
agama, yang lain mewakili penjajah. Mereka biasa bertengkar soal 'pajak perseorangan' yang dituntut
penjajah atas orang-orang Yahudi. Namun, kali
ini entah mengapa mereka tiba-tiba berteman untuk menjerat dan menjatuhkan Yesus di mata banyak orang.
Ada kepentingan tersembunyi. Yang satu
iri hati pada kepemimpinan spiritual Yesus, yang lain kalah pamor dalam hal menguasai hati rakyat.
Kadang-kadang agama dan politik bisa tidur
bersama. Akan tetapi, Yesus 'tahu' (Yun. 'ginosko') kejahatan mereka dan dengan datar menyebut mereka
'orang-orang munafik'.
Sebutan itu segera terbukti kemudian. Dengan minta
ditunjukkan mata uang untuk pajak,
Yesus memperlihatkan kepada semua orang bahwa Ia tidak menyimpan dan menggunakannya. Sebaliknya, ketika mereka membawa
kepada-Nya suatu dinar, terbukti
bahwa mereka, baik Herodian maupun Farisi, sama-sama memakai mata uang penjajah itu. Kata-kata Yesus sesudahnya
menunjukkan bahwa orang menuhankan
kuasa duniawi dan mengabaikan Allah. Tulisan yang tertera pada dinar ialah "Tiberius Kaisar
Augustus, anak dari Augustus yang ilahi". Yesus mengekspos pemberhalaan yang justru didukung orang Farisi
dan Herodian. Itu sebabnya Yesus
berkata, "Berikanlah kepada Allah apa yang adalah milik Allah". Dan semua orang Yahudi tahu bahwa
segala sesuatu di bumi adalah
milik Allah (Mzm 24:1).
Melakukan apa yang kelihatan demi kepentingan
pribadi itu mudah. Rasa kebangsaan
kita mudah dibangkitkan dengan acara dan upacara bersama yang serba gegap gempita. Tetapi, semua itu
adalah 'yang kelihatan'. Semua orang bertepuk
tangan. Hati kita bangga. Berita paroki menampilkan foto dan nama kita. Semua itu adalah apa yang kita
berikan kepada negara dan 'kaisar'. Sementara
itu, apa yang kita berikan kepada Allah? Di lubuk hati kita tahu, bahwa pemberian diri kita kepada Allah
masih sering dikorupsi atau dilakukan dengan
setengah hati. Kaum muda kita semakin menjauhi kegiatan Gereja, bahkan merasa tidak harus hadir dalam
perayaan Ekaristi dan meninggalkan doa pribadi
maupun bersama dalam keluarga. Di masa ini orang lebih khawatir kalau sampai terlambat di sekolah atau
di kantor, daripada kalau terlambat atau
bahkan tidak hadir di gereja.
Kitab Putra Sirakh (Bacaan I) melukiskan bahwa
sebuah kota hanya akan tertib dan
teratur bila pemerintahnya arif dan bermartabat. Dengan kata lain, pemerintahnya mesti mengakui bahwa
kekuasaan atas bumi hanya ada pada Tuhan.
Seorang pemimpin diangkat sejauh bisa serasi dengan kekuasaan Tuhan itu. Sementara itu Surat Rasul Petrus
(Bacaan II) mengingatkan bahwa kemerdekaan
tidak boleh dipakai untuk menutupi kejahatan, tetapi untuk hidup sebagai hamba Allah. Kita adalah orang merdeka
kalau mengakui kuasa Allah dan karenanya
akan mampu menghormati semua orang. Pemberian diri kepada Allah adalah syarat iman agar hidup dan
kesaksian kita akhirnya membawa semangat dan
kehidupan di dalam diri orang lain.
Frase kedua kata-kata Yesus itu sangat penting pada
hari ini. Kita mungkin sudah taat
dan tekun untuk memberikan apa yang menjadi hak negara dan masyarakat, tetapi lebih daripada semua
itu, apakah kita sungguh-sungguh memberikan
seluruh hidup kita kepada Allah? Dalam hal yang terakhir ini, mungkin tidak banyak orang yang
melihat, tidak pula dimuat dalam berita. Memberi
kepada Allah yang tak kelihatan adalah tantangan sekaligus teguran bagi kita yang merasa diri sudah
merdeka dari penjajahan.
Yesus masih menunggu semangat, disiplin, tindakan
riil, dan kehadiran setia kita
dalam kebersamaan sebagai Gereja di dalam dunia. Dunia ini adalah milik Allah. Semoga kita menjadi orang-orang
Kristiani yang selalu bebas untuk memberikan
diri kepada Allah, meskipun tak ada yang melihat dan bertepuk tangan.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar