Hari Minggu Biasa XVII (A) 29 Juli 2017
1Raj 3:5.7-12, Rm 8:28-30, Mat 13:44-52
Oleh : Pst. H. Tedjoworo, OSC
Ternyata apa yang gratis tak
selalu menarik bagi orang-orang di zaman ini. Undangan dan kesempatan yang
sebetulnya sangat baik sering dilewatkan orang, dan kadang-kadang hanya karena
alasan yang sangat sepele. Orang tak mau kena macet di jalan, ingin ‘istirahat’
saja, malu dengan yang belum kenal, sedang “tidak mood”, atau sekadar merasa
malas untuk berbuat apapun, termasuk mandi dan makan. Kini semuanya bisa
dipesan dari rumah kita dan akan diantarkan segera, asalkan kita punya aplikasi
di telepon genggam. Dan semua itu bayar. Jadi, kita lebih memilih yang bayar
daripada yang gratis. Dunia kita makin sempit, tak lebih dari kamar kita
sendiri. Kalau bisa, kita ingin bekerja di rumah saja, tapi dibayar penuh
layaknya karyawan kantor.
Akan jadi seperti apakah hidup
kita? Hidup yang memuat berbagai kemungkinan luar biasa, kebersamaan yang
membahagiakan, dan kesempatan sangat unik itu kehilangan keindahannya. Kita
menyangka bahwa diri kita hanyalah “yang seperti ini”, tidak lebih dari
rutinitas yang membosankan dari hari ke hari. Dunia yang sangat pribadi dan
privat semacam itu membahayakan iman kita, sebab terpusat pada gambaran kita
tentang diri sendiri. Kita tidak tahu atau mungkin tidak peduli lagi pada
misteri rencana Tuhan atas hidup kita.
Pada waktu itu para murid telah
siap menerima pengajaran Yesus melalui perumpamaan. Ketika Yesus menyampaikan
beberapa gambaran tentang Kerajaan Surga, mereka segera menangkap bahwa dengan
cara seperti itulah Allah mendekati manusia. Perumpamaan tentang harta
terpendam, mutiara yang indah, dan pukat yang dilabuhkan di laut menyiratkan
sebuah rahasia yang masih belum ditemukan manusia. Dan rahasia itu ada di dalam
dunia ini. Kendati menyebutkan tentang akhir zaman, Yesus menggunakan hal-hal
yang real dan dialami orang pada masa itu. Artinya, sesuatu yang sangat
berharga masih tersembunyi dalam hidup manusia dan hanya dapat ditemukan dengan
iman. Dan harta itu selama ini ada di sana, namun tak pernah dicari.
Berbeda dari Markus, Matius
mengungkapkan sisi yang positif para murid Yesus. Ketika ditanya Yesus apakah
mereka mengerti makna semua perumpamaan itu, mereka menjawab, “Ya, kami
mengerti”. Menjadi murid yang mengerti adalah gagasan yang sangat penting bagi
Matius, sebab pengertian ini akan membawa komitmen dan kebahagiaan. Orang yang
mencari harta dan mutiara itu sama-sama “menjual seluruh miliknya”. Itulah
komitmen. Seorang murid Yesus yang sudah menemukan rahasia hidup yang sangat
berharga, akan rela kehilangan apapun juga. Kelak pada saat menjelang ajal,
kita pun akan menyerahkan segala milik kita untuk bersatu dengan Kristus.
Ya, tapi itu nanti, bukan?
Mengapa sekarang kita masih sulit berkomitmen dalam iman? Mungkin sebabnya
ialah kita tidak percaya bahwa sesuatu yang sangat berharga itu sungguh-sungguh
ada. Selama ini kita menganggap bahwa yang paling berharga adalah keluarga,
pekerjaan, relasi, jaminan hari tua, rumah, tabungan, dan lain-lain. Sabda
Yesus tidak boleh ditafsirkan bahwa kita harus menjual seluruh kekayaan kita,
tetapi bahwa kita harus terus mencari harta terpendam, yang hanya bisa
ditemukan dengan iman itu. Zaman kita ini diwarnai kenyataan bahwa orang
‘berhenti’ mencari, atau tak lagi percaya bahwa dalam dirinya ada sesuatu yang
indah, namun tersembunyi. Hanya beberapa orang yang, karena imannya, sangat
setia berkomitmen.
Mereka terlibat, melayani,
berdoa, dan bekerja dengan sepenuh hati setiap hari, karena tidak mau menunggu
sampai ajal menjemput. Mereka tidak mau mencari alasan apapun untuk menghindari
tiap kesempatan yang diberikan Tuhan. Itulah arti “menjual seluruh milik”!
Kisah tentang permintaan raja
Salomo kepada Tuhan dalam Kitab Raja-Raja (Bacaan I) sudah dikenal turun
temurun. Ia memohon kepada Tuhan agar diberi “hati yang paham menimbang
perkara”. Di manakah di dunia ini ada seorang raja yang begitu berkuasa, namun
meminta kebijaksanaan? Penulis kitab ini melukiskan dengan indah tanggapan
Tuhan, yakni bagaimana “Tuhan sangat berkenan bahwa Salomo meminta hal yang
demikian”. Dengan kata lain, Tuhan sangat berkenan dengan apa yang dicari
Salomo, sebab itu lebih berharga dari semua harta. Seandainya saja kita mohon
sesuatu dan hal itu berkenan di hati Tuhan, alangkah pantas kita disebut
terberkati karenanya!
Tuhan telah memberi kita
masing-masing kharisma dan berbagai potensi iman yang mungkin selama ini masih
belum kita temukan. Kadang-kadang kita membutuhkan orang lain untuk memberi
tahu kita, untuk menunjukkan di manakah letak harta yang indah dalam diri kita
itu. Mari kita pahami baik-baik, bahwa harta itu semata-mata ‘diberikan’ kepada
kita karena kemurah-hatian Tuhan. Sekali menemukannya, kita akan dengan sepenuh
hati terlibat dalam kebersamaan dan pelayanan iman. Mungkin pada saat itu kita
akan ‘lupa’ dengan berbagai alasan yang dahulu pernah menghalangi keterlibatan
kita.
Karena iman kepada Yesus, hidup
kita tidak berhenti pada “yang seperti ini”. Masih banyak kejutan indah yang
disiapkan Yesus bagi kita. Semoga kita terus mencari yang indah dan berharga
itu dalam diri, dan tak perlu menunggu hingga terlambat nanti.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar