Sabtu, 09 September 2017

Kasih Adalah Tanggung Jawab



Hari Minggu Biasa XXIII (A)
“KASIH ADALAH TANGGUNG JAWAB”
Yeh 33:7-9, Rm 13:8-10, Mat 18:15-20
Oleh : Pst. H. Tedjoworo, OSC

Apakah hal yang paling tidak bertanggung jawab dalam hidup bersama kita? Komentar. Dengan berkomentar, kita menilai orang lain, namun sekaligus tidak mau menempatkan posisi kita pada situasinya. Komentar, bagi sementara orang, adalah sebuah kebahagiaan. Senang, bisa berkomentar. Makin banyak mengomentari, makin merasa ‘disukai’ oleh banyak orang, padahal kita tahu yang terjadi persis sebaliknya. Orang yang tak bisa menahan diri berkomentar adalah orang yang tidak bertanggung jawab. Mirip dengan peribahasa “lempar batu sembunyi tangan”. Setelah berkomentar, dan ternyata itu melukai hati orang lain, ia lalu bersembunyi atau ‘menghilang’. Komentar adalah cermin sikap tak mau bertanggung jawab atas kerusakan yang diakibatkan. Dan biasanya orang akan mati-matian menyangkalnya.

Ada yang menyanggah, bukankah komentar bisa positif? Mungkin. Tapi, bukankah itu diungkapkan di depan umum, dan karenanya ada motivasi tertentu di sebaliknya? Kalau merenungkannya lagi, kita akan kembali pada kenyataan bahwa, kita tidak bisa menahan diri. Dalam kebersamaan iman, konflik sangat mudah dipicu oleh komentar, dan di situlah kita perlu mawas diri. Iman kita tidak sekadar dirayakan bersama dalam ibadat, tetapi harus diwujudkan dalam tanggung jawab yang real satu terhadap yang lain.

Injil Matius yang kita dengar hari ini menyingkapkan kedalaman ajaran Yesus tentang kehidupan bersama dalam iman. Tampaknya Yesus hanya berpesan mengenai hal yang sangat sehari-hari, yakni bagaimana orang sebaiknya saling menegur dan mengingatkan. Akan tetapi, ketika menyebutkan “orang yang tidak mengenal Allah” dan pemungut cukai, Yesus sebenarnya mempertanyakan tanggung jawab. Ia sedang mengajarkan bagaimana Ia sendiri menghadapi orang-orang demikian, yakni tetap berkomunikasi dengan mereka, bahkan makan bersama dan mengundang mereka untuk bertobat. Itulah perbedaannya! Yesus tidak bicara tentang hal sehari-hari, melainkan tentang ‘cara’ bagaimana pengikut-Nya harus bertanggung jawab!

Matius menambahkan sebuah penafsiran penting. Ia menangkap bahwa Yesus memakai kata tertentu untuk ‘dosa’, yakni ‘hamartia’ (Yun.). Kata ini berasal dari dunia perpanahan, dan berarti “meleset dari sasaran”. Kalau begitu, dosa bukan sekadar kesalahan, tapi sebuah ketidakmampuan. Saudara kita yang dianggap berdosa sesungguhnya hanya tidak mampu menjalani dengan tepat panggilan hidupnya. Ia tidak perlu penilaian. Ia perlu dibantu! Dan ia perlu dibantu terutama oleh, siapa lagi, saudara-saudaranya sendiri. Yesus menunjukkan inti kehidupan bersama dalam iman, yakni rasa tanggung jawab.

Tantangan yang kita hadapi bersama sebagai keluarga dan komunitas di masa kini semakin besar. Sering terjadi, masalah pribadi dibawa ke dalam kebersamaan dan pelayanan, akhirnya merusak motivasi dan menghilangkan ketulusan banyak orang lain untuk terlibat. Entah mengapa, kita cenderung memelihara luka batin kita, dan bahkan memunculkannya lewat kata-kata terhadap orang lain, sampai semua orang tahu bahwa kita sedang punya masalah. Kita seolah-olah berpikir bahwa orang lain harus ikut merasakan kekecewaan, kesakitan, dan kegalauan hati kita. Kalau menyadari ini, kita mestinya melihat bahwa mungkin kasih yang diajarkan Yesus belum kita lakukan. Kita perlu meneliti kembali ‘cara’ kita peduli terhadap orang lain yang kita layani atau yang melayani bersama dengan kita. Kepedulian kita dimulai dengan menempatkan diri pada posisi orang lain, belajar membaca kesulitan dan harapan yang tecermin di mata mereka. Mengikuti Yesus berarti mengikuti juga cara-Nya menolong mereka yang meleset.

Yehezkiel, seorang nabi yang sangat berempati di masa pembuangan Israel. Ia adalah penghibur dan motivator bagi mereka yang hidup dalam masa kesulitan besar. Dalam situasi itu ia menyampaikan firman Tuhan yang meminta kepedulian satu terhadap yang lain dalam hidup bersama (Bacaan I). Kalau orang yang berbuat jahat mati dalam kesalahannya, orang lain yang hidup bersamanya ikut bertanggung jawab. Seseorang
tidak boleh hidup hanya untuk keselamatannya sendiri. Dalam situasi hidup yang susah, kita biasanya cenderung mengurusi diri sendiri, tapi Tuhan menghendaki supaya kita menanggung kesusahan bersama-sama.

Hari ini kita mendengar pesan Injil yang sangat dalam untuk kebersamaan iman. Kasih adalah tanggung jawab, dan bukanlah ‘komentar’. Yesus mengajak kita melihat orang lain, apalagi yang berbuat dosa, sebagai saudara yang memerlukan bantuan agar dapat mengarahkan hidupnya sesuai panggilan Allah. Berdoa dan melayani bersama sebagai sama-sama orang yang pernah berbuat salah, mesti dilakukan dengan banyak menahan diri, termasuk dalam hal mengomentari orang lain. Kita sendiri membutuhkan bantuan orang lain, maka kita mau mengungkapkan kasih dengan terlibat dan menolong mereka.

Semoga kita berani mengubah cara kita mengasihi serta peduli terhadap saudara-saudara kita yang berbuat salah. Kita mau melakukannya dengan cara Yesus sendiri: ikut bertanggung jawab.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar