Sabtu, 16 Desember 2017

Saksi Bagi Terang Itu

Minggu Adven III (B)
Yes 61:1-2a.10-11, 1Tes 5:16-24, Yoh 1:6-8.19-28
Oleh : Pst. Tedjoworo, OSC

Apakah kritis itu berarti mempertanyakan? Ada orang yang sangat yakin bahwa memang begitu. Oleh karenanya, ketika merasa diri ‘kritis’ sementara orang mulai mempertanyakan segala sesuatu, termasuk hal yang sebetulnya sangat baik sekalipun! Pada titik itulah kesalahan cara berpikir kita berakibat panjang dalam relasi dan kebersamaan. Semakin banyak mempertanyakan hal-hal baik yang dilakukan orang lain, kita akan semakin dipandang aneh. Tentu saja. Mengapa kita mesti mempertanyakan sesuatu yang baik? Orang akan beranggapan bahwa kita senang mencari masalah. Keadaan yang tenang dan damai malah hendak diusik dan diaduk-aduk menjadi keruh.

Kalau mau jujur, betapa sering kejadian seperti ini kita alami, juga dalam kebersamaan iman dan pelayanan kita. Ada yang “tidak senang” kalau karya pelayanan berjalan dengan baik dan semua orang berelasi dengan rukun. Dalam bahasa Indonesia kita menyebutnya ‘oknum’, karena selalu punya pikiran yang buruk dan negatif. Entah apa motivasinya, tapi kehidupan beriman kita sudah kena dampaknya. Yesus, Terang itu, mungkin dilupakan dan dianggap kurang penting.

Injil Yohanes yang kita dengar hari ini dituliskan dengan sangat teliti dan penuh pewahyuan Roh Kudus. Persis di ayat pertama, dituliskan bahwa “terjadilah seseorang yang diutus ‘dari’ Allah, namanya Yohanes”. Sungguh mengejutkan bahwa dari beberapa kata depan dalam bahasa Yunani, Yohanes Penginjil memilih kata ‘para’ (Yun.) di depan kata Allah. Kata depan ini bermakna “dari sisi” atau bahkan dihadirkan oleh Allah sendiri. Yohanes Pembaptis adalah sosok yang kelak diakui Yesus sendiri sebagai yang terbesar dalam penilaian manusiawi. Injil ke-4 menempatkannya sebagai sosok yang berasal dari Allah sendiri, yang tidak memerlukan pengakuan manusia.

Ketika beberapa imam dan orang Lewi, juga orang-orang Farisi, mendatangi Yohanes untuk mempertanyakan siapa dia dan dari mana kuasanya, kita menyadari bahwa ada salah paham. Perselisihan dalam Injil bukanlah antara orang Yahudi dan para pengikut Yesus Kristus, yang ditunjuk oleh Yohanes, melainkan di antara sesama orang Yahudi sendiri. Para imam, orang Lewi, dan kaum Farisi mewakili daerah Yudea yang adalah kelompok elit agama Yahudi, sedangkan Yohanes Pembaptis mewakili daerah Galilea tempat Yesus berkarya. Itu sebabnya, Yohanes tidak membutuhkan pengakuan siapapun untuk bersaksi tentang Yesus, yang adalah Sang Terang. Pertanyaan kelompok Yudea itu salah alamat dan tidak penting sama sekali! Mereka merasa berhak menentukan benar salahnya kesaksian Yohanes, padahal kuasa Allah bisa hadir di mana saja tanpa perlu persetujuan manusia.

Situasi dalam Injil itu sangat aktual di masa kita. Masalah bertebaran persis “di dalam” pelayanan dan kehidupan beriman kita, karena ada orang yang merasa dirinya kritis dan berhak mempertanyakan semua hal. Iklim positif dan saling mendukung akhir-akhir ini dirusak oleh sikap-sikap demikian, sehingga umat yang sebetulnya hanya mau menikmati rahmat Tuhan dengan tenang menjadi bingung. Kalau pelayanan dan kegiatan di gereja lebih bervariasi dan hidup, seharusnya kita bersyukur dan memuji Tuhan, dan bukannya mencari kejelekan dan kesalahan pengurusnya. Setiap usaha untuk mengarahkan umat kepada Kristus adalah sama dengan kesaksian Yohanes Pembaptis. Masa Adven ini adalah sungguh baik untuk mengoreksi setiap motivasi kita aktif dalam pelayanan: Apakah kita masih bersaksi tentang Yesus, Sang Terang yang kita nantikan itu? Apakah sikap dan wajah kita siap mendukung tindakan saudara-saudara kita yang berhasil membawa umat semakin dekat dengan Kristus?

Yesaya dalam Bacaan I mengungkapkan motivasi terbaik bagi setiap orang yang dipanggil dan diutus Tuhan. Roh Tuhan semata-mata mengarahkannya untuk memberitakan kabar baik, merawat yang remuk hati, membebaskan yang tertawan, serta memberitakan rahmat Tuhan. Tidak ada sesuatupun yang negatif dan bersifat mempertanyakan dalam motivasi-motivasi itu. Yang ada hanya kesadaran bahwa diri sendiri adalah ‘saksi’ bagi perbuatan-perbuatan Tuhan. Seorang saksi pertama-tama melihat, menyadari, dan menyebarkan berita baik itu kepada semua orang. Buahnya adalah suka cita!

Hari ini kita diingatkan oleh Kitab Suci untuk kembali pada motivasi yang benar dan baik, untuk bersikap positif terhadap pelayanan saudara kita atau untuk terlibat sendiri dalam pelayanan itu. Kalau pelayanan seseorang berasal dari Tuhan sendiri, kita tidak perlu, tidak penting, dan bahkan tidak berhak, untuk mempertanyakannya. Yohanes Pembaptis tidak membutuhkan pengakuan dari elit Yudea untuk bersaksi tentang Yesus Kristus. Ia sendiri muncul di depan umum karena kehendak Allah mempersiapkan kehadiran Putera-Nya.

Semoga kita punya kebesaran hati untuk menghargai dan mengapresiasi siapapun yang menghadirkan Tuhan di tengah umat. Kita pun diundang untuk menjadi saksi bagi Terang itu. Semoga Ia berkenan menggunakan diri kita.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar