Sabtu, 20 Januari 2018

Jalan Hidup yang Baru

Hari Minggu Biasa III (B)
Yun 3:1-5, 1Kor 7:29-31, Mrk 1:14-20

Kecenderungan yang terjadi akhir-akhir ini mungkin bisa disebut ‘latah’ dalam hal sikap dan tindakan. Orang mudah sekali memutuskan berdasarkan dorongan “karena orang lain pun begitu”. Satu orang memulai, yang lain akan ramai-ramai mengikuti. Kecenderungan itu mencerminkan keadaan tertekan dan ketakutan. Ada banyak sebabnya dalam hidup kita: takut tidak mendapat kesempatan, khawatir akan masa depan, takut gagal dan rugi dalam usaha; sampai pada soal hidup bersama: tidak ingin dijauhi orang, takut dimarahi dan dihukum, atau daripada dibicarakan di belakang punggung. Bersembunyi dalam arus banyak orang seperti itu membuat kita kehilangan daya juang. Berbagai keputusan diambil karena ‘terpaksa’.

Kalau begitu, di mana peran iman kita? Mengikuti Kristus tidak mungkin dijalani dengan perasaan tertekan. Iman seharusnya membawa keberanian untuk bersikap, sekalipun itu berbeda dari arus banyak orang. Mungkin kita masih belum menjadikan iman sebagai sumber kekuatan dan tolok ukur untuk bersikap dalam keseharian. Atau, mungkin kita mau mencari yang ‘aman’ saja, karena orang lain pun begitu.

Injil Markus yang kita dengar hari ini dimulai dengan kejadian yang mencemaskan: Yohanes Pembaptis ditangkap. Bayang-bayang kekerasan oleh penguasa sudah menggantung sejak awal karya Yesus. Ia dikisahkan pergi ke Galilea. Yesus digambarkan sebagai orang Galilea dan sangat dekat dengan perikehidupan daerah ini. Di masa itu, Galilea didatangi orang-orang dari berbagai kultur, terutama karena kedatangan bangsa Yunani dan Romawi yang mau menaklukkannya. Wilayah diberikan kepada perwira dan politisi sebagai rampasan perang. Rakyat miskin yang rata-rata adalah petani dan nelayan bertambah lagi beban hidupnya karena tekanan dari penguasa daerah.

Di tengah situasi gelap Galilea itu, Yesus memanggil murid-murid pertama-Nya. Mereka adalah orang-orang miskin yang hidupnya tertekan. Yesus tidak memikat mereka dengan mukjizat. Ia memanggil mereka untuk menanggapi keadaan dengan cara yang berbeda, dengan keberanian untuk percaya. Dan wibawa serta kuasa-Nya sendiri adalah jaminannya. Para murid pertama begitu yakin akan jalan hidup yang baru itu, sehingga mereka berani ‘meninggalkan’ segala-galanya. Kehidupan terlalu berharga untuk dijalani dengan tertekan.

Menjadi orang kristen di zaman kita pun mendatangkan banyak tantangan. Kata-kata itu tak perlu dijelaskan lagi. Kita semua mengalami kesulitan demi kesulitan setiap hari, dan itu karena kita mau setia di jalan ini. Namun, yang lebih mengherankan, ternyata di antara sesama pengikut Kristus pun masih ada tekanan dan ketakutan satu sama lain. Ketidaknyamanan bukan disebabkan oleh situasi sekitar, melainkan oleh sesama orang beriman. Seolah-olah kesulitan hidup belum cukup membebani, sehingga masih harus ditambah dengan sikap dan kata-kata yang menyakiti! Bagaimana menanggapinya jauh lebih penting. Menanggapi dengan mencari aman atau serba mengiyakan justru membuat kita kehilangan daya juang. Berapa banyak inisiatif yang kita batalkan hanya demi situasi yang tampak “baik-baik saja”? Iman kepada Kristus mestinya adalah jaminan supaya kita berani bersikap, dan bukan sekadar ikut arus.

Dalam Kitab Nubuat Yunus (Bacaan I), Tuhan berfirman “untuk kedua kalinya” kepada Yunus agar ia bangun dan pergi ke Ninive. Yunus menggambarkan sosok yang apatis terhadap pertobatan orang lain, dan itu membuat Tuhan memakai segala cara untuk ‘menggerakkan’ dia. Yunus kurang menyadari bahwa sesungguhnya kuasa Tuhanlah yang mempertobatkan orang, dan bukan kata-katanya sendiri. Kalau Tuhan memanggil seseorang menjadi utusan-Nya, Ia mengharapkan kepercayaan akan kuasa ilahi yang paling mampu membawa perubahan hati. Di balik kisah panggilan seseorang, Tuhan bekerja dengan cara yang tak terpahami, yang akan mengubah cara pandangnya terhadap orang lain dan dunia.

Mari kita merenungkan kembali panggilan dan tantangan Yesus kepada kita masing-masing di masa kini. Apa maksudnya bahwa Ia mau menjadikan kita “penjala manusia”? Sesungguhnya Yesus menawarkan suatu jalan hidup yang baru kepada kita, yakni cara bersikap yang berani dan cara pandang yang percaya pada kuasa ilahi! Tekanan dari orang lain maupun kecemasan akan keadaan tak perlu membuat kita jadi latah bersikap dan bertindak. Kalau banyak orang lain sekadar mencari aman, kita selalu punya pilihan untuk berani setia dengan prinsip iman. Jangan pernah ada perasaan terpaksa untuk memutuskan, sebab Tuhan sendiri menghendaki kita berani dan bebas.

Semoga hidup sehari-hari kita dijalani dengan hati yang lepas-bebas, berani mengatasi ketakutan dengan rasa percaya kepada Kristus. Dialah yang berkuasa mengubah dunia ini, dan kita mau setia berada di jalan-Nya.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar