Minggu Prapaska V (B)
Yer 31:31-34, Ibr 5:7-9, Yoh
12:20-33
Manusia di zaman ini melihat
telepon seluler untuk menilai dirinya. Kalau ada banyak pesan masuk, berarti ia
masih dibutuhkan orang. Kalau tak ada pesan, ia merasa ditinggalkan. Seberapa
bernilai diri kita sering ditentukan hanya oleh media sosial. Kita juga baru
merasa tenang, misalnya, kalau dalam keseharian masih ada teman yang mengajak
keluar untuk makan bersama. Sebaliknya, kita merasa gelisah kalau tidak ada
yang mencari kita. Dapatkah itu disebut krisis identitas? Atau, jangan-jangan
itu adalah pertanda krisis iman, sebab alih-alih melakukan sesuatu untuk
menyelamatkan orang lain, kita cenderung menuntut situasi sekitar agar memenuhi
harapan kita pribadi.
Seseorang yang beriman dipanggil
untuk “ke luar”, daripada masuk ke dalam dirinya sendiri. Apa yang selama ini
kita dengar sebagai evangelisasi, adalah tindakan yang kita lakukan terhadap
dunia ini dan terhadap orang lain. Kita tidak menjadi kristiani dengan cara
menunggu sampai ada orang yang memerlukan diri kita. Mentalitas “ingin
dibutuhkan” seperti ini akhirnya merusak pelayanan, karena hanya terpusat pada
diri sendiri.
Bagian Injil Yohanes yang kita
dengar hari ini mengawali peristiwa salib yang adalah ‘puncak’ saat pemuliaan
Yesus. Yohanes, sebagaimana Markus, memandang salib Yesus bukan sebagai akhir
hidup-Nya, melainkan justru awal pengenalan dunia terhadap diri Yesus sebagai
Anak Allah. Yesus melihat kejadian ketika orang-orang Yunani yang mewakili
bangsa bukan Yahudi mencari diri-Nya itu sebagai saat “Anak Manusia
dimuliakan”. Kematian-Nya di kayu salib akan seperti biji yang mati, namun
menghasilkan banyak buah, dan memang untuk itulah Ia telah datang ke dalam saat
ini.
Dalam teologi Yohanes, salib
adalah tanda yang ke-8, yakni tanda setelah kebangkitan Lazarus dari kematian.
Pada saat itulah Yesus ditinggikan dari bumi, dan itu melambangkan ciptaan baru
yang akan mengubah segalanya. Pengangkatan diri Yesus menjanjikan bagaimana Ia
akan menarik semua orang datang kepada-Nya. Imaji ini begitu kuat melukiskan
sosok Yesus yang tersalib bagaikan magnet spiritual yang menyedot pandangan
orang-orang dari berbagai bangsa. Bukan hanya umat kristiani, melainkan semua
bangsa sesungguhnya ditawari keselamatan oleh-Nya. Dan itulah suatu hari baru,
yang akan mengubah kehidupan iman kita menjadi terpusat pada diri Yesus
Kristus, Anak Allah.
Apa yang terjadi di sekitar kita
mungkin sangat berbeda dengan gambaran dalam Injil. Kalau seseorang mulai
terkenal, ia menikmati perhatian yang bertubi-tubi diarahkan kepada dirinya.
Tetapi, tidak setiap orang menjadi terkenal. Sindrom selebriti seperti akhirnya
meracuni banyak orang muda ketika tenggelam dalam ilusi yang membuat mereka
“merasa diperhatikan”. Menjadi orang terkenal adalah mimpi yang menyenangkan,
meskipun kenyataannya tidaklah demikian. Kita pun kadang-kadang terpancing
membuat lingkaran-lingkaran pertemanan yang menguntungkan diri kita. Perilaku
ini mempengaruhi langsung pelayanan dan kehidupan iman. Suatu ketika pelayanan
menjadi sebuah ajang persaingan atau ajang tarik menarik pengaruh dan relasi
yang tidak sehat. Tujuannya bergeser dari mengarahkan banyak orang kepada
Kristus menjadi kepada diri kita atau kelompok kita saja. Kita mungkin terlalu
senang dipuji, sampai lupa bahwa tujuan setiap perbuatan iman adalah Kristus,
dan bukan diri kita.
Kitab Yeremia (Bacaan I)
menyampaikan sebuah perjanjian baru yang diadakan Tuhan setelah Israel dan
Yehuda berkali-kali mengingkari. Yang mengesankan ialah bahwa Tuhan kali ini
akan menaruh Taurat-Nya di dalam batin mereka, dan bahkan menuliskannya dalam
hati mereka. Dengan kata lain, setiap orang akan berurusan langsung dengan
Tuhan dalam setiap tindakan dan janjinya. Tidak perlu seorang nabi untuk
mengingatkan mereka. Mereka akan tahu dari dalam hatinya masing-masing. Kita
bisa menangkap bagaimana pesan ini menguatkan daya tarik universal sekaligus
personal salib Kristus. Keselamatan ditawarkan Allah kepada semua orang, tapi
juga dari dalam hati setiap orang, yakni ketika memandang sosok Kristus yang
tersalib.
Hari ini pandangan kita diarahkan
kembali pada sosok Yesus, Anak Allah, yang juga dicari oleh bangsa lain. Dalam
kesadaran itu, adalah mengherankan kalau kita masih sibuk menilai diri sendiri,
atau masih sering gelisah karena merasa tidak dibutuhkan oleh orang lain. Mari
kita renungkan, apakah pelayanan kita mengarahkan banyak orang kepada Kristus,
atau kepada pengakuan atas jasa-jasa kita? Krisis iman dalam kehidupan kita
tampak dalam hal mengharapkan dan menuntut supaya orang lain memberikan
perhatian kepada kita.
Dan krisis ini hanya bisa diatasi
dengan memandang Kristus yang tersalib. Dialah yang menarik semua orang datang
kepada-Nya. Semoga kita bertumbuh dewasa dalam iman, dan mengarahkan hidup kita
agar diciptakan kembali dalam kesetiaan-Nya.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar