Sabtu, 14 April 2018

Hadir, Berbeda


Minggu Paskah III (B)
Kis 3:13-15.17-19, 1Yoh 2:1-5a, Luk 24:35-48

Tidak percaya, itulah biasanya reaksi kita kalau berjumpa dengan teman masa kecil, yang kini penampilannya sangat berbeda. Perasaan kita di antara senang, kagum, heran, dan ganjil. Yang jelas, ada rasa hormat kepadanya, karena sekarang sama-sama sudah dewasa. Memori dan masa lalu tiba-tiba muncul perlahan. Menyenangkan. Perjumpaan seperti itu lain sekali dibanding antara dua orang yang baru saling mengenal. Yang terakhir ini menyembunyikan pertanyaan dalam hati, dan mungkin juga keinginan-keinginan pribadi. Itu sebabnya kita kadang-kadang menyesali sebuah perjumpaan, atau menganggapnya seakan-akan sebuah kekeliruan.

Kebersamaan iman kita tidak selalu terbentuk sejak kecil. Sebagian besar dari kita tidak tahu masa kecil satu sama lain. Kita hampir tidak pernah mengatakan kepada yang lain, “Engkau sekarang berbeda”, sebab iman mempertemukan kita secara baru. Konsekuensi langsung darinya ialah bahwa kebersamaan menjadi proses pembelajaran. Apakah kita masih belajar beriman dalam berbagai perjumpaan?

Lukas ingin menegaskan dalam Injilnya bahwa Yesus yang bangkit bukanlah roh atau ‘hantu’. Ada yang berubah dalam diri Yesus, namun sosok ini hadir di tengah para murid-Nya sebagai pribadi yang sama. Dengan begitu, kebangkitan-Nya pun bukan sebuah ‘kelanjutan’, tetapi keberadaan dan kehadiran yang sama sekali baru. Reaksi para murid, karenanya, tercampur antara senang, heran, takut, dan ragu-ragu. Tampaknya bukan ketidakpercayaan, melainkan adalah keragu-raguan sekaligus sukacita dari dalam diri para murid, ketika berhadapan dengan sosok Yesus yang bangkit. Itu sebabnya Yesus mengambil sepotong ikan goreng dan memakannya di depan mata mereka.

Kemudian, Ia “membuka pikiran mereka”. Peneguhan secara fisik tidak cukup. Ia harus menjelaskan bahwa kebangkitan-Nya adalah pemenuhan apa yang tertulis dalam Kitab Suci. Hanya ketika “mereka mengerti Kitab Suci” misi Yesus akan dapat dilanjutkan, yakni: memaklumkan pertobatan untuk pengampunan dosa. Lukas dengan tegas mencatat bahwa misi inilah kesaksian yang harus dilakukan para murid, mulai dari saat mereka ‘mengerti’ Kitab Suci. Dengan kata lain, kehadiran Yesus yang bangkit bukan suatu pembuktian, melainkan penugasan bagi para murid. Mereka harus bergerak, dan kali ini akan berbeda dari sebelumnya.

Dalam keseharian kita sebenarnya tak terhitung jumlah kesempatan untuk belajar melalui berbagai perjumpaan dengan orang lain. Sayang sekali, sebagian perjumpaan berakhir dengan pembuktian diri. Untuk apa berkenalan dengan seseorang, misalnya, kalau hanya mau membuktikan gambaran tentang diri sendiri? Ada yang selalu mengatakan “orang seperti apa” dirinya kepada setiap orang yang ditemui, seolah-olah bisa membentuk pandangan semua orang. Pertemanan dalam hal ini dimaksud sebagai pelajaran bagi orang lain, bukan bagi diri sendiri. Dalam kebersamaan beriman, dampak mentalitas seperti ini terlihat pada hilangnya sukacita untuk berdoa dan melayani bersama. Kalau keterlibatan dalam pelayanan hanyalah demi suatu pengakuan, kita belum melakukan kesaksian ke luar apapun. Seharusnya pesan Paskah membawa perubahan dalam diri, dan membuat kehadiran kita menjadi berbeda bagi orang lain: kehadiran yang senantiasa melegakan!

Sesudah kebangkitan Yesus, Petrus dan Yohanes dengan berani memaklumkan pertobatan (Kisah Para Rasul). Mereka tidak memakai penyembuhan seorang lumpuh yang mereka lakukan sebagai propaganda iman. Mereka menegaskan bahwa di balik mukjizat itu, Allah sendiri bertindak dalam nama Yesus. Oleh karenanya, mereka mengingatkan bahwa pertobatan adalah awal yang sama sekali baru dalam iman. Beriman tidak mungkin tanpa pertobatan. Kesaksian akan bertumbuh bahkan berbuah lebat, apabila orang merendahkan diri di hadapan Allah dan membiarkan dirinya dibentuk kembali menjadi serupa dengan Kristus. Ia tidak lagi membuktikan diri, sebab, dalam bahasa Paulus, “telah mengenakan Kristus” (Gal. 3:27).

Di antara para saudara seiman yang mungkin baru kita kenal setelah dewasa ini, apakah kehadiran kita melegakan? Yesus yang bangkit membawa sukacita dan pengampunan kepada para murid-Nya. Perjumpaan itu membuat mereka mampu menjalankan misi untuk bersaksi kepada segala bangsa. Kita mesti berhenti mengatakan kepada semua orang mengenai “orang seperti apa” kita ini, sebab orang lain akan tahu sendiri apakah kita sudah mengalami pertobatan atau belum. Tanggapan banyak orang di zaman kita ini sangat kelihatan di wajah mereka, dan semoga setiap perjumpaan menjadi pelajaran bagi diri kita sendiri.

Hendaknya kehadiran kita dalam kebersamaan iman dengan yang lain membawa suasana yang baru. Seperti Yesus yang hadir pada waktu itu, kita pun mau membawa semangat, sukacita, dan pengampunan dalam setiap perjumpaan. Kita hadir, dengan cara yang berbeda.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar