Sabtu, 28 April 2018

Ranting-ranting Sehat Yesus


Minggu Paskah V (B)

“RANTING-RANTING SEHAT YESUS”
Kis 9:26-31, 1Yoh 3:18-24, Yoh 15:1-8

Sinyal telepon seluler timbul dan hilang. Yang paling membuat orang panik ialah dalam situasi sangat mendesak justru tak ada sinyal. Meskipun tahu bahwa tidak ada gunanya, sebagian orang marah-marah dan menyalahkan penyedia layanan. Dan sinyal tetap saja tidak muncul, persis di saat sungguh-sungguh dibutuhkan untuk berkomunikasi.

Apakah komitmen kita pun seperti itu? Timbul dan hilang? Pada saat kelompok yang kita ikuti atau jemaat gereja membutuhkannya, kita malah ‘menghilang’ atau sekadar merasa malas untuk hadir dan berkomitmen kembali. Manakala perasaan menentukan berbagai keputusan, kepentingan yang lebih besar dikorbankan, dan kita sendiri menjalani apapun dengan ala kadarnya. Kita seakan-akan masih aktif dalam kehidupan iman, tapi sebenarnya tidak menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Tanpa disadari, kita menjauh dari yang lain dan menyendiri. Wajah kita mencerminkan kepahitan. Hati kita selalu merasa terluka entah karena siapa. Kita jatuh sakit.

Sungguh mengagumkan Injil Yohanes yang kita dengar hari ini. Bagian ini sangat padat dengan permenungan yang jauh melampaui metafor tentang pohon anggur. Yesus secara harafiah mengulang-ulang tekanan bahwa para murid-Nya harus menghasilkan buah! Meskipun kita sudah terbiasa dengan istilah ‘berbuah’ dalam pembicaraan tentang iman, kali ini pasti ada makna yang lebih daripada itu. Yesus mengatakan bahwa “setiap ranting yang berbuah [pun] dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah”. Yang tidak berbuah akan dipotong dan dibuang “ke luar”. Tampaknya Yesus memang berbicara soal komunitas. Komunitas yang dikumpulkan-Nya ini tidak mungkin tidak berbuah. Dan Ia memberitahukan alasan satu-satunya.

“Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu”. Relasi dengan Dia. Relasi itulah yang membuat kita berbuah, dan kita pantas disebut “murid-murid-Nya”. Di ayat terakhir Injil, Yesus mengubah bahasa-Nya karena diarahkan pada kebersamaan murid-murid-Nya, dan bukan pada setiap pribadi. Relasi dengan Dia mensyaratkan relasi kita bersama serta komunikasi yang tetap dijaga di dalamnya. Kata ‘tinggal’ (Yun. ‘menein’) dipakai Yohanes berpuluh kali dalam Injilnya. Tidak mungkin seorang murid tinggal dalam Yesus, sambil sekaligus memisahkan diri dari murid-murid yang lain.

Mungkin di gereja kita pun ada orang-orang yang tergabung dalam “barisan sakit hati”. Sebutan itu tidak enak untuk didengar, namun mungkin adalah kenyataan yang sering kita biarkan. Ada orang yang kalau sudah kecewa dan sakit hati, lekas bersumpah tidak mau lagi berjumpa atau berkomunikasi dengan pihak yang mengecewakannya. Tidak jarang pula kepentingan yang lebih besar atau kelompok yang lebih luas menjadi sasaran kritik serta kecamannya. Dan kita pun mendengar cerita-cerita klasik itu: kesalehan pribadi menjadi topeng, pelayanan dilakukan dengan motivasi yang salah, kecurigaan serta komentar negatif merebak di antara kelompok-kelompok gerejawi. Bukan lagi pribadi-pribadi jatuh sakit; kini kebersamaan iman kita pun sakit.
Kita mungkin mengira bahwa iman cukuplah dihayati secara pribadi, padahal Yesus jelas menghendaki seluruh komunitas tinggal dalam Dia, sehingga kita pantas disebut “murid-murid-Nya”.

Dalam Kisah Para Rasul (Bacaan I), kita mendengar kesulitan yang dialami Saulus ketika pertama kali bergabung dengan para murid Yesus. Kalau bukan karena Barnabas, mungkin Saulus takkan pernah diterima oleh jemaat Kristen, karena mereka masih tak percaya pada pertobatannya. Bahkan orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani pun berusaha membunuh Saulus. Akan tetapi, “Saulus tetap bersama-sama dengan mereka”, dan hal itu terjadi demi pertumbuhan Gereja Perdana. Kelak Saulus, yang kemudian disebut Paulus, menjadi penggerak terpenting munculnya komunitas-komunitas kristen di berbagai tempat. Terbukti bahwa kesetiaan kita bersama yang lain akan membuahkan hasil yang luar biasa bagi pertumbuhan gereja.

Kalau cenderung menjauhi kebersamaan dengan murid-murid Kristus yang lain, mungkin kita kurang memahami sabda Yesus hari ini. “Akulah pokok anggur dan kalian [Yun. ‘humeis’, plural] ranting-rantingnya”. Kita, bersama-sama, hanya akan bertumbuh secara sehat bila menjaga relasi serta kedekatan dengan Yesus, pokok anggur satu-satunya. Lebih lagi, kita pun akan menghasilkan banyak buah kalau mau setia menjaga relasi dan belajar melayani dalam kebersamaan. Komitmen kita jangan sampai seperti sinyal telepon seluler yang mudah timbul dan hilang. Manakala merasakan dorongan untuk memisahkan diri, kita perlu mengingat sabda Tuhan itu, “Tinggallah di dalam Aku”.

Semoga kita tetap berada di sekitar Yesus, tetap berkomunikasi dan melayani bersama mereka, yang selama ini juga setia dalam kebersamaan iman. Dengan begitu, kita pasti sehat dan berbuah.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar